Kemenkop UKM siap berikan pendanaan syariah Rp10 miliar untuk UMKM

id Kemenkop ukm, pembiayaan umkm, EFF 2024

Kemenkop UKM siap berikan pendanaan syariah Rp10 miliar untuk UMKM

Asisten Deputi Pembiayaan Wirausaha dan Pengelolaan Jabatan Fungsional Kewirausahaan KemenKopUKM Edhi Kusdiyarwoko Dwikuncono. (ANTARA/HO-Kemenkop UKM)

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) siap memberikan pendanaan syariah sebesar Rp10 miliar bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Tanah Air.

Pendanaan tersebut diberikan melalui program Entrepreneur Financial Fiesta (EFF) 2024 yang bertujuan untuk mengakselerasi pembiayaan bagi usaha mikro di Indonesia.

"EFF 2024 hadir untuk memberikan dorongan baru bagi perkembangan UMKM di Indonesia. Kami berkomitmen untuk mendukung para wirausaha dengan akses pembiayaan yang lebih mudah dan pendampingan yang holistik," kata Asisten Deputi Pembiayaan Wirausaha dan Pengelolaan Jabatan Fungsional Kewirausahaan KemenKopUKM Edhi Kusdiyarwoko Dwikuncono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Edhi mengatakan, salah satu solusi yang ditawarkan dalam program EFF 2024 yakni keamanan pembiayaan (securities crowdfunding) yang akan diwadahi melalui platform online LBS Urun Dana.

Sementara itu LBS Urun Dana merupakan platform securities crowdfunding yang berbasis syariah dan telah diizinkan, serta diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurutnya melalui program tersebut, para wirausaha di sektor UMKM bisa mendapatkan pembiayaan syariah untuk mengembangkan permodalan bisnis hingga Rp10 miliar.

Selain memberikan pembiayaan, program yang diinisiasi oleh Kemenkop UKM juga menyediakan webinar dan kelas mentoring untuk meningkatkan kualitas UMKM di Indonesia agar bisa naik kelas.

Sebelumnya pada Rabu (7/2) Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan akses pembiayaan kredit untuk UMKM di Indonesia menjadi yang terendah di Asia.

"Di Asia kita ini baru sekitar 21 persen, bandingkan misalnya China, dan Jepang itu sudah 60 persen, Korea malah di atas 80 persen," katanya.

Ia menilai hal itu dikarenakan mekanisme pemberian kredit di Indonesia masih menggunakan sistem kolateral yang membutuhkan jaminan atau agunan untuk mendapatkan persetujuan dana.