Badung, Bali (ANTARA) - Pemerintah Indonesia mengusulkan pembiayaan campuran (blended finance) untuk mendanai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) internasional karena kebutuhan yang besar diperkirakan sekitar 4 triliun dolar AS per tahun.
“Untuk bisa mencapai target SDGs, tidak serta merta dana untuk melakukan kerja sama pembangunan dari pemerintah saja,” kata Wakil Menteri Luar Negeri RI Pahala Mansury di sela Konferensi Pemimpin Lembaga Pembangunan (DLC) ke-7 di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Rabu.
Menurut dia, mobilisasi pembiayaan SDGs perlu lebih optimal dilakukan, diantaranya melalui kolaborasi bersama pemerintah, institusi keuangan internasional, bank pembangunan multilateral, lembaga filantropi dan lembaga swasta.
Ia mengakui kerja sama pembangunan internasional saat ini mengalami tantangan, diantaranya akibat bantuan pembangunan meningkat pada 2023 yang terkonsentrasi untuk penanganan pandemi COVID-19, dampak perang Rusia-Ukraina hingga munculnya pengungsi di negara donor.
Akibatnya, dukungan terhadap negara miskin terus menurun, sehingga perlu upaya krusial dalam kerja sama pembangunan internasional melalui mobilisasi sumber daya yang lebih luas.
Padahal, masalah utama yang perlu ditangani diantaranya penciptaan lapangan pekerjaan, kemiskinan hingga masalah perubahan iklim.
Selain itu, ia juga mendorong peran aktif negara berkembang untuk memulai menjadi negara donor untuk mendukung kerja sama pembangunan internasional untuk mencapai SDGs.
Indonesia misalnya, lanjut dia, sudah memiliki Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI) atau Indonesian Agency for International Development atau Indonesian AID yang dibentuk pada 2019.
“Jadi jangan cuman karena kita negara berkembang, pola pikirnya menjadi penerima saja, tapi ada peran aktif yang bisa kami lakukan misal Indonesia sekarang memiliki Indonesian AID meski jumlah dana tidak sebesar negara kategori maju,” ucapnya.
Sementara itu, pada pertemuan ke-7 itu, Indonesia menjadi tuan rumah DLC setelah pada 2023 diadakan di Oslo, Norwegia.
Dalam pertemuan di Bali dihadiri sekitar 80 peserta baik dari negara donor, organisasi pemikir hingga organisasi pembangunan internasional.
Pada forum itu juga diharapkan dapat mendorong postur Indonesia dalam pembangunan global sebagai negara donor sekaligus mewakili negara berkembang.