Jakarta (ANTARA) -
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai pernyataan oknum polisi, yakni Dirlantas Polda Sulawesi Tengah tidak etis dan arogan.
"Pernyataan oknum polisi tersebut, tidak etis dan arogan serta tidak memahami profesi wartawan," katanya dihubungi dari Palu, Jumat.
Hal itu disampaikan Rukminto, saat diminta tanggapan terkait kekerasan verbal, yang dilakukan Dirlantas Polda Sulteng Kombes Pol Dodi Darjanto ke jurnalis SCTV Syamsuddin Tobone. Dodi menolak wawancara hanya karena alat yang digunakan Syamsuddin adalah handphone merek China.
"Kamera atau hanphone itu hanya alat. Yang lebih penting dari kerja jurnalis adalah pikiran dan keberpihakan pada kepentingan umum," katanya menegaskan.
Dia pun mempertannyakan kepada oknum polisi itu, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), yang dibiayai dan diberi fasilitas dari pajak rakyat, apa yang sudah dilakukannya untuk kepentingan umum.
"Kawan-kawan jurnalis dengan berbagai macam dan tipe peralatannya, tidak menggunakan uang negara. Harusnya oknum itu lebih menghargai," katanya.
Dia pun meminta Kapolda Sulteng harus memberikan sanksi berupa teguran, dan memerintahkan oknum itu meminta maaf pada media secara umum, khususnya wartawan yang bersangkutan secara terbuka, agar dapat dijadikan pelajaran untuk semua.
Sebelumnya, insiden ini bermula ketika Syamsuddin Tobone, yang merupakan Kepala Biro SCTV Palu, hendak melakukan wawancara dengan Kombes Pol Dodi Darjanto di Tugu 0 Kilometer, Palu. dalam rangka meliput hasil Pperasi patuh Tinombala 2024 pada hari pertama.
"Saya sudah janji wawancara sejak kemarin melalui ajudannya. Setelah salam dan kenalan, saya mau mulai merekam. Dia langsung berkata, kenapa merekam wawancara pakai HP? Saya tidak mau. Masak wawancara pakai HP, HP merek Cina lagi. Suruh direkturmu belikan HP yang canggih," ujar Syamsuddin.
Sementara itu Dodi Darjanto, dalam permintaan maafnya yang disampaikan pada Kamis (18/7), di hadapan sejumlah jurnalis Sulteng dan perwakilan empat organisasi pers, yaitu IJTI Sulteng, AJI Palu, PFI Palu, dan AMSI Sulteng, mengakui bahwa tindakannya adalah kekhilafan yang dilakukan tanpa unsur kesengajaan.
"Apa yang saya lakukan khilaf, tidak ada maksud apa-apa. Intinya saya itu sekedar bercanda saja tapi kejadiannya jadi seperti ini. Tidak ada maksud apa-apa Pak," tutur Dodi Darjanto.
Meski permohonan maaf telah disampaikan dan diterima oleh jurnalis Sulteng untuk menjaga hubungan kerja antara jurnalis dan Polda Sulteng, IJTI Sulteng, AJI Palu, PFI Palu, dan AMSI Sulteng, yang tergabung dalam Komunitas Roemah Jurnalis, tetap menuntut adanya tindakan tegas dari pimpinan Polri atas sikap Dirlantas Polda Sulteng yang dianggap sebagai kekerasan verbal dan harus disikapi secara serius.
Berita Terkait
Peran masyarakat penting awasi netralitas Polri
Sabtu, 18 November 2023 6:56 Wib
Pengamat: Alih status TNI-Polri di UU ASN harus jelas dan tegas
Senin, 9 Oktober 2023 8:54 Wib
Pengamat berharap kenaikan gaji membuat Polri semakin profesional
Sabtu, 19 Agustus 2023 4:52 Wib
Pengamat nilai Agus Andrianto mampu beri pengaruh ke internal Polri
Selasa, 27 Juni 2023 8:40 Wib
Pengamat kepolisian Bambang Rukminto ditodong airsoft gun
Sabtu, 24 Juni 2023 9:43 Wib
Pengamat kritisi Polri naikkan pangkat Rizal Irawan jadi Brigjen Pol
Jumat, 23 Juni 2023 8:35 Wib