SKP-HAM dorong korban laporkan dugaan kekerasan seksual

id Nurlela Lamasitudju,SKP-HAM,Kekerasan Seksual,Korban Kekerasan Seksual

SKP-HAM dorong korban laporkan dugaan kekerasan seksual

Ketua Pelaksana Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat Masa Lalu (PPHAM) Prof Makarim Wibisono (kanan) menerima buku dari Sekjen Solidaritas Korban Pelanggaran HAM (SKP-HAM) Nurlela Lamasitudju (kiri) di Palu, Sulawesi Tengah. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/nym. (ANTARA FOTO/BASRI MARZUKI)

Palu (ANTARA) -

Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) mendorong para korban untuk berani melaporkan kasus kekerasan seksual (KS) yang pernah mereka alami.

“Kami mengimbau dan mendorong bagi siapa saja, baik perempuan maupun laki-laki, untuk berani melaporkan KS yang mereka alami. Walaupun trennya KS dialami oleh perempuan,” kata Direktur SKP-HAM Sulteng Nurlela Lamasitudju di Palu, Rabu.

Dia menjelaskan SKP-HAM merupakan organisasi yang fokus pada pendampingan korban. Pendampingan dilakukan pada tahapan non litigasi hingga proses pemulihan korban.

“Kami mendampingi seluruh proses, termasuk pemulihan psikososial pada korban,” ujarnya.

Lanjut dia, SKP-HAM merupakan salah satu organisasi yang dapat digunakan sebagai wadah untuk melaporkan kasus kekerasan seksual. Pihaknya menyediakan layanan melalui website, sosial media, hingga hotline telepon seluler.

Selain itu, korban dapat pula mengakses laporan ke Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA), Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) yang berada di kabupaten dan kota serta provinsi.

“Laporan bisa ke dinas, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau pun organisasi media,” katanya.

Menurut dia, walaupun layanan pelaporan sudah tersedia, tetapi keberanian dari korban untuk melapor merupakan hal paling penting. Lanjut dia, khusus anak dibawa 10 tahun, ketakutan untuk melaporkan KS dikarenakan adanya ancaman. Sementara, anak di usia remaja, atau di bawah 17 tahun, tidak melaporkan KS karena adanya rasa malu.

“Lapor kepada orang yang dipercaya dulu, keluarga atau teman. Pokoknya lapor dulu, jangan simpan sendiri. Setelah itu, baru cari layanan yang telah tersedia,” pesannya.

Nurlela menegaskan korban punya hak untuk mendapatkan pembelaan dan membela diri. Tetapi, kalau korban tidak didampingi, maka yang menang adalah pelaku.