Kupang, (Antaranews Sulteng) - Pengamat ekonomi Dr James Adam mengatakan, banyak penyebab kenaikan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah, terutama karena faktor eksternal akibat siklus ekonomi dunia.
"Kondisi ini disulut oleh perang dagang antara AS dengan Cina, yang kemudian merembet antara AS dengan Turki yang efeknya menjangkau seluruh masyarakat internasional, terutama negara-negara berkembang," kata James Adam, di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Senin.
Dia mengemukakan hal itu kepada Antara, terkait faktor penyebab naiknya kurs dolar akhir-akhir ini dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia.
Menurut dia, koreksi rupiah memang menembus level Rp 14.968 pada tanggal 7 September misalnya, akan tetapi depresiasinya kecil hanya sekitar 0,3 persen.
"Dan ini berkontribusi ke pasar tetapi kalau kita lihat koreksi pasar tidak begitu besar," katanya menjelaskan.
Artinya, koreksi rupiah belum dilihat signifikan oleh pasar sehingga masih bisa terkoreksi hingga akhir pekan, katanya.
Dia menambahkan, pelemahan IHSG dapat berpengaruh terhadap perekonomian nasional akibat pelemahan rupiah terhadap dollar.
Menurut dia, Indonesia bukan satu-satunya negara yang mengalami pergolakan dolar saat ini, tetapi berbagai negara juga mengalami hal yang sama.
"Jadi bukan saja Indonesia. Lihat saja Turki, nilai mata uangnya Lira anjlok sampai 80 persen, begitupun dengan Argentina jatuh hingga 56 persen, lalu Venezuela juga melemah 17 persen, kemudian di Eropa, Inggris, yang sempat anjlok hingga 5 persen," katanya.
Pemerintah dalam hal ini tidak salah sebab Bank Indonesia yang punya otoritas telah melaksanakan fungsi, hanya saja siklus ekonomi dunia tidak bisa ditekan dan di luar kontrol pemerintah.
Baca juga: Dolar AS melemah ketika investor tunggu laporan pekerjaan agustus
Baca juga: BI akan maksimal jaga rupiah dari depresiasi
Baca juga: Rupiah jatuh, Ketua MPR ingatkan masyarakat jangan panik