Bupati Parimo Janji Hentikan Pungutan Di Boyantongo

id pungli jembatan boyantongo

Bupati Parimo Janji Hentikan Pungutan Di Boyantongo

Bupati Parigi Moutong Syamsurizal Tombolotutu (ANTARASulteng/Rolex Malaha)

Jadi kalau kita hitung-hitung pak, pungutan di dua jalur penyeberangan itu tiap hari bisa beromzet Rp11,5 juta per hari atau hampir Rp330 juta lebih tiap bulan."

Palu (antarasulteng.com) - Bupati Parigi Moutong Syamsurizal Tombolotutu mengatakan akan menghentikan pungutan masyarakat di jembatan darurat Boyantongo, Kecamatan Parigi Selatan, karena memberatkan bahkan meresahkan warga serta tidak sesuai lagi dengan kesepakatan awal.

"Kalau benar warga memungut sampai Rp100.000 tiap kendaraan yang melintas di situ, akan saya cabut semua," kata Syamsurizal di Palu, Kamis, ketika ditanya mengenai pungutan yang diduga liar di jembatan darurat Boyantongo, poros jalan trans Sulawesi Parigi-Poso yang diperkirakan beromzet ratusan juta rupiah tiap bulan.

Semula Syamsurizal mencoba membantah adanya pungutan sampai Rp100.000/kendaraan, namun ketika disampaikan bahwa pungutan itu ikut dikenakan kepada rombongan wartawan yang pekan lalu saat melintas di jembatan darurat tersebut menggunakan bus ke Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, ia kemudian mengatakan akan segera turun mengeceknya.

Bupati Syamsurizal menjelaskan bahwa pascahanyutnya jembatan Boyantongo pada 25 Agustus 2012, pemerintah daerah memasang jembatan darurat, namun untuk memelihara jembatan darurat itu, warga setempat bermusyawarah dan menyepakati pungutan jasa terhadap semua kendaraan yang lewat.

Selain itu, untuk mencegah agar jembatan darurat itu tidak segera ambruk, maka disepakati untuk membuat tanggul darurat di samping jembatan untuk tempat melintas kendaraan besar beroda enam ke atas seperti truk dan bus.

"Jumlah pungutan yang disepakati saat itu hanya Rp10.000 sampai Rp25.000/kendaraan sesuai jenis kendaraan hingga biaya pembuatan tanggul darurat itu bisa ditutupi/dikembalikan. Setelah itu, pengelolaan penyeberangan tersebut diserahkan ke pemerintah kecamatan dan dananya akan digunakan untuk memperbaiki mesjid yang ada di dekat jembatan tersebut," ujar bupati dan menambahkan bahwa bahwa tidak sepeserpun dana tersebut masuk ke kas daerah baik di kecamatan maupun kabupaten.

Dalam praktiknya, pungutan di tanggul darurat itu mencapai Rp100.000 tiap kendaraan jenis bus dan truk atau kendaraan roda enam ke atas.

"Tiap kali lewat di sini, saya selalu membayar Rp100.000. Sopir-sopir bus lainnya dan truk juga mengaku seperti itu," kata seorang sopir bus angkutan kota dalam provinsi yang mobilnya digunakan wartawan melintas di jembatan daruitat itu.

Khusus di jembatan darurat jenis `bailey` pungutan berjumlah Rp2.000/kendaraan roda empat dan Rp1.000/unit sepda motor.

Sopir tersebut memperkirakan paling sedikit 100 bus dan truk melintas di tanggul darurat setiap hari sedangkan di jembatan darurat `bailey` bisa mencapai 500 mobil dan 500 sepeda motor.

"Jadi kalau kita hitung-hitung pak, pungutan di dua jalur penyeberangan itu tiap hari bisa beromzet Rp11,5 juta per hari atau hampir Rp330 juta lebih tiap bulan," ujarnya.

Bupati Syamsurizal menegaskan dan mengecek kembali pungutan tersebut dan bila terbukti pungutan sampai Rp100.000/kendaraan, maka ia akan membatalkan pungutan-pungutan tersebut.

"Pungutan di situ tidak boleh memberatkan masyarakat. Kalau benar pungutan mencapai Rp100.000/kendaraan, itu harus dihentikan," kata Syamsurizal.