Palu (ANTARA) - Ketua Harian Gerakan Pesona Indonesia (Genpi) Suzana Dorothe mengatakan upaya menggeliatkan kembali sektor pariwisata pascabencana gempa, tsunami dan likuefaksi yang terjadi pada 28 September 2018 bisa melalui festival tenun.
menjadi salah satu sektor yang mengalami dampak parah akibat bencana gempa, tsunami dan likuefaksi 28 September 2018 silam di Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala.
Pascabencana yang memporakporanda sebagian Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala itu, kunjungan wisatawan ke Sulteng terutama ke tiga daerah terdampak bencana tersebut turun drastis. Padahal tiga daerah itu memiliki pesona alam, kuliner maupun kerajinan tangan yang sangat memukau dan jarang dimiliki daerah lain.
Untuk mengembalikan geliat kepariwisataan di Sulteng itu Genpi Sulteng bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Sulteng, Dinas Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kota Palu, Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulteng dan sejumlah instansi dan lembaga serta pelaku usaha menggelar Festival Tenun Sulteng 2019 di Taman GOR Kota Palu, Jumat (28/6) hingga minggu (30/6).
"Tujuannya untuk memperkenalkan kembali kain tenun Sulawesi Tengah pascabencana sebagai ajang promosi wisata di Sulteng bahwa kualitas kain tenun di daerah ini bisa disandingkan dengan kain tenun di daerah lain," kata Suzana Dorothe.
Ia yakin festival tersebut dapat menarik minat wisatawan dari dalam maupun luar Sulteng untuk datang dan menikmati pertunjukkan maupun pameran yang digagas dalam ajang itu.
Baca juga: Mengedukasi peserta SMN di Rumah Tenun Ikat Donggala
"Mudah mudahan kegiatan ini dapat menarik minat wisatawan luar daerah untuk datang sekaligus membantu proses pemulihan ekonomi dan pariwisata yang hancur akibat gempa pada 28 September 2018. Dalam festival ini kita juga ingin menunjukkan bahwa kain tenun Sulteng bukan hanya untuk orang tua saja tapi dapat dipakai oleh kaum milenial juga, katanya menambahkan.
Sementara itu Ketua Umum GENPI Sulteng Gio Mandike menyatakan memilih kain tenun sebagai objek utama dalam festival tersebut sebab potensi dan daya pikat yang ada pada kain-kain tenun di Sulteng diyakini dapat merangsang dan menarik minat wisatawan untuk datang dan berkunjung ke Sulteng, baik untuk menikmati panorama alam dan bahari yang ada terutama produk-produk tenun yang merupakan produk lokal di Sulteng.
"Kain tenun di Sulteng ini biasanya hanya dipakai untuk ritual adat, saat acara seperti pesta pernikahan dan hanya diminati orang tua. Kita juga ingin memperkenalkan dengan kaum milenial," ujarnya.
Mengingat, lanjutnya, banyak kaum milenial (anak-anak) muda di Sulteng saat ini cenderung masa bodoh dan kurang peduli dengan warisan budaya yang ada akibat perkembangan media sosial terutama game online.
"Agar kain tenun dijadikan sebagai warisan daerah yang wajib dilestarikan dan diperkenalkan dengan milenial. Di Sulteng yang terkenal kain tenun Donggala," ujarnya.
Baca juga: Sulteng rangsang minat wisatawan pascabencana lewat Festival Tenun