Thina, penebar semangat perempuan kelola hutan-lahan Kulawi

id Thina,kulawi,hari bumi,hutan dan lahan,roa,semangat kartini

Thina,   penebar semangat perempuan kelola hutan-lahan Kulawi

Marthina Todoni (ANTARA/HO/Istimewa)

Palu (ANTARA) - Manusia dan alam/lingkungan, dua aspek yang tidak bisa terpisahkan. Prinsp ini menjadi pegangan Thina, seorang aktivis perempuan yang berkecimpun di lembaga swadaya masyarakat di bidang lingkungan dan agraria.

Meski ada ancaman penyebaran COVID-19 atau corona, Thina tidak berhenti untuk menebar semangat dan motivasi kepada perempuan di wilayahnya dalam mengelola dan melestarikan hutan dan lahan di dataran wilayah Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

“Perempuan juga memiliki kemampuan yang sama dengan lelaki, untuk mengelola sumber daya alam hutan dan lahan,” ucap Thina, di Palu, Rabu.

Marthina Todoni, nama lengkap Thina. Perempuan kelahiran 22 Desember 1985 ini meyakini bahwa pengelolaan hutan dan lahan secara berkeadilan dan berkelanjutan, dengan skema partisipatif akan memberikan dampak ekonomi yang besar terhadap komponen masyarakat, termasuk terhadap kaum perempuan.

Momentum Hari Bumi yang juga bertepatan dengan momen Hari Kartini harus berdampak pada terbukanya ruang kepada perempuan-perempuan desa untuk mengelola hutan dan lahan, katanya.

Dari aspek sosial dan budaya, kehidupan kaum perempuan di desa tidak lepas dari kebiasaan mengelola lahan dan hutan, seperti membantu orang tua atau keluarga untuk berkebun dan bercocok tanam.

"Apa yang dilakukan masih lebih pada tradisi. Artinya, salah satu kebiasaan perempuan-perempuan desa sejak turun temurun ialah bercocok tanam, itu merupakan budaya," ujarnya.

Selanjutnya, kebiasaan itu perlu diakui atau medapat respon positif dari pemerintah dan pemangku kebijakan dan kepentingan, dengan memberikan legalitas sebesar-besarnya kepada perempuan untuk mengelola lahan dan hutan di sekitarnya di desa.

“Pengalaman perempuan dalam mengelola wilayahnya cukup menjadi sumber pengetahuan dan keahlian didalam pengelolaan lingkungan hidup sebagai sumber-sumber penghidupan mereka selama ini,” katanya.

Thina yang juga Ketua Sanggar Senin Polana Mataue mengemukakan perempuan menjadi salah satu kelompok penerima dampak terbesar, mengingat perempuan memiliki peran berbeda dari laki-laki dalam mengelola lahan pertanian, tanaman pangan dan air untuk penggunaan bersifat kerumahtanggaan.

Ia menjelaskan peran perempuan dalam pemenuhan kebutuhan pangan di desa mereka, perempuan pergi ke hutan dan memanfaatkan lahan yang mereka sebut dengan Pampa dan dikerjakan secara bersama-sama oleh perempuan di desa.

Selain itu perempuan juga memanfaatkan apa yang ada dihutan untuk membuat kerajinan yang bersumber dari tanaman pandan bahkan kulit kayu untuk diolah menjadi kain kulit kayu sebagai salah satu cara memperoleh penghasilan.

Produk-produk hasil hutan bukan kayu merupakan produk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan yang kini mulai di produksi oleh kelompok-kelompok perempuan dan mencoba untuk memperoleh pasar sebagai salah satu produk yang dapat mengurangi penggunaan plastik.

“Mari kita memulai menggunakan produk ramah lingkungan dan bisa memanfaatkan atau membeli produk kelompok-kelompok perempuan baik berupa anyaman pandan maupun rotan atau produk ramah lingkungan lainnya,” imbuhnya.