I Wayan Subali, petani sawit sukses dari Desa Panca Mukti

id Astra agro lestari, sawit

I Wayan Subali, petani sawit sukses dari Desa Panca Mukti

I Wayan Subali (Antaranews.com/Doc Pribadi)

Palu (ANTARA) - I Wayan Subali (59 Tahun) kini hidup tenang dan berkecukupan. Keseharian transmigran asal Bali ini penuh syukur. Apalagi bila ia mengenang kisah kehadirannya di desa yang kini dijadikan tempat tinggalnya, Desa Panca Mukti, Donggala, Sulawesi Tengah.

Kisah Wayan dimulai tahun 1995, saat ia bersama teman-teman seperjuangannya menginjakkan kaki di tanah Sulawesi.

”Pada saat itu kehidupan kami sangat sulit,” ujar Wayan. Pikirannya melayang ke masa-masa awal penuh perjuangan.

Dari daerah asalnya Wayan naik kapal menuju Donggala. Perjalanan dilanjutkan dengan menumpang bis dan truk untuk menuju daerah yang di kemudian hari bernama Desa Panca Mukti. Perjalanan yang panjang dengan kondisi jalan yang masih berupa tanah, terasa makin repot jika musim penghujan tiba. Yang lebih membuat jantung berdebar, sebagian besar sungai yang terbentang dan harus diseberangi saat itu belum memiliki jembatan.

Di desa Panca Mukti inilah Wayan dan teman-temannya mulai mengembangkan budidaya. Tanamannya macam-macam, yang penting dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari hari.

Suasana mulai agak berubah ketika perusahan kelapa sawit hadir. PT. Lestari Tani Teladan, perusahaan kelapa sawit Grup Astra Agro, di Desa Tabiora, Kecamatan Rio Pakava, turut membawa dampak positif bagi masyarakat Rio Pakava, termasuk masyarakat Desa Panca Mukti. Satu diantaranya, karena PT. Lestari Tani Teladan membantu membuka akses jalan di Rio Pakava dari keterisolasian.

Memang waktu itu akses ke Kota Donggala satu-satunya adalah wilayah Tikke Raya dan Pasangkayu. Kemudian hari, banyak akses jalan yang dibangun perusahaan sehingga dapat dimanfaatkan juga oleh masyarakat Rio Pakava.

PT. Lestari Tani Teladan juga membuka peluang untuk menjadi karyawan harian. “Menjadi karyawan perusahaan setidaknya memberi jaminan tunjangan beras dan jaminan kesehatan bagi kami,” jelas Wayan.

“Seiring dengan berjalannya waktu, kami masyarakat transmigran ini, juga mengembangkan budidaya kakao,” lanjut Wayan.

Menurut dia hal itu dapat terjadi karena tanah di wilayahnya yang subur dan iklim yang mendukung. “Budidaya kakao tumbuh dengan pesat di Panca Mukti. Ada banyak pengepul hasil panen juga di sekitar Panca Mukti,” tutur Wayan.

Puncak kejayaan budidaya kakao adalah tahun 1998. Di saat Indonesia sebagian besar mengalami krisis ekonomi, harga kakao justru melonjak sampai 8-10 kali lipat.

Memasuki awal tahun 2000-an, banyak tanaman kakao mulai terserang hama penyakit, terutama serangan penyakit busuk buah. Kondisi ini diperparah dengan ketidaksiapan petani dan pejabat penyuluh pertanian yang ada. Perlahan-lahan, kondisi tanaman kakao pun mulai rusak.

Beruntung, pada tahun 2005 PT. Mamuang, perusahaan kelapa sawit Grup Astra lainnya di wilayah tersebut, mengembangkan program Income Generating Activity (IGA). Perusahaan memberikan pinjaman bibit kelapa sawit kepada masyarakat, sekaligus membina mereka agar menjadi petani kelapa sawit yang berhasil.

“Setelah mendapat informasi, kami segera membentuk kelompok tani dan memenuhi persyaratan yang diminta PT. Mamuang,” katanya.

Ia mengaku sangat bersyukur karena Kelompok Tani Merta Astra Buana yang dipimpinnya, semua anggotanya berjumlah 35 orang telah memiliki kebun kelapa sawit rata-rata seluas 2 ha. Di luar program IGA, ada juga yang memiliki lahan lebih luas dengan menanam kelapa sawit secara mandiri atau swadaya.

Dari hasil menanam budidaya kelapa sawit, bapak yang telah dikaruniai 4 orang anak ini, telah menikmati kehidupan yang jauh lebih baik dan lebih sejahtera.

“Saya bersyukur telah mengikuti program IGA bantuan bibit kelapa sawit dari PT. Mamuang dan saya berharap hubungan yang harmonis selama ini dapat lebih ditingkatkan lagi,” kata Wayan. Apalagi, menurutnya, sebagian besar petani kelapa sawit sekarang mengalami kesulitan pengadaan pupuk. Wayan berharap perusahaan bersedia terus menjadikan petani sebagai mitra dan memberikan bantuan yang dibutuhkan.

Menurut Gati Martono, selaku manager kemitraan PT. Mamuang, sejak di gulirkan pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 luas total kebun program IGA khusus dari PT. Mamuang adalah 9.850 ha, yang tersebar di 9 desa di seputar PT.Mamuang. Gati Martono juga melihat masyarakat Desa Panca Mukti dengan segala sumberdaya yang ada selama ini telah menjadi mitra yang baik dengan perusahaan.