Petani, pahlawan pangan yang tak mengenal "WFH"

id PERTANIAN,sawah,pandemi,covid-19,dampak covid-19

Petani, pahlawan pangan yang tak mengenal "WFH"

Buruh tani menanam padi. (ANTARA/Ali Khumaini/dok)

Karawang (ANTARA) - Para petani tetap turun ke sawah meski pandemi corona virus disease (COVID-19) melanda Indonesia karena mereka tidak mengenal "work from home" seperti yang dilakukan para karyawan.

Di tengah "serangan" virus corona, sektor pertanian memang disebut-sebut tidak terpengaruh. Para petani tetap ke sawah untuk memenuhi ketersediaan pangan. Jadi bisa dikatakan petani menyandang predikat pahlawan penyedia pangan saat terjadi  wabah corona.

Kondisi itu terlihat di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Areal sawah yang terhampar luas di daerah lumbung padi ini masih terlihat hijau dan menguning menjelang panen.

Aktivitas tandur, membajak sawah, memupuk tanaman padi, penyemprotan obat hingga panen. terus menjadi pemandangan di sawah.

"Sama sekali tidak libur, kami tetap menggarap sawah," kata Sodik, petani asal Desa Rangdumulya, Kecamatan Pedes, Karawang.

Ia menyampaikan kegiatan di sektor pertanian tetap berjalan, dan sama sekali tidak terganggu dengan COVID-19.

Tata, seorang buruh tani di wilayah Karawang Barat justru bingung saat ditanya dampak COVID-19 terhadap usaha pertanian yang digelutinya sejak puluhan tahun lalu.



Sepanjang tahun 2020, saat dunia ramai-ramai mewaspadai serangan corona, ia mengaku tetap turun ke sawah untuk menjalankan aktivitas seperti biasa.

Sambil merapikan cangkulnya, Tata mengaku bertanggung jawab untuk merawat tanaman padi yang terhampar di areal sawah seluas sekitar 2 hektare milik majikannya.

"Ya seperti ini saja, tidak pernah libur merawat sawah. Kalau libur, nanti tidak  punya duit," kata dia.

Sebagai buruh tani yang dipercaya majikan, pria sepuh ini bertanggung jawab dari mulai tandur hingga panen.

Ia menggambarkan tentang tidak terpengaruhnya sektor pertanianoleh wabah virus corona, karena pendapatannya tidak berpengaruh COVID-19.

Pendapatan buruh tani yang diperoleh dari sistem bagi hasil dengan pemilik sawah ini hanya berpengaruh saat hasil panen minim dan harga gabah kering panen anjlok.

Kelangkaan pupuk yang mengganggu petani
Sektor pertanian memang tak terganggu dengan COVID-19, tapi terganggu saat terjadi kelangkaan pupuk. Karena itu petani berharap pemerintah menjamin ketersediaan pupuk yang dibutuhkan petani.

Seperti yang terjadi pada September-Oktober 2020 lalu, para petani di wilayah Jawa Barat termasuk Karawang, menjerit saat pupuk langka.

Mereka menjerit karena kelangkaan pupuk bisa mempengaruhi tanaman padi mereka. Selain itu juga berpengaruh terhadap tingginya ongkos produksi.



Mahdi, seorang petani di Kecamatan Pedes mengaku harus merogoh kocek lebih untuk mendapatkan pupuk saat kondisi pupuk mengalami kelangkaan pada September-Oktober lalu.

Kondisi itu terjadi karena saat pupuk langka, ia harus mencari pupuk di daerah lain dengan harga pupuk yang cukup tinggi.

Kepala Dinas Pertanian Karawang Hanafi mengakui kalau sektor pertanian tidak terganggu saat pandemi COVID-19, termasuk capaian produksi padi sepanjang tahun 2020, sama sekali tak terganggu dengan virus corona.

Produksi padi di Karawang saat pandemi COVID-19 atau saat sebelum COVID-19 tetap sama, rata-rata mencapai 6-7 ton gabah kering panen per hektare.

Program percepatan tanam pada tahun lalu juga berjalan lancar, meski berada di tengah pandemi.


Perlu ada stimulus untuk petani dan buruh tani
Para petani sudah berjuan untuk mewujudkan ketahanan pangan di tengah pandemi COVID-19. Mereka tak berhenti turun ke sawah saat orang kantoran libur akibat pandemi virus corona.

Karena itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyarankan agar pemerintah memberi bonus bagi petani dan buruh tani.

"Mereka itu pejuang pangan. Jadi harus diprioritaskan untuk mendapatkan bonus. Paling tidak, mereka mendapatkan stimulus karena sudah rela ikut mewujudkan ketahanan pangan," katanya kepada Antara.

Stimulus untuk petani dan buruh tani diperlukan agar mereka tetap bersemangat menanam padi sekaligus menjadi perangsang agar mereka terus meningkatkan produktivitas.

Selama masa pandemi, Dedi juga mengaku telah menanam padi di lahan seluas 10 hektare di kawasan Tajug Gede Cibungur.

Mantan Bupati Purwakarta dua periode ini menyampaikan agar di masa pandemi, pemerintah pusat tidak hanya menyalurkan bantuan alsintan atau benih saja, tapi juga menyalurkan stimulus untuk para petani dan buruh tani.



Kepala Dinas Pertanian Karawang menyampaikan kalau selama pandemi COVID-19 tidak ada bantuan secara khusus kepada petani dan buruh tani di daerahnya. Namun di Karawang sudah ada sekitar 29 ribu petani yang mendapat bantuan dari Kemensos selama tahun 2020.

Bantuan dari Kemensos untuk petani itu terlaksana setelah Kementerian Pertanian mengimbau ada bantuan untuk petani di Tanah Air saat pandemi COVID-19.


Ini jenis bantuan yang diharapkan petani

Selama ini pemerintah rutin menyalurkan bantuan untuk sektor pertanian. Hampir setiap tahun, Kementerian Pertanian menyalurkan alsintan ke sejumlah daerah.

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karawang  Hanafi mengakui kalau sepanjang tahun 2020 cukup banyak bantuan dari pemerintah pusat untuk sektor pertanian, di antaranya bantuan alsintan, benih, pupuk hayati dan lain-lain.

Namun sayang, kebanyakan bantuan alsintan dari pemerintah itu justru dimonopoli kelompok tani, karena penyalurannya dilakukan melalui kelompok tani.

Seorang petani di Kecamatan Pedes, Sodik, mengakui kalau bantuan traktor dari pemerintah banyak "dikuasai" oleh pengurus kelompok tani. Anggota atau petani lain di daerah itu yang ingin menggunakan traktor harus menyewa.

Besaran uang sewa traktor itu mencapai Rp1 juta sampai Rp1,2 juta. Harga sewa traktor itu sama besarnya dengan uang sewa traktor dengan pengusaha traktor di daerahnya.

Ia menyarankan ada pengawasan terhadap penggunaan alsintan bantuan dari pemerintah.

"Tapi kalau bantuan untuk petani, yang lebih realistis itu sebenarnya bantuan pupuk karena bisa dimanfaatkan langsung oleh petani," kata dia.