Kemlu, KBRI Yangon terus pantau situasi keamanan WNI di Myanmar

id kudeta militer myanmar,unjuk rasa myanmar,perlindungan WNI,KBRI Yangon,krisis politik myanmar

Kemlu, KBRI Yangon terus pantau situasi keamanan WNI di Myanmar

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan delegasi kecil, baru saja kembali dari kunjungan singkat ke Bangkok, Thailand. Ini merupakan bagian "shuttle diplomacy" Indonesia untuk membahas dan mecoba berkontribusi guna mencari penyelesaian terbaik bagi situasi di Myanmar saat ini. ANTARA/HO-Kemlu/pri. (ANTARA/HO-Kemlu)

Sedangkan bagi WNI beserta keluarganya yang tidak memiliki keperluan yang esensial, dapat mempertimbangkan untuk kembali ke Indonesia dengan memanfaatkan penerbangan komersial yang saat ini masih tersedia

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri RI terus memperhatikan perkembangan situasi terkait krisis di Myanmar dan sesuai rencana kontijensi, saat ini KBRI Yangon menetapkan status Siaga II terhadap keamanan warga negara Indonesia (WNI) di negara itu.

Dalam hal ini, KBRI telah menyampaikan imbauan agar WNI di Myanmar tetap tenang dan berdiam diri di tempat tinggal masing-masing, menghindari bepergian, termasuk ke tempat kerja jika tidak ada keperluan sangat mendesak.

"Sedangkan bagi WNI beserta keluarganya yang tidak memiliki keperluan yang esensial, dapat mempertimbangkan untuk kembali ke Indonesia dengan memanfaatkan penerbangan komersial yang saat ini masih tersedia,” demikian keterangan Kemlu RI, Jumat.

Berdasarkan data KBRI Yangon, tercatat 441 WNI di Myanmar termasuk staf dan keluarga KBRI.

Mempertimbangkan perkembangan situasi di Myanmar, Kemlu menilai saat ini belum mendesak untuk melakukan evakuasi WNI, tetapi apabila ada WNI yang membutuhan bantuan disediakan hotline KBRI Yangon +95 9 503 7055 dan hotline Perlindungan WNI +62 81290070027.

Unjuk rasa menentang kudeta militer Myanmar terus bergulir, dan dalam beberapa hari terakhir mengakibatkan jatuhnya korban jiwa maupun luka-luka akibat tanggapan keras yang dilakukan pasukan keamanan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat sedikitnya 54 orang telah tewas oleh polisi dan tentara Myanmar sejak kudeta, tetapi jumlah kematian bisa jauh lebih tinggi.

PBB juga mencatat bahwa lebih dari 1.700 orang telah ditahan secara sewenang-wenang dan penangkapan terus meningkat. Mereka termasuk 29 jurnalis yang ditangkap dalam beberapa hari terakhir, beberapa dituduh menghasut untuk menentang atau menghadiri pertemuan yang melanggar hukum.

Pada Kamis (4/3), Singapura telah mendesak warga negaranya untuk “mempertimbangkan meninggalkan Myanmar secepatnya” karena meningkatnya kekerasan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan serta bertambahnya korban sipil.

Baca juga: Amerika Serikat desak Myanmar bebaskan wartawan yang ditangkap saat meliput
Baca juga: Perusahaan Jepang dipantau terkait dengan bisnis militer dengan Myanmar
Baca juga: Junta militer berupaya ganti dubes Myanmar untuk PBB
Baca juga: Menlu Filipina desak Myanmar bebaskan Suu Kyi