Presiden Joko Widodo resmi melantik Andi Widjajanto sebagai gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) di Istana Negara, Jakarta, Senin. Kantor Lemhannas terletak persis di sisi selatan lingkar Monumen Nasional sementara Istana Negara ada di sisi utaranya.
Pelantikan itu berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 P/2022 tentang Pengangkatan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia tertanggal 21 Februari 2022. Widjajanto pun diberi hak dan keuangan setingkat menteri.
Pelantikan itu berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 P/2022 tentang Pengangkatan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia tertanggal 21 Februari 2022. Widjajanto pun diberi hak dan keuangan setingkat menteri.
"Demi Tuhan saya berjanji, bahwa saya akan setia kepada Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi darma bakti saya kepada bangsa dan negara," kata dia, saat mengucapkan janji dengan mengulangi ucapan Jokowi di Istana Negara Jakarta, Senin.
"Bahwa saya dalam menjalankan tugas jabatan akan menjunjung tinggi etika jabatan, bekerja dengan sebaik-baiknya, dengan penuh rasa tanggung jawab. Kiranya Tuhan menolong saya," kata dia, saat mengucapkan janji.
Bagi jurnalis yang membidangi militer dan pertahanan, nama dia bukanlah nama yang asing karena sering diwawancara dengan berbagai metode wawancara sebagai nara sumber. Ia pun sering menjadi pembanding atau nara sumber alias pembicara berbagai fora diskusi, seminar, lokakarya, dan lain-lain.
Posisi dia sebagai gubernur Lemhanas menggantikan Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo, yang kini menjadi duta besar Indonesia untuk Filipina.
Bagi jurnalis yang membidangi militer dan pertahanan, nama dia bukanlah nama yang asing karena sering diwawancara dengan berbagai metode wawancara sebagai nara sumber. Ia pun sering menjadi pembanding atau nara sumber alias pembicara berbagai fora diskusi, seminar, lokakarya, dan lain-lain.
Posisi dia sebagai gubernur Lemhanas menggantikan Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo, yang kini menjadi duta besar Indonesia untuk Filipina.
Sebelum sampai di posisi itu, Widjajanto memang aktif di lingkaran istana sejak 2014. Bahkan, dia mendapat jabatan penting di pemerintahan Jokowi. Nama pria kelahiran Kediri, Jawa Timur, pada 3 September 1971, ini mulai muncul ketika menjadi Deputi Tim Transisi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (JK), dengan tugas mempersiapkan transisi pemerintahan dari Presiden Susilo Yudhoyono-Boediono ke Jokowi-JK.
Setelah itu, dia dipercaya untuk mengemban jabatan sebagai Sekretaris Kabinet --setingkat menteri kabinet-- pada 3 November 2014. Namun, posisinya tak bertahan lama, dan digantikan Pramono Anung --sekretaris jenderal DPP PDI Perjuangan-- pada 12 Agustus 2015.
Meskipun demikian Widjajanto tetap berada di lingkaran Istana. Pada 2016, dia diberikan amanah sebagai penasihat senior Kepala Staf Kepresidenan. Selain itu, dia juga menjadi koordinator Laboratorium Indonesia 45.
Ia memiliki hubungan sangat dekat dengan PDI Perjuangan, mengingat ayahnya, Mayor Jenderal TNI Purn Theo Syafei, mantan panglima Kodam IX/ Udayana yang juga merupakan politikus senior PDI Perjuangan, yang memiliki kedekatan dengan Megawati Soekarnoputri.
Sebelum terjun ke dunia politik, dia dikenal sebagai akademisi dan pengamat militer. dia merupakan pakar yang memiliki konsentrasi pada kajian pertahanan, hubungan internasional, dan keamanan siber.
Ia memiliki latar-belakang pendidikan yang luas, mulai dari Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia lulus 1996, kemudian juga mendapat gelar sarjana dari School of Oriental dan African Studies University of London.
Ia juga pernah mendapatkan gelar Master of Sciences dari London School of Economics --alma mater yang sama dengan Prof Dr Juwono Sudarsono yang pernah menjadi menteri pendidikan dan pertahanan-- sekaligus juga dapat gelar Master of Sciences dari Industrial College of Armed Forces, Washington DC, Amerika Serikat, pada 2003.
Ia juga mempelajari studi hubungan internasional di S Rajaratnam School of International Studies (RSIS) di Singapura. Saat menjadi akademisi, dia banyak mengkaji perihal isu militer, seperti menerbitkan buku berjudul Hubungan Intelijen-Negara 1945-2004 pada 2008.
Ia juga turut terlibat dalam penelitian Reformasi Militer 2009-2014, hasil kerja sama Pacivis (Pusat Kajian Global Civil Society) UI dan Friedrich Ebert Stiftung dari Jerman.
Tak hanya itu, dia juga memiliki beberapa keterlibatan komunitas epistemik. Ia menjadi anggota delegasi Indonesia dalam ASEAN plus Three Forum Pemimpin Muda pada 2000 untuk menyajikan sebuah makalah akademis The Positif Perdamaian untuk Asia Timur.
Ia juga pernah menjadi anggota dari gugus tugas yang diselenggarakan oScience Institute (LIPI) Indonesia, di bawah kerja sama dengan Sekolah Staf dan Komando TNI untuk meninjau doktrin militer Indonesia.
Ia juga menjadi anggota gugus tugas yang diselenggarakan Studi Pemerintah Daerah (LOGOS), di bawah kerjasama dengan kepala staf teritorial panglima TNI untuk memodifikasi komando teritorial di Indonesia selama 2001-2002.
Tiga tantangan Lemhannas
Direktur Lembaga Strategi Inteligensia Indonesia, Ridlwan Habib, mengatakan, terdapat tiga tantangan yang akan dihadapi gubernur baru Lemhannas. "Tantangan pertama tentu ancaman terhadap ketahanan ideologi negara ya. Baik ancaman dari spektrum kanan atau ekstrim radikalisme maupun kuadran kiri, Lemhanas harus punya peta dan mitigasi," kata dia.
Direktur Lembaga Strategi Inteligensia Indonesia, Ridlwan Habib, mengatakan, terdapat tiga tantangan yang akan dihadapi gubernur baru Lemhannas. "Tantangan pertama tentu ancaman terhadap ketahanan ideologi negara ya. Baik ancaman dari spektrum kanan atau ekstrim radikalisme maupun kuadran kiri, Lemhanas harus punya peta dan mitigasi," kata dia.
Tantangan yang kedua adalah permasalahan kelompok bersenjata di Papua. Lemhanas kata dia sebagai lembaga yang memberikan saran langsung pada presiden bisa memberikan saran mitigasi yang paling tepat. "Andi mempunyai ketajaman intuisi sebagai akademisi yang puluhan tahun meneliti berbagai doktrin militer dan studi pertahanan," ucap Habib.
Berikut, menurut dia, tantangan ketiga bagi Lemhanas yakni di forum diplomasi pergaulan lembaga think thank dunia. "Lemhannas bisa menjadi lembaga pemikir terkemuka kelas dunia yang sejajar dengan lembaga serupa di berbagai negara," katanya.
Ia yakin dengan pengalaman akademis Andi yang pernah kuliah di London, Washington DC dan menuntaskan doktoral di Singapura mampu menjawab tantangan itu. "Presiden sudah tepat memilih AW karena latar belakang dan rekam jejak pergaulan akademisnya sangat gamblang dan terbuka," ujar Habib.