Sigi, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, mengimbau warga di daerah itu menggunakan metode tahan atau ramah gempa saat mendirikan bangunan, sebagai upaya pengurangan risiko dampak bencana secara mandiri.
"Ini penting, agar bencana alam seperti gempa bumi risikonya dapat diminimalisir," ucap Sekretaris Daerah Kabupaten Sigi Muh Basir di Sigi, Jumat.
Ia mengemukakan bencana alam gempa bumi tidak bisa ditiadakan oleh manusia, namun risiko dampak bencana bisa diminimalisasi oleh manusia, salah satunya dengan pendekatan kearifan lokal dan teknologi, utamanya terkait dengan pembangunan hunian tetap permanen atau bangunan lainnya.
Ia menerangkan saat ini perkembangan metode pembangunan rumah yang aman dan nyaman serta ramah gempa, terus berkembang.
Dahulu banyak orang menggunakan kayu untuk kusen, daun pintu, atau jendela serta rangka atap, saat membangun rumah atau bangunan lainnya.
Namun, ujar dia, berkat perkembangan teknologi perlahan-lahan penggunaan kayu mulai ditinggalkan dan diganti dengan baja ringan.
"Hal ini sekaligus untuk mengurangi pembalakan hutan secara ilegal di bagian hulu," ujarnya.
Demikian juga perkembangan struktur rumah tinggal yang selama ini menggunakan metode konstruksi konvensional, yaitu semua tulangan memakai besi beton, katanya, sekarang berkembang dengan menggunakan kawat anyam di mana metode konstruksi ini disebut metode konstruksi ferosemen.
Oleh karena itu, Pemkab Sigi menggandeng berbagai pihak untuk meningkatkan keterampilan warga dan tukang bangunan untuk membangun rumah yang ramah gempa.
"Ini sebagai salah satu pendekatan pengurangan risiko bencana. Kita ketahui bahwa gempa bumi yang terjadi di Sulawesi Tengah pada Tahun 2018 silam telah menyebabkan setidaknya 19,322 rumah rusak berat dan sedang," ungkapnya.
Pemkab Sigi bekerja sama Yayasan Bumi Tangguh dan Caritas Switzerland meningkatkan kapasitas warga di lima desa di wilayah Kecamatan Dolo Selatan, terkait dengan pembangunan rumah yang ramah terhadap gempa.

