Morowali, Sulteng (ANTARA) -
PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia (BNSI), pengelola Proyek Indonesia Growth Project (IGP) di Morowali, Provinsi Sulteng, memastikan akan menggunakan teknologi terbaik dan terbaru serta rendah dampak lingkungan dalam industri pertambangan nikel di wilayah itu.
“Ini adalah industri pertambangan yang paling rendah dampak lingkungannya,” kata Wan Wenglong pada peresmian dimulainya pembangunan proyek Industri Growth Project (IGP) di Desa Sambalagi, Bungku Pesisir, Morowali, Sabtu.
Penggunaan teknologi terbaik itu dikemukakan Chairman Shandong Xinhai Technology Co. Ltd (Xinhai) Wan Wenglong, salah satu perusahaan join PT Vale Indonesia Tbk dan Taiyuan Iron and Steel (Grup) Co. Ltd (Tisco) pembentuk PT BNSI.
Dia mengatakan, Xinhai telah menguasai teknologi pengolahan nikel rendah karbon.
Ia juga meyakinkan, penggunaan gas alam pada proyek join itu akan mampu mereduksi emisi karbon hingga dua juta ton.
Wan Wenglong tidak menyebut secara spesifik jenis teknologi yang dimaksudkan, namun begitu, ia menyebutkan ini adalah pertama kali digunakan dalam industri pertambangan nikel di Asia bahkan seluruh dunia.
Karena itulah katanya, proyek penambangan dan pengolahan nikel yang terletak di dua desa di Morowali itu disebut berbasis rendah karbon.
Komitmen Xinhai untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan terbaik dunia dalam pengelolaan industri pertambangan nikel itu juga diperkuat PT Vale Indonesia selaku joinernya.
CEO PT Vale Indonesia Febriany Eddy menyatakan, pengalaman PT Vale selama lebih dari 50 tahun di Soroako, Luwu Timur, Sulsel memberi bekal yang cukup berharga untuk mengelola industri pertambangan nikel berkelanjutan.
“Praktik tambang terbaik di Soroako akan kami lanjutkan di Morowali ini,” ujarnya.
Selain itu, menurut dia, upaya pemberdayaan masyarakat lingkungan sekitar lingkar tambang juga akan mendapat porsi perhatian yang besar dari pihaknya.
“Kami akan tetap melakukan praktik tambang dengan tetap menjaga anugerah ilahi,” ujarnya.