Gotong royong untuk menghasilkan SDM yang kompeten dan berdaya saing

id SDM,sumber daya manusia,Indonesia,pendidikan vokasi,kompetensi,daya saing

Gotong royong untuk menghasilkan SDM yang kompeten dan berdaya saing

Taklimat media yang dihadiri sejumlah narasumber diantaranya Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Kiki Yuliati (tengah) dan sejumlah praktisi SDM dari Gerakan Nasional Indonesia Kompeten (GNIK) di Jakarta, Sabtu (14/10/2023). (ANTARA/Indriani)

Jakarta (ANTARA) - Indonesia memasuki fase bonus demografi dalam beberapa tahun ke depan. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan Indonesia memasuki periode puncak bonus demografi puncak periode 2020-2030.

Bonus demografi itu ditunjukkan dengan jumlah penduduk usia produktif yang mencapai dua kali lipat jumlah penduduk usia anak dan lanjut usia. Dengan kata lain, penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk tidak produktif (usia 0-14 tahun dan 65 ke-atas).

 

Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan menegaskan bahwa Indonesia harus dapat memanfaatkan dua peluang untuk dapat mencapai Indonesia Emas pada 2045. Dua peluang itu yakni puncak bonus demografi pada 2030 dan tingginya kepercayaan internasional pada Indonesia.

Bonus demografi, dapat dimaknai sebagai keuntungan ekonomis yang dapat memacu investasi dan pertumbuhan ekonomi. Bagi suatu negara, kondisi tersebut dapat dijadikan kesempatan untuk melakukan percepatan ekonomi,dengan menggenjot industri manufaktur, infrastruktur, maupun UKM karena berlimpahnya angkatan kerja.

Sejumlah negara seperti Jepang dan Korea Selatan menjadi negara maju dan kaya, karena berhasil memanfaatkan jendela peluang bonus demografinya untuk memacu pendapatan per kapita sehingga kesejahteraan masyarakat tercapai.

Dalam jurnalnya yang berjudul Bonus Demografi : Hubungan antara Pertumbuhan Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi (2005), SM Adioetomo menyebutkan bahwa bonus demografi juga dapat menjadi bencana demografi akibat bertambahnya penduduk usia tua sementara transisi usia muda menjadi usia produktif belum sempurna.

Selain itu, bonus demografi tidak memberikan dampak signifikan jika negara investasi sumber daya manusianya minim. Bonus demografi dapat menjadi bencana, jika terjadi gelombang pengangguran massal yang semakin menambah beban anggaran negara.

Dalam acara Kolaborasi Nasional Menuju Indonesia Kompeten 2030 yang diselenggarakan di Jakarta, pada Sabtu, Direktur Jenderal Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemendikbudristek) Kiki Yuliati mengatakan Indonesia menempati peringkat kedua penggangguran tertinggi di Asia Tenggara yang mencapai 5,45 persen pada Februari 2023.

Salah satu penyebabnya, lemahnya kualitas angkatan kerja Indonesia jika dibandingkan kebutuhan pekerjaan saat ini dan masa depan yang semakin kompleks. Sementara data capaian lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas baru 9,08 tahun.

Pendidikan vokasi dapat menjadi salah satu untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berdaya saing dan kompeten. Salah satu upaya yang dilakukan yakni mendorong kolaborasi pendidikan vokasi dengan dunia kerja dengan melalui kebijakan Merdeka Belajar.n

Oleh karena itu, industri diharapkan bisa masuk ke kampus-kampus.

Satuan pendidikan vokasi bersama dengan dunia kerja, industri dan entitas bisnis, bersama-sama melakukan magang atau praktik kerja, sertifikasi kompetensi, penyusunan kurikulum bersama, riset terapan kolabroasi, praktisi industri mengajar, kelas industri, pembelajaran berbasis proyek dari industri, hingga guru maupun dosen vokasi terlibat magang di industri.

Kunci keberhasilannya yakni dengan peningkatan kompetensi dan relevasi, saling berbagi sumber daya antara industri dengan satuan pendidikan, hilirisasi dan pemanfaatan kepakaran serta hasil riset atau inovasi, perguruan tinggi sebagai riset dan pengembangan industri atau dunia kerja, serta super tax deduction bagi entitas bisnis, efisiensi rekrutmen maupun penyiapan SDM.

Persoalan link and match atau kesesuaian setelah didalami ternyata ada beberapa dimensi. Pertama, ketidaksesuaian dimensi, atau disebutnya  relevansi. Itu sedang  diatasi dengan mengundang industri untuk ikut membangun kurikulum, praktisi mengajar, magang. Itu untuk memastikan kesesuaian kompetensi.

Dimensi berikutnya yakni dari sisi jumlah lulusan atau peserta didik di Tanah Air, lebih besar dari pada lapangan kerja. Selain itu, juga terjadi ketidaksesuaian dari sisi tempat, yang mana misalnya jumlah SMK di satu daerah itu lebih banyak dari pada lapangan kerja. Sementara di daerah lain, kekurangan tenaga kerja. Padahal untuk memobilisir dari satu daerah ke daerah lainnya tidak mudah, apalagi untuk jenjang SMK.

Oleh karena itu, perlu adanya kolaborasi para pemangku kepentingan, mulai dari kementerian, swasta, komunitas atau masyarakat, maupun media.

“Gagasan yang diinisiasi oleh GNIK sangat kami pertimbangkan, mulai dari sisi regulasi, menyusun program hingga kebijakan anggaran,” tambah Kiki lagi.

 

Kolaborasi

Penyiapan SDM yang kompeten tidak hanya dilakukan satu pihak saja, tetapi diperlukan adanya kolaborasi. Untuk itu, GNIK sebagai platform yang terbuka dan telah bermetamorfosis menjadi perkumpulan pejuang Indonesia kompeten.

Ketua Steering Committee GNIK Pusat, Yunus Triyonggo, menambahkan, pihaknya membuat peta jalan berisi perencanaan strategis yang akan dilakukan guna mencapai Indonesia Kompeten pada 2023. Salah satunya adalah peningkatan kompetensi tenaga kerja yang diselaraskan dengan majunya teknologi digital.

Sebagai perkumpulan praktisi SDM seluruh Indonesia, pihaknya terpanggil untuk meningkatkan kompetensi SDM bangsa. Peningkatan itu harapkan di semua sektor industri terutama sektor industri prioritas seperti sektor manufaktur, pariwisata, otomotif, industri kreatif, digital, dan lainnya.

Diharapkan SDM Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja dari Tiongkok, India maupun Jepang dan Korea Selatan.

Indonesia memiliki sumber daya manusia yang berpotensi dan berprestasi gemilang. Kita harus rela dan mau berkolaborasi baik pemerintah maupun non-pemerintah merancang dan mengeksekusi program intervensi yang efektif dalam mencetak SDM.

Dalam kegiatan yang dihadiri Ketua Advisory GNIK Dr Achmad S Ruky, Dirum dan SDM BPJS Kesehatan Dr Andi Afdal Abdullah, dan Deputi Kebijakan Pengembangan Kompetensi ASN LAN Dr Muhammad Taufiq itu, diharapkan melalui kolaborasi semua pihak, tenaga kerja Indonesia dapat bangkit dan mampu bersaing dengan tenaga kerja asing.