Mengatasi polusi udara demi terciptanya kualitas hidup terbaik

id polusi udara,transisi energi,isf 2024,ispa,net zero emission

Mengatasi polusi udara demi terciptanya kualitas hidup terbaik

Peserta merekam dengan gawai saat mengikuti Indonesia International Sustainability Forum 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Jumat (6/9/2024). ISF 2024 yang mengangkat tema "Towards Sustainable and Inclusive Growth" dihadiri sekitar 11 ribu peserta dari berbagai negara yang membahas tentang perubahan iklim, transisi energi dan sejumlah kesepakatan energi berkelanjutan. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/Spt.

Jakarta (ANTARA) - Polusi udara merupakan masalah kesehatan yang hingga hari ini masih dihadapi banyak warga Indonesia, baik yang tinggal di perkotaan maupun perdesaan.

Masyarakat di kota besar berpotensi menghirup udara tercemar akibat gas buang kendaraan bermotor, sementara yang berada di perdesaan menghadapi risiko kesehatan ketika muncul asap tebal dari kebakaran hutan dan lahan.

Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono di forum International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta, menyampaikan bahwa udara yang dihirup setiap hari merupakan salah satu aspek yang ikut menentukan kualitas hidup manusia sehingga harus menjadi perhatian semua pihak.

Fokus terhadap isu itu penting karena polusi udara menjadi salah satu penyebab masalah kesehatan penduduk Bumi. Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memperkirakan setidaknya terdapat 7 juta kematian dini setiap tahun akibat paparan udara yang tercemar.

Menurut data BPJS Kesehatan, pada 2023 sasa, penyakit pernapasan masuk ke dalam 10 besar biaya pengobatan tertinggi yang dikeluarkan oleh badan ini yang mencakup untuk rawat jalan dan inap. Secara rinci, dalam kategori rawat jalan penyakit pernapasan terdapat 1,1 juta kasus dengan total pembiayaan Rp431 miliar, sementara rawat inap mencapai Rp13,3 triliun untuk 1,7 juta kasus.

Data BPJS Kesehatan juga memperlihatkan jumlah penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) mengalami tren kenaikan. Data rawat jalan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) seperti puskesmas dan klinik tercatat 3,5 juta orang menderita ISPA atau 10,4 persen meningkat dibandingkan 2022.

Sementara data dari fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) memperlihatkan tren kenaikan kasus secara nasional, terutama setelah pandemi COVID-19. Data rawat jalan memperlihatkan rata-rata biaya sebelum pandemi adalah Rp32,9 miliar untuk 159.251 kasus dan pascapandemi jumlahnya naik menjadi Rp45,2 miliar untuk 210.291 kasus.

Kondisi itu sangat berbahaya, tidak hanya bagi generasi saat ini tapi juga generasi selanjutnya. Mengingat saat ini sudah banyak tercatat peningkatan beragam penyakit yang memiliki kaitan erat dengan polusi udara, termasuk strok, penyakit kadiovaskular, dan kanker.

Oleh karena itu, Dante menekankan bahwa dengan memperbaiki kualitas udara di Indonesia, maka akan berdampak pada perbaikan kualitas hidup masyarakat Indonesia, terutama untuk kesehatan. Perbaikan kualitas udara penting untuk melindungi anak-anak, orang lanjut usia, dan kaum rentan lainnya. Mereka berhak mendapatkan kepastian bahwa udara yang dihirup tidak tercemar polutan yang membahayakan kesehatan.

Menyadari bahwa polusi udara adalah masalah bersama, Kemenkes telah mengintegrasikan data kualitas udara yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di aplikasi Satu Sehat milik yang bisa diakses secara aktual.

Integrasi data itu bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko beraktivitas di luar ruangan ketika kualitas udara sedang buruk.

Kemenkes juga terus meningkatkan sosialisasi mengenai dampak dari polusi udara kepada masyarakat, salah satunya mendorong penggunaan masker saat beraktivitas di luar ruangan ketika kualitas udara sedang berada dalam kategori tidak baik untuk kesehatan.


Penanganan polusi udara

Untuk mewujudkan udara sehat, langkah pertama adalah mengidentifikasi penyebab tercemarnya udara di Indonesia. Tidak hanya di kawasan megapolitan Jakarta tapi juga wilayah lain di Tanah Air yang kerap dihantui kabut asap pada periode tertentu setiap tahun.

Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Sigit Reliantoro menjelaskan polusi udara di Indonesia mayoritas disebabkan beberapa hal, yaitu kebakaran hutan dan lahan, berkaitan dengan energi seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), dan terakhir aktivitas urban.

Masing-masing dari faktor tersebut memerlukan penanganan khusus secara spesifik sehingga tidak dapat menggunakan pendekatan satu solusi untuk memecahkan semua masalah terkait polusi udara.

Yang dilakukan Kemenkes saat ini dimulai dari level meningkatkan kesadaran berbagai pemangku kepentingan. Tidak hanya itu, setiap kementerian dan lembaga terkait juga terus melakukan pemantauan dan memiliki data masing-masing terkait polusi udara.

Namun, perlu upaya lebih lanjut untuk menerjemahkan data-data yang ada di masing-masing sektor demi mendukung aksi konkret yang dilakukan di akar rumput.

Langkah nyata itu dilakukan ketika semua pihak sadar bahwa pencemaran udara merupakan isu bersama, bukan sebuah problem yang berusaha diselesaikan sendiri-sendiri.

Dia memberikan contoh kerja sama untuk menangani polusi udara dapat dilakukan seperti kolaborasi dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan.

Untuk mengatasi masalah tersebut, dibuat kelompok kerja diketuai kepala daerah di provinsi rawan kebakaran hutan dan lahan, yang berkonsultasi dengan kementerian/lembaga terkait membahas langkah-langkah penanganan berdasarkan pendekatan sains.

Pendekatan serupa dapat dilakukan dengan polusi udara. Kementerian dan lembaga sudah memiliki mekanisme pengawasan dan aturan terkait pencemaran udara di bidang masing-masing sehingga yang diperlukan adalah mengintegrasikan data yang dimiliki untuk diterjemahkan dalam implementasi di lapangan.

Namun, Sigit juga menyoroti bahwa untuk titik-titik tertentu seperti Jakarta dan sekitarnya memerlukan penanganan institusi termasuk keberadaan otoritas pemantau kualitas udara dalam menangani wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi serta kawasan industri seperti Kerawang dan Indramayu.

Pemerintah sendiri tidak berdiam diri terkait polusi udara. Pertemuan antarnegara di ISF 2024 kemudian menjadi salah satu ajang untuk membahas dan mencari solusi berdasarkan praktik baik yang sudah dijalankan di wilayah lain di dunia.

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Maritim dan Investasi Rachmat Kaimuddin mengatakan bahwa Indonesia menemui masalah yang sama dihadapi beberapa negara beberapa dekade lalu.

Identifikasi masalah tersebut sudah dilakukan dan menemukan bahwa kualitas udara dan transisi energi memiliki keterkaitan erat, bagaikan dua sisi dari satu koin yang sama.

Sumber masalahnya serupa yaitu pembakaran yang menciptakan emisi karbon dan menyebabkan polusi udara. Jika dapat menyelesaikan satu masalah tersebut, maka akan dapat menemukan solusi untuk masalah lainnya.

Dalam mencari solusi terkait hal itu, Pemerintah Indonesia kemudian mengangkat topik transisi energi menjadi salah satu bahasan utama di ISF. Salah satunya terkait sumber daya ramah lingkungan dan pendanaan untuk mendorong peningkatan penggunaan transportasi umum dan mengurangi polusi dari PLTU.

Pemerintah sudah mendorong peningkatan penelitian dan studi untuk mengurangi polusi PLTU dan gas buang kendaraan. Terdapat pula upaya untuk meningkatkan kualitas bahan bakar Indonesia, yang saat ini belum memenuhi standar Euro.

Langkah awal sudah dimulai di Jakarta dengan elektrifikasi bus TransJakarta, yang saat ini telah digunakan 100 bus listrik tunggal dan akan ditambah 200 bus lainnya pada akhir 2024. Terdapat pula komitmen pembelian 100 persen kendaraan listrik untuk bus tunggal baru pada masa mendatang.

Pemerintah juga mengevaluasi kemungkinan perluasan penerapan low emission zone (LEZ) atau zona rendah emisi.

Selain itu, fokus juga diberikan pada standar emisi PLTU di Indonesia yang saat ini masih tertinggal dibandingkan negara lain seperti China, India, Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Pemerintah Indonesia tengah mengevaluasi cara mengurangi emisi PLTU dan meningkatkan standar pada masa mendatang.

Salah satu rencananya adalah potensi memensiunkan PLTU Suralaya dan Cirebon, yang merupakan bagian dari 400 proyek yang teridentifikasi oleh Pemerintah untuk mendukung emisi nol bersih atau net zero emission dapat tercapai lebih cepat dari target pemerintah pada 2060.

Berbagai langkah tersebut memperlihatkan komitmen serius untuk menangani polusi udara sebagai upaya memberikan kualitas hidup terbaik bagi masyarakat Indonesia.