Palu (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Palu, Sulawesi Tengah bertekad melakukan revolusi besar terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang menjadi salah satu program prioritas jangka menengah 2025-2030.
"Penanganan sampah merupakan komitmen kami dalam menciptakan kota ini bersih dan sehat untuk dinikmati masyarakat," kata Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Palu Ibnu Mundzir, di Palu, Kamis.
Ia menjelaskan perubahan mendasar pengelolaan lingkungan untuk keberlanjutan pembangunan kota, yang mana dalam penerapan kebijakannya Pemkot Palu telah merumuskan dalam dokumen Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Dalam dokumen tersebut terdapat empat isu krusial yakni pengelolaan sampah dan limbah bahan berbahaya beracun (B3), alih fungsi lahan dan pertambangan.
"Dari empat isu itu, poin yang paling tinggi segera di tangani yakni sampah," ujarnya.
Revolusi pengelolaan dimaksud berangkat dari hulu hingga hilir, sampai pada perubahan gaya hidup masyarakat minim sampah, sebab hal yang fundamental dalam perspektif pengelolaan lingkungan hidup yakni gaya hidup masyarakat.
Oleh sebab itu, penerapan kebijakan ini ke depan membiasakan masyarakat menerapkan gaya hidup minim sampah, hingga eco living atau gaya hidup yang berkelanjutan dan ramah lingkungan menuju urban akupuntur sebagai arsitektural untuk memperbaiki lingkungan perkotaan.
"Melalui kebijakan tersebut menjadi mandat bagi DLH melakukan intervensi menangani gaya hidup minim sampah, gaya hidup yang berkelanjutan dan ramah lingkungan," tutur Ibnu.
Ia memaparkan permasalahan sampah sangat kompleks, sehingga Pemkot Palu mencari formula khusus supaya penerapannya lebih efektif.
Sebagaimana data DLH setempat bahwa sampah yang masuk di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) saat ini 30 persen merupakan sampah anorganik dan 70 persen sampah organik, yang paling banyak yakni food waste atau sisa makanan yang masih layak konsumsi tetapi dibuang.
"Bila sampah makanan hanya dibiarkan tanpa ada pemrosesan, maka akan berisiko memperpendek usia TPA, sementara itu Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menegaskan tidak ada lagi pembangunan TPA pada Tahun 2030," ucapnya.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi emisi gas metana yang ditimbulkan dari sampah organik di TPA.
"Menuju 2030 Pemkot terus memperkuat Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) di setiap wilayah, pengelolaan sampah di tingkat rumah tangga. Oleh sebab itu dibutuhkan kesadaran masyarakat dengan menyiapkan komposer di lingkungan masing-masing, termasuk membatasi penggunaan kemasan plastik sekali pakai secara mandiri," kata dia lagi.