Korban gempa: DPRD harus pro-aktif selesaikan masalah pascabencana
Pemerintah daerah hanya menyiapkan data yang dibutuhkan oleh pemerintah pusat. Mestinya pemerintah daerah diberi kewenangan karena mereka berhadapan langsung dengan dampak dan korban bencana. Kebijakan ini, membuat pemerintah daerah tidak dapat menga
Palu (ANTARA) - Korban gempa, tsunami dan likuefaksi di Kota Palu, Sulawesi Tengah yang didampingi Pasigala Centre, di Palu, Rabu, mendesak DPRD Sulteng untuk proaktif dalam menyelesaikan masalah terkait penanganan pascabencana.
"Pimpinan dan anggota DPRD yang baru (periode 2019-2024) secepatnya akan melakukan pertemuan multi stakeholder dan para korban untuk menyelesaikan masalah-masalah penanganan pascabencana dan DPRD proaktif melakukan evaluasi penanganan bencana oleh satgas penanggulangan yang dibentuk presiden, yang tidak efektif di Sulteng," kata Sekretaris Jenderal Pasigala Centre M Khadafi Badjerey, di Palu, Rabu.
Korban gempa, tsunami dan likuefaksi menggelar unjuk rasa menuju Kantor DPRD Sulteng, di Jalan Samratulangi, Palu Timur, Kota Palu. Aksi itu bertepatan dengan pelantikan Anggota DPRD Sulteng Periode 2019 - 2024.
Korban bisa masuk ke Gedung DPRD Sulteng setelah seremonial pelantikan berlangsung. Korban bencana di terima oleh calon Ketua DPRD Sulteng Dr Hj Nilam Sari Lawira bersama suaminya Ahmad M Ali yang merupakan Anggota DPR-RI dari Fraksi Partai NasDem yang hadir dalam pelantikan tersebut.
Dalam pertemuan itu, korban didampingi Pasigala Centre menyampaikan delapan tuntutan yang terdiri dari, percepat pemulihan pascabencana Sulawesi Tengah dengan memberi kewenangan penuh kepada pemerintah daerah. Cabut SK Gubernur tentang penetapan areal relokasi di Kota Palu.
Baca juga : Ketua DPRD Sulteng baru ingatkan tugas DPRD perjuangkan aspirasi rakyat
Kemudian, cabut SK Gubernur tentang dana dan stimulan huntap yang berbelit-belit. Hentikan pembahasan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sulawesi Tengah yang tidak berberspektif mitigasi bencana.
Selain itu korban bencana juga menuntut libatkan masyarakat dalam proses pemulihan pascabencana, alokasikan anggaran untuk penanganan dan pemulihan korban kekerasan.
Korban juga menyampaian bahwa, perbaikan sanitasi harus jadi prioritas, sebab sanitasi buruk membuat perempuan terpuruk. Terakhir, berikan hunian layak yang berperspektif gender, ramah anak, dapat diakses penyandang disabilitas dan lansia.
Khadafi menambahkan, persoalan yang juga mendasar pascabencana ialah,bahwa penanganan bencana Sulawesi Tengah tidak sepenuhnya memberi kewenangan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat.
"Pemerintah daerah hanya menyiapkan data yang dibutuhkan oleh pemerintah pusat. Mestinya pemerintah daerah diberi kewenangan karena mereka berhadapan langsung dengan dampak dan korban bencana. Kebijakan ini, membuat pemerintah daerah tidak dapat mengambil keputusan-keputusan yang sifatnya strategis dan mendasar sekaligus membuat korban sulit menuntut pertanggungjawaban haknya," ujar dia.***
"Pimpinan dan anggota DPRD yang baru (periode 2019-2024) secepatnya akan melakukan pertemuan multi stakeholder dan para korban untuk menyelesaikan masalah-masalah penanganan pascabencana dan DPRD proaktif melakukan evaluasi penanganan bencana oleh satgas penanggulangan yang dibentuk presiden, yang tidak efektif di Sulteng," kata Sekretaris Jenderal Pasigala Centre M Khadafi Badjerey, di Palu, Rabu.
Korban gempa, tsunami dan likuefaksi menggelar unjuk rasa menuju Kantor DPRD Sulteng, di Jalan Samratulangi, Palu Timur, Kota Palu. Aksi itu bertepatan dengan pelantikan Anggota DPRD Sulteng Periode 2019 - 2024.
Korban bisa masuk ke Gedung DPRD Sulteng setelah seremonial pelantikan berlangsung. Korban bencana di terima oleh calon Ketua DPRD Sulteng Dr Hj Nilam Sari Lawira bersama suaminya Ahmad M Ali yang merupakan Anggota DPR-RI dari Fraksi Partai NasDem yang hadir dalam pelantikan tersebut.
Dalam pertemuan itu, korban didampingi Pasigala Centre menyampaikan delapan tuntutan yang terdiri dari, percepat pemulihan pascabencana Sulawesi Tengah dengan memberi kewenangan penuh kepada pemerintah daerah. Cabut SK Gubernur tentang penetapan areal relokasi di Kota Palu.
Baca juga : Ketua DPRD Sulteng baru ingatkan tugas DPRD perjuangkan aspirasi rakyat
Kemudian, cabut SK Gubernur tentang dana dan stimulan huntap yang berbelit-belit. Hentikan pembahasan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sulawesi Tengah yang tidak berberspektif mitigasi bencana.
Selain itu korban bencana juga menuntut libatkan masyarakat dalam proses pemulihan pascabencana, alokasikan anggaran untuk penanganan dan pemulihan korban kekerasan.
Korban juga menyampaian bahwa, perbaikan sanitasi harus jadi prioritas, sebab sanitasi buruk membuat perempuan terpuruk. Terakhir, berikan hunian layak yang berperspektif gender, ramah anak, dapat diakses penyandang disabilitas dan lansia.
Khadafi menambahkan, persoalan yang juga mendasar pascabencana ialah,bahwa penanganan bencana Sulawesi Tengah tidak sepenuhnya memberi kewenangan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat.
"Pemerintah daerah hanya menyiapkan data yang dibutuhkan oleh pemerintah pusat. Mestinya pemerintah daerah diberi kewenangan karena mereka berhadapan langsung dengan dampak dan korban bencana. Kebijakan ini, membuat pemerintah daerah tidak dapat mengambil keputusan-keputusan yang sifatnya strategis dan mendasar sekaligus membuat korban sulit menuntut pertanggungjawaban haknya," ujar dia.***