Dalam dua hari terakhir ini, atmosfir di Pegunungan Matantimali diramaikan atlet-atlet paralayang yang berasal dari sejumlah negara dan daerah di tanah air mengikuti Kejurnas dan "Indonesia Open" 2013 yang akan berlangsung selama enam hari (1-6 Juni) 2013.
Dari Pegunungan Matantimali, kita bisa melihat Kota Palu dan sejumlah desa di Kabupaten Sigi. Pegunungan itu berada pada ketinggian sekitar 1.000 meter dari permukaan laut.
Namun lokasi kejuaraan tepatnya terletak di Desa Wayu, Kecamatan Marawola Barat pada ketinggian 800 meter dari permukaan laut.
Dari situlah para atlet paralayang satu per satu mulai terbang menggunakan parasut. Mereka terlihat begitu asyik melayang-layang seperti burung yang sedang menikmati keindahan langit dan udara.
"Ketika melayang-layang di udara, sepertinya tidak mau cepat-cepat mendarat," kata Ramlah, salah seorang atlet luar negeri asal Singapura yang ikut berlaga pada kejuaraan Indonesia Open berlangsung di Pegunungan Matantimali.
Ia mengatakan baru pertama kali menginjakan kaki di Pegunungan Matantimali yang ternyata sangat cocok bagi olah raga paralayang (paragliding).
Ramlah mengaku sudah beberapa kali tampil di berbagai kejuaraan paralayang, termasuk di Pulau Jawa, Sumatera dan Bali, tidak ada yang sama lokasinya dengan Matantimali.
Matantimali benar-benar lokasi tempat paralayang yang terbaik di Kawasan Asia Tenggara. "Lokasinya sangat bagus untuk tempat pelaksanaan kejuaraan yang bertaraf internasional," katanya.
Bahkan, ia menjamin, jika lokasi ini dijadikan tempat kejuaraan dunia, akan banyak atlet luar negeri datang ke sini.
Rasa kagum dan pujian juga dilontarkan atlet manacanegara asal Korea Selatan (Lee Dong Jin). Ia juga mengatakan bahwa lokasi ini sangat cocok untuk cross country.
Menurut dia, tempat tersebut sangat luar biasa dan menarik sekali.
Bahkan, jika pemerintah mampu mengelolahnya dengan baik akan menjadi salah satu sumber pendapatan devisa bagi daerah dan juga tentu masyarakat yang bermukim di sekitarnya.
Selain untuk tempat pelaksanaan berbagai kejuaraan, lokasi ini bisa menjadi obyek wisata dirgantara yang paling menarik dan banyak dikungjungi wisatawan mancanegara.
"Kalau sudah dikelolah dengan bagus, banyak wisatawan mancanegara yang memang sangat hoby dengan olah raga dirgantara datang ke sini," kata Lee.
Satu-satunya
Sementara Henning Paradigma, salah seorang atlet nasional yang juga ikut berlaga di Indonesia Open Matantimali mengatakan lokasi ini satu-satunya yang bisa dijangkau dengan kendaraan.
Hampir semua lokasi paralayang di Indonesia, termasuk di puncak Batu Malang (Jatim) tidak bisa dijangkau kendaraan. Jadi para peserta harus jalan kaki sambil memikul peralatan ke lokasi tempat terbang.
"Tapi di sini kendaraan bisa sampai di lokasi," katanya.
Ini yang membedakan lokasi paralayang di Pegunungan Matantimali dengan lainya di tanah air dan juga kawasan Asia Tenggara.
Henning juga mengaku bahwa Pegunungan Matantimali hingga kini terbaik di Kawasan Asia Tenggara dan cocok untuk cross country.
Menurut dia, lokasinya sangat potensial sekali untuk cross country.
Hening yang saat ini merupakan rengking pertama nasional untuk olah raga paralayang nomor cross country juga mendorong pemerintah daerah untuk mengembangkan lokasi ini menjadi obyek wisata dirgantara.
Jangan hanya menjadi lokasi tempat latihan atau kejuaraan, tetapi bisa dikembangkan menjadi obyek wisata karena memang sangat menarik dan kondisi alamnya luar biasa.
Para wisatawan mancanegara yang datang ke Sulteng akan suka untuk mengunjungi lokasi paralayang ini dan mereka pasti tertarik untuk tandem dengan atlet daerah.
Selain akan menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD), dan devisa, juga tentu atlet akan menerima tambahan penghasilan dari tandem.
Seperti lokasi paralayang yang ada di puncak bogor dan Batu Malang, kini menjadi salah satu obyek wisata paling menarik.
Setiap liburan Sabtu dan Minggu obyek wisata tersebut cukup banyak dikunjungi baik wisatawan domestik maupun mancanegara.
Di sana sekali tandem Rp300 ribu. "Tapi di berbagai negara di dunia, sekali tandem bisa sampai sejuta rupiah," katanya.
Karena itu, sangat disayangkan jika pemerintah daerah (Pemprov Sulteng) dan Pemkab Sigi tidak mengelolahnya menjadi obyek wisata dirgantara.
Pemkab Sigi
Sementara Sekretaris Pengda FASI (Federasi Aero Sport Indonesia), Asgaf mengatakan Pemkab Sigi sebenarnya sudah mulai mengelolah lokasi ini menjadi salah satu dari obyek wisata menarik di daerah itu.
Hanya saja, kata Asgaf, Pemkab Sigi belum sungguh-sungguh mengembangkannya. Terbukati meski sudah ada beberapa bangunan dibangun, tetapi belum dilengkapi sarana dan fasilitas pendukung.
Memang sudah ada beberapa bangunan tempat menginap dan MCK, tetapi airnya yang tidak ada. Begitu juga alat penerangan listrik belum tersedia.
Berikutnya, prasarana jalan harus ditingkatkan. Memang jalan masuk ke lokasi sudah ada, tetapi belum dilapisi aspal.
Menurut dia, jika semua sarana dan fasilitas penunjang sudah tersedia di lokasi,niscaya tempat ini akan menjadi obyek wisata dirgantara paling menarik di Indonesia.
Bahkan bisa saja paling menarik di dunia, sebab terus terang dan harus diakui bahwa lokasi paralayang Pegunungan Matantimali bisa digunakan terbang sepanjang tahun.
Sementara lokasi-lokasi lainnya di tanah air, tidak ada yang sama dengan di Matantimali. Di Batu Malang, kita hanya bisa terbang dalam enam bulan. Enam bulan berikutnya sudah tidak bisa lagi digunakan untuk kejuaraan karena kondisi cuaca tidak mendukung.
"Tapi di lokasi ini setiap hari sepanjang tahun bisa terbang," katanya seraya menambahkan, inilah yang menjadi keunikan Pegunungan Matantimali.
Sekarang ini tinggal bagaimana pemerintah provinsi (Pemprov Sulteng) dan Pemkab Sigi mengembangkannya menjadi aset wisata menarik yang dapat meraup devisa. (SKD)
