Komitmen Sulteng dukung diversifikasi pangan lokal

id pangan,diversifikasi pangan

Komitmen Sulteng  dukung  diversifikasi pangan lokal

Wagub Sulteng, Rusli Dg Palabbi (empat dari kanan) foto bersama saat peluncuran gerekan diversifikasi pangan lokal di Palu pada 19 Agustus 2020.(Antara/Anas Masa)

Palu (ANTARA) - Kementerian Pertanian pada 19 Agustus 2020 secara serentak di Tanah Air mencanangkan program Gerakan Diversifikasi Pangan Lokal dan Ekspose UMKM yang bergerak dalam produk-produk pangan.

Kegiatan itu juga ditandai dengan penandatangan MoU Lumbung Pangan Masyarakat antara Badan Ketahanan Pangan dengan Kementerian Desa PDTT yang disaksikan langsung oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

Menteri Syahrul Yasin Limpo menegaskan bahwa program tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap pangan lokal selain beras.

Indonesia memiliki berbagai sumber karbohidrat lain yang bisa dimanfaatkan serta dikonsumsi, bahkan bisa dijadikan sebagai sumber ekonomi.

Menanggapi program diversifikasi pangan lokal nonberas yang diluncurkan Kementerian Pertanian beberapa waktu lalu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah menyatakan sangat mendukung gerakan dimaksud.

Wakil Gubernur Sulteng, Rusli Dg Palabbi dalam peluncuran gerakan diversifikasi pangan lokal dan ekspose UMKM melalui live streamming dan diikuti sejumlah gubernur dan wakil gubernur beberapa daerah itu mengatakan sudah waktunya masyarakat, termasuk di Sulteng untuk melakukan diversifikasi pangan.

Hingga kini, masyarakat masih sangat tergantung pada pangan, khususnya beras sebagai makanan pokok.

Padahal, sejak dari zaman dahulu, nenek moyang atau para leluhur menjadikan pangan lokal nonberas seperti sagu,ubi-ubian dan pisang serta jagung sebagai makanan pokok dan kenyataannya mereka cukup sehat dan memiliki umur yang pajang, bahkan ada berumur sampai di atas 100 tahun.

Diversifikasi pangan lokal patut didukung semua pihak karena hal itu juga akan berdampak terhadap konsumsi beras (nasi) dengan sendirinya akan menurun.

Memang untuk bisa mengurangi konsumsi makanan dari beras (padi) tidak semudah membalikkan telapak tangan, perlu kerja keras terutama memberikan sosialisasi kepada masyarakat.

Sebab untuk merubah pola pikir dan kebiasaan masyarakat mengkonsumsi nasi menjadi pangan lokal nonberas, kata Wagub Rusli tidak gampang atau mudah.

Perlu sosialisasi yang terus menerus dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah, karena bagaimanapun, kebiasaan makan nasi sudah mendarah daging bagi masyarakat yang ada di nusantara ini.

Meski tidak mudah, tetapi sudah harus dari sekarang ini. "Kalau tidak kapan lagi," kata Wagub.

Kampanyekan

Wagub Rusli juga mengatakan sebagai bentuk dari dukungan Pemerintah Provinsi Sulteng terhadap gerakan diversifikasi pangan lokal dan juga ekspose UMKM, maka gerakan konsumsi pangan nonberas harus dilakukan secara proaktif.

"KIta karus proaktif mengkamnpanyekan baik diversifikasi pangan madun diversifikasi makanan nonberas," kata dia.

Menurutnya, jika program ini dilakukan secara terus-menerus,niscaya masyarakat,termasuk di Sulteng akan menjadi terbiasa untuk mengkonsumsi makanan dari bahan baku nonberas.

Dan jika hal ini terjadi, maka ketergantungan kepada bahan pokok makanan utama beras akan semakin berkurang sehingga dapat berdampak positif bagi impor beras dari luar.

Kalau sampai sekarang, kita impor beras dari sejumlah negara karena tingginya konsumsi beras di tanah air, maka suatu saat justru Indonesia akan menjadi negara pengekspor beras dan pangan lokal.

Karena itu, Wagub Rusli meminta mengkonsumsi makanan pangan lokal dari bahan baku jagung (beras jagung) ubu kayu, ubi jalar, pisang dan sagu haruslah dimulai dari kalangan pemerintah sendiri.

Dalam arti kata, yang harus memulai adalah pejabat maupun pegawai baru akan diikuti masyarakat. "Bagaimana kita mau mengajak masyarakat untuk makan pangan nonberas, jika kita sendiri (pejabat/pegawai) saja makan nasi.

Rusli juga mengatakan diversifikasi pangan sudah dilakukan dalam keluarganya.

"Saya dan keluarga selama seminggu dalam dua hari tidak makan nasi. Kami ganti dengan makanan dari ubi-ubian, nasi jagung dan sagu," ujarnya.

Itu sudah lama dilakukannya. Dan kami semua sehat-sehat, sebab pangan lokal nonberas juga memiliki karbohidrat dan gizi tidak kalah dengan nasi.

Hanya saja, tingkat karbohidratnya lebih rendah, tetapi bisa mencegah penyakit diabetes yang saat ini banyak diderita masyarakat.

"Saya boleh katakan kalau mau sehat dan terhindar dari berbagai penyakit, terutama diabetas, maka mulai sekarang ini kurangi makan nasi dan lebih banyak konsumsi pangan nonberas dan sayur-sayuran," kata Wagub Rusli.

BI siap bantu

Kepala Kantor Perwakilan BI Sulteng Abdul Majid Ikram mengatakan siap untuk mengkampanyekan secara masif konsumsi pangan lokal, khususnya nonberas di daerah itu.

"Pada prinsipnya, kami siap memasyarakatkan gerakan konsumsi pangan lokal, asal pemerintah menjamin ketersediaan bahan baku secara berkesinambungan," katanya.

Ia mengatakan mendukung sepenuhnya gerakan diversifikasi pangan lokal di kabupaten dan kota di Sulteng sebagai upaya pemerintah untuk membiasakan masyarakat mengkonsumsi pangan lokal, terutama nonberas.

Namun, pemerintah daerah juga harus menjaga ketersediaan pangan nonberas seperti talas,ubi kayu, ubi jalar, jagung,pisang dan lainnya.

"Jika pangan nonberas sudah menjadi makanan pokok masyarakat, stok harus selalu tersedia dalam jumlah yang memadai. Jangan sampai ketersediaannya kurang, maka hal itu dapat memicu harga di pasaran naik dan berdampak terhadap inflasi," ujar Abdul Majid.

Sebenarnya BI tidak punya kewenangan dalam kaitannya dengan pengembangan pertanian sampai dengan diversifikasi pangan lokal. Tapi karena ternyata ada kaitannya dengan pengendalian inflasi.

Beberapa komoditi pangan, kata dia, sering bergejolak, khusus di Sulteng adalah padi (beras), bawang dan lainnya.

BI katanya, selama ini telah bekerja sama baik langsung maupun tidak langsung beberapa kabupaten di Sulteng untuk pengembangan beberapa komoditi sampai pada pemasarannya.

"Inilah yang dilakukan BI terutama di Sigi, Banggai,Tojo Una-Una dan ke depan dengan Kabupaten Donggala," ujarnya.

Terkait dengan pangan lokal, BI sudah mendorong untuk konsumsi pangan nonberas. Bukan hanya di Sulteng, tetapi seluruh wilayah di Tanah Air.

Menurut dia, yang perlu dikaji adalah bagaimana pangan lokal ini menjadi alternatif,bahkan menjadi komoditas primer. "Tetapi kita juga harus siap dengan kuantitasnya agar harga di pasaran stabil," ujarnya.

Misalnya, ubi mungkin untuk saat ini belum menjadi pangan utama, tetapi jika sudah menjadi pangan utama, dipastikan permintaan pasar meningkat dan jika tidak diberengi dengan ketersediaan harganya bisa naik.

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sulteng, Trie Iriyani Lamakampali mengatakan sebenarnya program dimaksud sudah lama dilakukan di daerah ini.

Sulteng, kata Trie sudah lama melakukan gerakan diversifikasi pangan lokal dan juga gerakan makan pangan nonberas.

Hanya saja tidak dilakukan secara proaktif sehingga belum banyak berdampak terhadap masyarakat masih tinggi mengkonsumsi nasi (beras).

Dengan adanya program gerakan diversifikasi pangan lokal yang diluncurkan Kementerian Pertanian RI pada 19 Agustus 2020, diharapkan mendapat perhatian dan tindak lanjut dari semua daerah di Indonesia, termasuk di Provinsi Sulteng akan komit dengan program tersebut.

Apalagi, kata Trie, semua kabupaten/kota di Sulteng memiliki potensi besar untuk pengembangan komoditi-komoditi pangan nonberas.

Dia mencontohkan di Kabupaten Buol dan Morowali Utara merupakan daerah sentra komoditi sagu.

Sejak dahulu dua daerah di Sulteng itu sudah terbiasa makan sagu (dui bhs daerah Morowali Utara).

Di Kabupaten Banggai, Bangkep dan Bangga Laut ada namanya ubi banggai.

Ubi banggai merupakan makanan kearifan lokal yang sampai sekarang ini masih dikonsumsi masyarakat di daerah itu.

Guna mewujudkan program tersebut, maka mulai dari sekarang ini, kampanye makan makanan pangan lokal nonberas harus terus dimaksimalkan.
Pemprov Sulteng dorong masyarakat manfaakan pekarangan rumah untuk lahan pertanian hortikultura. (Foto Antara/Anas Masa).