Polisi tangkap pria usia lanjut karena cabuli tiga anak kandungnya

id Cabul, Anak Kandung, Luwuk, Banggai

Polisi tangkap pria usia lanjut karena cabuli tiga anak kandungnya

AR (60), pelaku dugaan pencabulan anak kandung di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, saat diamankan di Mapolres Banggai, Selasa (5/1). ANTARA/ Stepensopyan Pontoh

Luwuk, Banggai (ANTARA) - Seorang pria lanjut usia berinisial AR (60) yang pernah dikenakan hukuman penjara karena terkait kasus tindak pidana pencabulan di Kabupaten Banggai, kini diduga mengulangi perbuatan yang sama. Parahnya, pencabulan itu dilakukan kepada anaknya sendiri hingga melahirkan dua orang anak. Kemudian, anak hasil hubungan itu kembali dicabulinya pada akhir tahun 2020.
 
Kasat Reskrim Polres Banggai, AKP Pino Ary SIk mengungkapkan kasus itu ditangani penyidik berdasarkan laporan ibu dua anak berinisial FR (23). Berdasarkan pengakuan FR kepada penyidik bahwa awalnya ia berangkat ke Desa Ranga-Ranga Kecamatan Masama untuk menjenguk kakaknya yang tengah sakit pada 31 Desember 2020.
 
Tiba di sana, anak perempuannya berinisial RA (5) mengungkapkan bahwa anak tertua FR berinisial AP (8) telah disetubuhi AR. Mendengar informasi itu, FR pun langsung menanyakan kepada AP, dan diakuinya bahwa benar dirinya telah disetubuhi AR pada November 2020 di Mendono, Kecamatan Kintom. FR yang curiga dengan gelagat AR, ia pun menanyakan hal yang sama kepada adik perempuannya berinisial FI (10), dan diakui kalau dirinya juga telah disetubuhi AR saat berada di kebun Desa Ranga-ranga, Kecamatan Masama.
 
Penyidik yang menggali keterangan saksi hingga FR mengungkapkan perbuatan AR yang serupa sebelumnya terjadi pada dirinya, sehingga FR melahirkan dua orang anak, yakni AP dan RA.
 
Ibu muda yang juga merupakan anak dari pelaku AR ini menyampaikan kepada penyidik bahwa dirinya menjadi korban kebejatan ayahnya sejak duduk di bangku kelas empat sekolah dasar (SD), dan dirinya tidak bisa menghindar dari perbuatan bejat karena selalu diancam pembunuhan.
 
Kala itu, FR hanya bisa pasrah hingga ia melahirkan dua orang anak dari perbuatan ayahnya. Kepada warga dan ibunya, FR dipaksa AR untuk mengaku bahwa anak itu lahir atas hubungan dengan orang lain. Ibu dan warga sekitar percaya dan hanya menyalahkan FR ketika itu.
 
Namun saat anak dan adiknya kembali digarap sang ayah pada 31 Desember 2020, FR tampak tidak bisa menahan dan menutup aib keluarga atas apa yang menimpanya, sehingga ia melaporkan AR kepada pihak kepolisian pada 1 Januari 2021.
 
Setelah mengumpulkan bukti dan keterangan saksi, pihak kepolisian pun bergerak cepat mencari AR. Pada Selasa, 5 Januari 2021 polisi mendapatkan informasi bahwa pelaku AR berada di wilayah Kelurahan Mendono, Kecamatan Kintom.
 
Tim buru sergap (Buser) Polres Banggai langsung menyerbu salah satu rumah warga tempat AR berada, dan polisi berupaya menjemputnya dengan baik, namun tidak disangka AR melakukan perlawanan menggunakan sebilah badik menyerang petugas tersebut.
 
Dengan polisi bisa menghindar dari serangan AR, dan tidak butuh waktu lama, AR berhasil diamankan, setelah mendapatan serangan pukulan dari petugas. Ia langsung diborgol dan digiring ke Mapolres Banggai untuk proses lebih lanjut.

Menurut Kasat Reskrim Polres Banggai, AKP Pino Ary,  atas dugaan perbuatan pelaku AR itu dapat dikenakan tindak pidana hukuman sesuai pasal 81 ayat 1 subs pasal 82 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang penetapan Perppu nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi undang-undang, dengan ancaman hukuman penjara miniimal lima tahun dan maksimal 15 tahun, dengan denda paling banyak Rp5 miliar.
 
“AR ini adalah residivis kasus yang sama. Dulu korbannya juga anak kandung dari istri pertama. Untuk kasus kali ini jika menggunakan pasal itu maka akan ditambahkan sepertiga dari ancaman karena ini kasus kedua yang serupa,” ungkap AKP Pino Ary.
 
Terkait dengan ancaman hukuman kebiri yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 70 tahun 2020 tentang hukuman kebiri untuk pelaku kekerasan terhadap anak, Pino Ayr mengatakan penyidik masih akan berkoordinasi dengan jaksa, terkait dengan PP yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak itu.