Wabub Parimo pertanyakan landasan regulasi tes antigen berbayar CPNS

id Rapid tes, dinkesparimo, Wabub Parimo, Badrun Nggai, Pemkabparimo, ombudsman, Sofyan Farid,Sulteng

Parigi (ANTARA) -

Wakil Bupati Parigi Moutong Badrun Nggai mempertanyakan kepada pihak Dinas Kesehatan setempat tentang landasan regulasi rapid tes antigen berbayar terhadap calon pegawai negeri sipil (CPNS) yang mengikuti tahapan seleksi kompetensi dasar.
"Apa landasan regulasinya, kalau tidak ada, itu artinya pungutan liar. Saya sudah menginstruksikan Sekretaris Daerah meminta pihak Dinkes untuk mengklarifikasi kebijakan yang mereka buat," kata Badrun di Parigi, Senin.
Ia menjelaskan kebijakan tes antigen berbayar oleh Dinkes khusus CPNS itu tidak ada dari kepala daerah. Dan instansi terkait juga tidak boleh beralasan pungutan itu digunakan untuk insentif petugas kesehatan, sebab daerah telah menganggarkan dana insentif tenaga kesehatan melalui APBD dalam rangka penanganan COVID-19.
Selain itu, kalau pungutan tersebut legal harusnya di masukkan ke dalam kas daerah, bukan dikelola secara internal di instansi itu.
"Saya akan berkoordinasi dengan Inspektorat menindaklanjuti sekaligus pemeriksaan, karena informasi ini telah diketahui aparat penegak hukum," ujar Badrun.
Inspektur Inspektorat Kabupaten Parigi Moutong Adrudin Nur mengatakan, pihaknya segera membentuk tim sekaligus menjadwalkan memeriksa Kepala Dinas Kesehatan dalam rangka klarifikasi atas kebijakan tes antigen berbayar.
Kebijakan tersebut, kata dia, membebankan peserta tes kompetensi dasar sebesar Rp100 ribu per orang dari 1.200 peserta CPNS di kabupaten tersebut, yang mana alat rapid tes antigen itu merupakan hibah dari Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah.
"Pemanggilan Kepala Dinas Kesehatan kami rencanakan pekan ini, karena kami masih membentuk tim pemeriksa," ucap Adrudin.
Ketua Ombudsman RI perwakilan Sulawesi Tengah Sofyan Farid Lembah mengatakan kebijakan diterapkan Dinas Kesehatan Parigi Moutong tidak dibenarkan dan melanggar kode etik karena barang bantuan itu tidak boleh diberlakukan untuk kegiatan berbayar, kecuali alat yang digunakan adalah pengadaan langsung instansi terkait.
"Dinas Kesehatan terkesan berbisnis di momen pelaksanaan seleksi CPNS. kami meminta Inspektorat sebagai pemeriksa internal pemerintah agar agar menindaklanjuti laporan ini," demikian Sofyan.