Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monarfa berharap pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 5,2 sampai 5,5 persen year on year pada 2022 dapat merata di seluruh wilayah Indonesia.
Pada 2021 perekonomian belum pulih merata karena beberapa wilayah seperti Bali dan Papua Barat masih mengalami kontraksi, sementara wilayah lain seperti Maluku Utara, Papua, dan Sulawesi Tengah telah tumbuh di atas 10 persen.
"Subsektor industri juga masih ada yang terkontraksi sedemikian rupa," katanya pada Diskusi Publik Forum Masyarakat Statistik yang dipantau di Jakarta, Senin.
Indonesia juga menghadapi scarring effect akibat COVID-19 berupa penurunan produktivitas, hilangnya pekerjaan, hilangnya hasil belajar, pemulihan dunia usaha yang lambat, serta sistem kesehatan nasional yang mesti dibenahi.
Selain itu, lanjutnya, terdapat penyebaran COVID-19 varian Omicron yang lebih cepat dari varian lain, meski gejala penyakit yang ditimbulkan tidak separah varian Delta.
"Perekonomian global diperkirakan akan melambat pada 2022 dan 2023 yang menimbulkan resiko hard landing bagi negara berkembang," imbuhnya.
China juga mempercepat peralihan kepada Energi Baru dan Terbarukan (EBT) karena ingin segera mencapai target emisi karbon nol dengan perkembangan teknologi yang telah memadai.
Namun pada saat yang sama peralihan ini akan mengganggu kinerja perusahaan yang masih menghasilkan emisi karbon.
Sementara itu Bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (Fed) akan menaikkan suku bunga dan melakukan tapering off yang berpotensi menyebabkan capital outflow bagi Indonesia.
"Namun mudah-mudahan kita dapat lebih tahan menghadapi perkembangan The Fed," kata Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.