Putri yang tergabung dalam Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) itu melalui keterangannya pada Kamis mengatakan HSDD dapat disebabkan masalah psikis dan non-psikis atau adanya gangguan medis seperti permasalahan hormon dan kelainan fungsi organ.
"Umumnya, kondisi ini lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan pria, yakni 8,9 persen pada wanita usia 18 - 44 tahun dan 12,3 persen pada wanita usia 45 - 54 tahun," kata dia mengutip penelitian Parish.J.Sharon et al, 2016.
Putri yang berpraktik di RS Pondok Indah – Pondok Indah itu menuturkan, beberapa penelitian lainnya menyebutkan satu dari 10 wanita mengalami HSDD, dan sebanyak 32 persen wanita dan 15 persen pria berkemungkinan mengalami kehilangan hasrat yang dapat berlangsung hingga beberapa bulan.
Salah satu penyebab wanita lebih sering mengalami HSDD yakni adanya faktor perubahan hormon ketika menjelang dan memasuki usia menopause. Kondisi ini, menurut Putri, dapat menjadi masalah besar dan penting untuk diperhatikan apabila sudah mengganggu kualitas hidup serta terdapat kondisi medis yang mendasarinya.
"Kondisi ini tidak jarang mempengaruhi mental penderitanya, seperti stres, atau rusaknya hubungan dengan pasangan," kata Putri.
Umumnya, wanita dengan HSDD tidak memiliki keinginan untuk memikirkan segala hal mengenai seks hingga berhubungan intim, atau ketika berhubungan intim tidak didapatkan rasa nyaman atau kenikmatan. Hal ini akan berpengaruh pada proses siklus respons seksual sang wanita.
siklus respons seksual manusia
Putri lalu menjelaskan tahapan siklus respons seksual manusia, yakni desire atau keinginan, dorongan, dan motivasi untuk berhubungan. Dorongan ini biasanya timbul dengan adanya kerja dari otak (psikoneuroendokrin).
Selanjutnya, arousal atau gairah saat berhubungan. Pada fase ini tahap lubrikasi pada vagina, kerja jantung, dan pernapasan semakin cepat.
Berikutnya, orgasme. Menurut Putri, hubungan intim atau seksual yang sehat akan melewati fase ini hingga mencapai puncak kepuasan. Pernapasan dan kerja jantung semakin meningkat, tekanan darah meningkat, terjadinya kontraksi otot yang menghasilkan ejakulasi pada pria, dan kontraksi rahim serta vagina pada wanita.
Tahapan terakhir yakni resolution. Putri mengatakan, fase ini terjadi setelah tercapainya orgasme. Tubuh akan menjadi rileks dan nyaman, pernapasan dan kerja jantung kembali normal. Namun, apabila tidak terjadi orgasme, justru ketidaknyamanan yang akan dirasakan.
Apabila dari salah satu fase atau siklus ini tidak dilalui, maka rasa nyaman, kenikmatan, hingga orgasme tidak dapat dicapai. Alih-alih malah rasa nyeri dan terganggu yang dirasakan.
"Contohnya, wanita dengan gangguan pada arousal akan membuat daerah vagina menjadi kering karena kurangnya produksi lubrikan/pelumas untuk membasahi daerah vagina," kata Putri.
pemicu HSDD
Putri mengatakan HSDD dapat dipicu adanya masalah psikologis atau mental, seperti trauma, masalah dengan pasangan, faktor sosial seperti wanita pekerja yang sangat sibuk, terutama pada wanita usia menengah.
Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan oleh masalah medis seperti adanya perubahan hormon pada wanita menjelang dan ketika sudah menopause. Penurunan hormon estrogen menyebabkan kurangnya lubrikasi pada vagina dan menyebabkan rasa nyeri ketika berhubungan intim (dispareunia).
Gangguan pada sistem kerja otak, riwayat operasi pada organ reproduksi, serta konsumsi obat-obatan tertentu, juga dapat menjadi faktor pemicu.
Ada juga faktor pemicu HSDD lainnya seperti senyawa organik di otak yang bernama neurotransmiter tidak aktif, yang mengganggu hasrat dan fungsi seksual dan masalah sulit tidur yang menyebabkan seseorang mudah lelah.
Faktor lainnya bisa efek dari beberapa obat seperti obat antidepressant, obat kemoterapi, dan lain-lain, kemudian beberapa penyakit penyerta seperti diabetes, masalah jantung, inflammatory bowel disease (IBD), kanker, dan lain-lain. Kehamilan, persalinan atau sedang menyusui juga dapat menjadi pemicu.
Menurut Putri, orang dengan HSDD tak perlu khawatir karena masalah ini dapat ditangani dengan mengetahui terlebih dahulu penyebabnya.
Cara mengatasi dan menangani kondisi ini memerlukan pendekatan secara medis dan psikologis, serta adanya keinginan dari pihak suami dan istri.
"Jadi, apabila Anda sudah mulai mengalami gejala enggan berhubungan intim dengan pasangan, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter spesialis andrologi dan seksologi, atau dokter spesialis kedokteran jiwa/psikiater," demikian saran dia.
Selain itu, hal ini juga dapat disebabkan oleh masalah medis seperti adanya perubahan hormon pada wanita menjelang dan ketika sudah menopause. Penurunan hormon estrogen menyebabkan kurangnya lubrikasi pada vagina dan menyebabkan rasa nyeri ketika berhubungan intim (dispareunia).
Gangguan pada sistem kerja otak, riwayat operasi pada organ reproduksi, serta konsumsi obat-obatan tertentu, juga dapat menjadi faktor pemicu.
Ada juga faktor pemicu HSDD lainnya seperti senyawa organik di otak yang bernama neurotransmiter tidak aktif, yang mengganggu hasrat dan fungsi seksual dan masalah sulit tidur yang menyebabkan seseorang mudah lelah.
Faktor lainnya bisa efek dari beberapa obat seperti obat antidepressant, obat kemoterapi, dan lain-lain, kemudian beberapa penyakit penyerta seperti diabetes, masalah jantung, inflammatory bowel disease (IBD), kanker, dan lain-lain. Kehamilan, persalinan atau sedang menyusui juga dapat menjadi pemicu.
Menurut Putri, orang dengan HSDD tak perlu khawatir karena masalah ini dapat ditangani dengan mengetahui terlebih dahulu penyebabnya.
Cara mengatasi dan menangani kondisi ini memerlukan pendekatan secara medis dan psikologis, serta adanya keinginan dari pihak suami dan istri.
"Jadi, apabila Anda sudah mulai mengalami gejala enggan berhubungan intim dengan pasangan, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter spesialis andrologi dan seksologi, atau dokter spesialis kedokteran jiwa/psikiater," demikian saran dia.