Halmahera Persada Lygend produksi nikel sulfat pertama di Indonesia

id HPL,Harita Nickel,NCKL,IPO,Nikel,Ekonomi ,Hijau

Halmahera Persada Lygend produksi nikel sulfat pertama di Indonesia

Perusahaan pertambangan dan hilirisasi nikel milik Harita Grup PT Trimegah Bangun Persada Tbk resmi mencatatkan saham perdana atau IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (12/4/2023). ANTARA/Muhammad Heriyanto/am.

Jakarta (ANTARA) - PT Halmahera Persada Lygend (HPL) memproduksi nikel sulfat sebagai bahan baterai kendaraan listrik, yang menjadi pabrik pertama di Indonesia.

Anak perusahaan PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) yang berlokasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara itu telah memasuki tahap peningkatan yang signifikan atau ramping up untuk mencapai kapasitas produksi secara penuh.

Sekretaris NCKL Franssoka Y Sumarwi melalui keterangan resminya di Jakarta, Rabu, mengungkapkan pabrik nikel sulfat itu merupakan yang pertama di Indonesia, serta termasuk yang terbesar di dunia apabila dilihat dari segi kapasitas produksi.

"PT HPL untuk pertama kalinya berhasil memproduksi nikel sulfat kelas baterai pada 25 Maret 2023. Kami bersyukur karena ini merupakan tonggak sejarah pencapaian baru dalam sumber daya energi baru di Indonesia," katanya.

Dengan adanya perusahaan pertambangan itu, Indonesia akan tercatat sebagai bahan baku precursor katoda baterai kendaraan listrik. Karena itu, posisi Indonesia dalam peta industri baterai kendaraan listrik akan semakin bergengsi.

Franssoka mengungkapkan HPL terus menyempurnakan serta meningkatkan produksi hingga mencapai total kapasitas produksi 240 ribu metrik ton (mt) nikel sulfat per tahun pada pertengahan 2023.

Perusahaan yang sebelumnya telah menjadi pionir dalam produksi bauran nikel dan kobalt, mixed hydroxide precipitate (MHP) pada 2021 tersebut.

Tak hanya menghasilkan nikel sulfat, hilirisasi dan pemurnian MHP juga akan menghasilkan kobalt sulfat (CoSO4). Adapun nikel sulfat dan kobalt sulfat merupakan material inti pembuatan katoda sumber energi baru, yaitu baterai kendaraan listrik.

"Dua senyawa ini merupakan contoh nyata keberhasilan konservasi dan peningkatan nilai tambah mineral, karena berasal dari pengolahan dan pemurnian bijih nikel kadar rendah atau limonit yang sebelumnya tidak bisa diolah atau menjadi overburden. Teknologi yang tepat, yaitu high pressure acid leach (HPAL) dan etos kerja yang tinggi memungkinkan ini terjadi," ungkap Franssoka.

Kapasitas produksi HPL memungkinkan perusahaan untuk mengolah dan memurnikan seluruh produksi MHP menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat.

Namun pada 2023, anak usaha NCKL ini baru merencanakan untuk mengolah sekitar 50 persen MHP menjadi nikel sulfat.

HPL juga sedang menjajaki penjualan dengan beberapa pembeli potensial dan diperkirakan ekspor perdana nikel sulfat akan dilakukan pada awal Juni 2023.

"Ke depan, perusahaan akan terus meningkatkan seluruh rantai industri sumber daya nikel, serta menjadi perusahaan manufaktur bahan energi baru yang mengedepankan pengelolaan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat serta berkontribusi pada pengembangan industri," ujarnya.