Komunitas Buddhis Kadam Choeling Indonesia (KCI) memainkan gamelan selonding untuk mengiringi peringatan Hari Raya Tri Suci Waisak 2567BE/2023 se-Jabodetabek di Prasadha Jinarakkhita, Jakarta Barat.
"Jadi, ini kedua kalinya gamelan selonding dimainkan untuk mengiringi ritual di Jawa setelah keruntuhan kerajaan Buddha. Padahal, gamelan selonding dulu sering dimainkan di Jawa dan Sumatera," ujar Ketua Panitia Acara Waisak KCI 2023 Phoenix dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu.
Ia menjelaskan gamelan selonding merupakan alat musik pengiring upacara keagamaan dari peradaban Hindu-Buddha Nusantara. Gamelan tersebut mengiringi doa-doa dalam bahasa Kawi dan Sansekerta yang dilantunkan oleh lebih dari 300 orang.
Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Bali I Nyoman Mariana mengatakan gamelan selonding sudah digunakan pada masa kekuasaan Wangsa Warmadewa (882-914 M) yang bercorak Buddha dan diduga dimainkan oleh para biksu.
Raja pertama Wangsa ini diyakini merupakan keturunan dari Wangsa Syailendra yang memerintah kerajaan Buddha di Jawa dan Sumatera bernama Shri Kesari Warmadewa, juga dikenal dengan gelar Dalem Salonding.
"Ada jejak sejarah yang perlu diungkap kembali antara Hindu-Buddha. Ini salah satu perkembangan yang sekarang mulai direkonstruksi kembali oleh komunitas ini," ujar Mariana yang juga melatih tim selonding KCI.
Berbeda dengan gamelan jenis lain, kata dia, selonding tergolong gamelan berusia tua dan terbuat dari besi sehingga bisa menghasilkan kelenturan suara yang berbeda dibanding perunggu, serta bersistem nada pelog tujuh nada.
Gamelan selonding yang dimainkan pada peringatan Waisak merupakan set utuh, replikasi dari selonding besi langka yang merupakan gamelan tertua di Pulau Bali. Saat ini, selain di KCI, set utuh hanya tersisa di dua pura di Bali, yaitu Pura Besakih dan Pura Batur.
"Gamelan sudah berkembang, tidak hanya di Bali, dan sekarang di Indonesia dan bahkan sudah mendunia. Semoga bisa terus difungsikan dalam setiap ritual dan berkembang dari satu orang, dua orang, tiga orang, dan seterusnya," kata dia.
Di lingkungan umat Buddha, gamelan selonding baru pertama kali hadir kembali pada zaman modern pada tahun 2019, tepatnya pada acara Southeast Asia Lamrim Festival yang digelar oleh KCI bekerja sama dengan Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim Nusantara.
Ia menjelaskan gamelan selonding merupakan alat musik pengiring upacara keagamaan dari peradaban Hindu-Buddha Nusantara. Gamelan tersebut mengiringi doa-doa dalam bahasa Kawi dan Sansekerta yang dilantunkan oleh lebih dari 300 orang.
Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Bali I Nyoman Mariana mengatakan gamelan selonding sudah digunakan pada masa kekuasaan Wangsa Warmadewa (882-914 M) yang bercorak Buddha dan diduga dimainkan oleh para biksu.
Raja pertama Wangsa ini diyakini merupakan keturunan dari Wangsa Syailendra yang memerintah kerajaan Buddha di Jawa dan Sumatera bernama Shri Kesari Warmadewa, juga dikenal dengan gelar Dalem Salonding.
"Ada jejak sejarah yang perlu diungkap kembali antara Hindu-Buddha. Ini salah satu perkembangan yang sekarang mulai direkonstruksi kembali oleh komunitas ini," ujar Mariana yang juga melatih tim selonding KCI.
Berbeda dengan gamelan jenis lain, kata dia, selonding tergolong gamelan berusia tua dan terbuat dari besi sehingga bisa menghasilkan kelenturan suara yang berbeda dibanding perunggu, serta bersistem nada pelog tujuh nada.
Gamelan selonding yang dimainkan pada peringatan Waisak merupakan set utuh, replikasi dari selonding besi langka yang merupakan gamelan tertua di Pulau Bali. Saat ini, selain di KCI, set utuh hanya tersisa di dua pura di Bali, yaitu Pura Besakih dan Pura Batur.
"Gamelan sudah berkembang, tidak hanya di Bali, dan sekarang di Indonesia dan bahkan sudah mendunia. Semoga bisa terus difungsikan dalam setiap ritual dan berkembang dari satu orang, dua orang, tiga orang, dan seterusnya," kata dia.
Di lingkungan umat Buddha, gamelan selonding baru pertama kali hadir kembali pada zaman modern pada tahun 2019, tepatnya pada acara Southeast Asia Lamrim Festival yang digelar oleh KCI bekerja sama dengan Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim Nusantara.