Menumbuhkan nasionalisme religius di kalangan ASN

id nasionalisme,religius,ASN,pemkot surabaya

Menumbuhkan nasionalisme religius di kalangan ASN

Sejumlah ASN memgikuti Festival Banjari Modern di Graha Sawunggaling, Surabaya, Jumat (8/9/2023). (ANTARA/HO-Diskominfo Surabaya)

Surabaya (ANTARA) - Banyak cara untuk menumbuhkan semangat nasionalisme mulai dari menyanyikan lagu-lagu nasional, mempelajari budaya daerah, membaca buku sejarah perjuangan bangsa, menggunakan produk dalam negeri, mengikuti upacara dan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia, dan lain sebagainya.

Nasionalisme sangat penting bagi seluruh warga bangsa, warga negara Indonesia, apalagi bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). ASN dituntut untuk memiliki nasionalisme yang bersendikan Pancasila, yaitu pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila.

Seperti halnya nilai ketuhanan yang dapat ditunjukkan dengan bisa membedakan baik dan buruk, halal dan haram serta yang hak dan yang batil. Nilai ini dapat diwujudkan secara nyata dalam perilaku sehari-hari ASN, seperti religius, toleran, etos kerja, transparan, tanggung jawab, amanah, percaya diri, dan jujur.

Selain itu, nilai kemanusiaan yang ditunjukkan dengan masyarakat yang berlaku adil dan menghormati hak asasi orang lain. Pada konteks dapat dilihat dari perilaku ASN yang humanis, tenggang rasa, persamaan derajat, saling menghormati dan tidak diskriminatif.

Nilai selanjutnya adalah persatuan yang ditunjukkan dengan masyarakat yang siap sedia membela negara, siap sedia membela kehormatan bangsa, dan siap sedia menjaga kesatuan dan persatuan. Maka dalam konteks perilaku ASN dapat dilihat dari wujud nyata ASN yang cinta tanah air, rela berkorban, menjaga ketertiban, mengutamakan kepentingan publik dan gotong royong.

Sedangkan nilai kerakyatan dapat ditunjukkan dengan masyarakat yang tidak mau menang sendiri, tidak ngotot, tidak menghalalkan segala cara, tidak berbuat yang merugikan orang/kelompok lain. Nilai ini dapat diwujudkan secara nyata dalam perilaku sehari-hari ASN seperti melakukan musyawarah mufakat, kekeluargaan, menghargai pendapat dan bijaksana.

Sementara itu, nilai keadilan yang ditunjukkan dengan tidak mementingkan diri sendiri, kelompok atau golongan, memperhatikan nasib orang lain, gotong royong, dan seperti peribahasa ringan sama dijinjing berat sama dipikul. Nilai ini dapat diwujudkan secara nyata dalam perilaku sehari-hari ASN seperti bersikap adil, tidak serakah, tolong menolong, kerja keras dan sederhana.

Pancasila menjadikan nilai-nilai moral ketuhanan sebagai landasan pengelolaan kehidupan dalam konteks masyarakat yang majemuk, tanpa menjadikan salah satu agama tertentu mendikte negara.

Maka, nilai-nilai Pancasila di atas adalah hal yang sangat penting bagi ASN apapun profesinya, dimanapun berada, dan bagaimanapun kondisi lingkungan kerjanya. Jika sudah memiliki nilai nasionalisme Pancasila, tidak ada yang harus dikecewakan, tidak ada yang harus disesali. Selagi nilai-nilai itu masih tertanam dalam diri, apapun masalahnya ASN harus bisa memberikan solusi demi kemajuan bangsa.

Nasionalisme religius

ASN menjadi ujung tombak penguatan wawasan kebangsaan dan moderasi beragama. Dengan itu, setiap ASN harus memiliki orientasi berpikir mementingkan kepentingan publik, bangsa dan negara. ASN berpikir tidak lagi sektoral, tetapi akan senantiasa mementingkan kepentingan yang lebih besar yakni bangsa dan negara.

Semangat itu yang telah dicontohkan para pejuang kemerdekaan terdahulu. Salah satunya, KH Agus Salim yang mampu menyatukan nilai-nilai agama dengan dialektika kenegaraan. Tokoh bangsa ini mencoba "menikahkan" Islam dan Nasionalisme atau yang banyak dikenal dengan nasionalisme religius..

Nasionalisme religius yang diusung Haji Agus Salim saat itu bisa dikatakan untuk menentang nasionalisme sekuler. Artinya, Islam dan Nasionalisme yang ada dalam benak Agus Salim menggerakkan dirinya untuk memperjuangkan hidup merdeka, beragama, dan tampil bermartabat di muka bumi.

Oleh karena itu, antara nilai-nilai agama dengan nilai-nilai kebangsaan seharusnya tidak perlu dipertentangkan karena keduanya bisa saling melengkapi. Keduanya bisa saling membangun kepercayaan karena pada titik tertentu memiliki tujuan yang sama, yaitu kedamaian dan kesejahteraan bagi warga atau pemeluknya.

Bagi kelompok yang masih mencoba memperjuangkan konsep-konsep yang bertentangan dengan kesepakatan berbangsa, maka perlu kembali kepada konsensus kebangsaan, yaitu Pancasila.

Sejarah telah membuktikan bahwa Pancasila telah memberikan warna yang khas dan mampu membentuk sistem yang fleksibel (costumable) di negara ini, antara umat beragama dengan warga negara.

Untuk itu, ASN harus ikut berkontribusi secara nyata agar nilai-nilai agama tetap memberi warna bagi kehidupan masyarakat. ASN harus bisa menjadi agen untuk menyebarkan nilai-nilai baik, termasuk melalui media sosial.

Semangat nasionalisme religius itulah yang selalu ditekankan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi kepada para ASN di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya.

Bahkan, dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1445 Hijriah, pemerintah kota ini menggelar Festival Al Banjari Modern yang terlaksana pada 8-9 September 2023.

Festival kesenian religius yang baru pertama kali digelar itu diikuti kalangan ASN dari 65 organisasi perangkat daerah (OPD) baik dari dinas, badan maupun kecamatan. Terdapat tiga orang tim juri dari luar pemkot yang menjadi penilai dalam Festival Al Banjari. Setiap tim peserta menggunakan seragam atau kostum bernuansa Islami.

Banjari merupakan penerapan seni yang lebih bervariasi dari hadrah, sebagai cikal bakal dari lahirnya kesenian al-banjari itu sendiri. Al Banjari mulai berkembang di era 90-an yang dipelopori oleh Abdul Karim Al Banjari. Perbedaan hadrah dengan banjari itu sendiri adalah perbandingan karakter dalam pukulan dan vokalnya.

Tujuan adanya Al Banjari ini adalah sebagai media dakwah yang disampaikan melalui nyanyian dzikir atau selawat yang bertemakan pesan-pesan agama dan juga pesan-pesan sosial budaya.

Melalui Festival Al Banjari, wali kota ingin menanamkan rasa nasionalisme dan religius kepada seluruh jajarannya di Pemkot Surabaya. Apabila rasa nasionalisme ini tidak didasari religius dan iman, maka hal itu akan sia-sia.

Demikian pula dalam konteks sebuah pekerjaan juga akan menjadi sia-sia jika tidak didasari rasa religius dan iman. Jika sudah didasari religius, maka secara otomatis akan berdampak terhadap kerjanya, menjadi lebih ikhlas. Jika kerja didasari dengan rasa ikhlas, maka kerja tidak akan merasa berat. Begitu pula setiap kegiatan atau pekerjaan apapun didasari dengan iman dan agama, maka akan bisa tercapai pada titik puncaknya.

ASN juga didorong untuk meneladani kegigihan yang ditunjukkan oleh para pejuang saat merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Mereka semangat bergotong royong untuk mewujudkan kemaslahatan umat melalui peningkatan kinerja tanpa melihat perbedaan apapun.

Di era sekarang, masih banyak persoalan di tengah masyarakat yang harus ditangani oleh pemerintah daerah, seperti kemiskinan, stunting, dan pengangguran. Oleh karena itu, kinerja para ASN sudah semestinya untuk mendukung penyelesaian persoalan-persoalan yang ada, demi kepentingan masyarakat, bukan kepentingan yang sifatnya pribadi atau golongan tertentu.

Nilai religius dan nasionalisme yang terus dipupuk oleh Pemerintah Kota Surabaya melalui kegiatan-kegiatan bernuansa agama serta kecintaan kepada tanah air, diharapkan mampu mewarnai kinerja para karyawannya guna melayani masyarakat secara maksimal dan lebih humanis.