Palu (ANTARA) - Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu, Sulawesi Tengah menyuarakan kepada dunia bahwa Menteri Agama (Menag) layak ditetapkan untuk mendapatkan penghargaan nobel perdamaian internasional.
"Atas nama civitas UIN Datokarama Palu kami mengusulkan kepada dunia internasional bahwa Menag layak untuk mendapatkan nobel perdamaian sebagai tokoh lintas Agama berpengaruh," kata Rektor UIN Datokarama Palu Prof Lukman Thahir saat menyampaikan pesan almamater wisuda ke-45 sarjana, magister, dan doktor UIN Datokarama Palu, Minggu.
Ia mengemukakan, Menag Nasaruddin Umar telah membuktikan bahwa dialog lintas iman bukanlah wacana, melainkan tindakan nyata yang menyalakan harapan.
Menurutnya hari ini kampus-kampus UIN tidak hanya sedang mewisuda sarjana, magister, dan doktor, tetapi juga sedang merayakan cahaya ilmu yang menuntun manusia menuju kebijaksanaan.
"Tokoh ini (Nasaruddin Umar) bukan sekadar Menteri Agama tetapi jembatan nurani yang menghubungkan Timur dan Barat, Islam dan Kristen, tradisi dan modernitas, serta iman dan kemanusiaan," ujarnya.
Ia mengatakan dunia telah menyaksikan kiprah Menag, ketika Paus Fransiskus Jorge Mario Bergoglio melangkah ke Masjid Istiqlal, dua sosok besar berdiri di satu panggung spiritual yaitu Paus Fransiskus mencium tangan Nasaruddin, lalu sebaliknya Menag mengecup kepala Paus.
Itu bukan sekadar gestur, tetapi doa yang berwujud tindakan, pesan bahwa kasih dan perdamaian tidak membutuhkan penerjemah agama.
"Tiga hari yang lalu, sejarah kembali berulang. Nasaruddin berdiri di jantung Vatikan, menyampaikan orasi perdamaian kepada dunia," ucapnya.
Menag berziarah ke makam sahabatnya Paus Fransiskus yang telah wafat, dan memeluk Paus yang baru Paus Leo XIV, Robert Francis Prevost seolah menegaskan bahwa persahabatan lintas iman tidak berhenti oleh kematian, tetapi berlanjut dalam cinta yang abadi.
Kata dia, Prof Nasaruddin Umar pernah berkata ketika agama kehilangan kasih, ia kehilangan Tuhan. Dan Paus Fransiskus menjawab dalam gestur yang tak terucap, dengan pelukan yang menembus sekat iman dan agama.
"Pak Menteri tidak berjalan di jalan yang mudah. Ia menempuh jalan sunyi, jalan yang sering sepi dari tepuk tangan, tetapi penuh doa dari langit," tutur Lukman.
Kata dia lagi, dari Istiqlal ke Vatikan, dari mihrab ke altar, dari Indonesia untuk dunia, Menag telah menunjukkan bahwa agama sejati bukan untuk memisahkan, tetapi memeluk.
Di tengah dunia yang mudah terbakar oleh kebencian, tokoh itu memilih menjadi air yang memadamkan, menjadi kata yang menenangkan, dan menjadi wajah Islam yang tersenyum.
"Kepada dunia, kami ingin mengatakan dari Palu, dari Indonesia, dari kampus ini kami ikut menjaga dan mengawal nyala perdamaian global dari spirit dan semangat kemanusiaan," kata dia memaparkan.
Perdamaian bukan sekadar diplomasi antarnegara, tetapi doa yang hidup di dada para ulama dan orang-orang beriman. Agama dan kemanusiaan bukan dua jalan yang berbeda, melainkan satu napas dalam rumah besar cinta Tuhan.
