Nelayan Sulteng Belajar Tangkap Tuna di Bitung

id Menangkap tuna Bitung

Nelayan Sulteng Belajar Tangkap Tuna di Bitung

Ikan tuna (ANTARA/Fiqman Sunandar)

...produktivitas tangkapan tuna nelayan Sulut yang mengadopsi cara nelayan Filipina jauh lebih efektif dibanding nelayan Sulteng yang menerapkan cara nelayan Mandar dari Sulawesi Barat."

Palu (antarasulteng.com) - Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah mengirim sebuah tim di Bitung, Sulawesi Utara, untuk melakukan studi banding dalam kiat menangkap ikan tuna yang efektif serta teknis pengolahannya agar menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi.

Anggota tim berjumlah sekitar 25 orang, terdiri atas pejabat dari Dinas Kelautan dan Perikanan, 10 orang anggota Komisi II DPRD Sulteng yang membidangi masalah ekonomi dan pembangunan, tokoh politik senior Pemprov Sulteng Drs H karim Hanggi, dua orang pengusaha pengumpul ikan serta enam orang nelayan tangkap dari Donggala dan Poso.

Selama berada di Bitung, 4-6 Desember 2012, tim mengunjungi Balai Pendidikan dan Pelatihan Perikanan (BPPP) Bitung, Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bitung dan dua buah industri pengolahan ikan di kompleks PPS setempat.

Kepala Dinas KP Sulteng DR Ir H. Hasanuddin Atjo, MP menyebutkan bahwa studi banding itu mempunyai dua tujuan pokok yakni mempelajari cara nelayan Sulut menangkap ikan tuna yang mengadopsi cara-cara nelayan Filipina serta mempelajari teknis pengolahan hasil tangkapan agar nilai tambahnya tinggi.

Selain itu, tim juga akan menghimpun masukan dari PPS Bitung sehubungan dengan rencana Pemprov Sulteng membangun Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) di Ogotua, Kabupaten Tolitoli, mulai tahun 2013 dan mengoperasikan sejumlah PPS yang sudah ada di daerah ini.

Menurut Hasanuddin Atjo, produktivitas tangkapan tuna nelayan Sulut yang mengadopsi cara nelayan Filipina jauh lebih efektif dibanding nelayan Sulteng yang menerapkan cara nelayan Mandar dari Sulawesi Barat.

"Nelayan tuna Bitung kalau turun ke laut mereka tinggal di rumpon sampai 20 hari sementara hasilnya dijemput kapal untuk dibawa ke darat. Namun nelayan tuna Sulteng, turun bersama-sama ke laut dan dalam beberapa hari saja, pulang ramai-ramai ke darat setelah ada tangkapan. Ini cara yang boros waktu, tenaga dan sumber daya lainnya," ujarnya.

Dalam teknik mengail ikan, katanya, nelayan Sulut menggunakan pemberat sementara dan tinta ikan cumi yang diikatkan di pemberat tersebut. Saat tali kail mencapai kedalaman tertentu (bisa sampai 100 meter), tali itu disentak dan pemberat sementara akan lepas lalu tinta cumi menyebar ke air dan ini akan merangsang tuna mendekat memakan umpan yang melayang-layang di dalam laut seperti ikan hidup karena pemberatnya sudah terlepas.

Di bidang pengolahan, katanya, cara nelayan Bitung serta dukungan sarana dan fasilitas jauh lebih baik dibanding nelayan Sulteng sehingga harga jual berbeda jauh antara Palu dan Bitung.

"Harga rata-rata tuna di Bitung bisa mencapai tujuh dolar AS/kg, sedangkan di Donggala hanya tiga dolar AS/kg," ujarnya.

Untuk itu, Dinas KP Sulteng menempatkan enam nelayan penangkap ikan dari Donggala dan Poso di BPPP Bitung untuk belajar selama 20 hari mengenai teknik penangkapan dan pengolahan tuna tersebut.

Sedangkan di PPS Bitung, tim mempelajari cara pengelolaan PPS untuk mendukung program Dinas KP Sulteng membangun PPI di Ogotua dan merevitalisasi sejumlah PPI lainnya di beberapa kabupaten.

Ketua Komisi II Bidang Ekonomi dan Pembangunan DPRD Sulteng, Yus Mangun menilai, studi banding tersebut memiliki manfaat yang besar karena Bitung jauh lebih maju dalam mengelola industri perikanan.

"DPRD akan menjadikan hasil studi banding ini sebagai bahan kajian dalam membahas bersama eksekutif berbagai program pembangunan sektor kelautan dan perikanan di masa mendatang," ujarnya.

Gubernur Sulteng Longki Djanggola, kata Yus Mangun, mempunyai visi untuk mensejajarkan daerahnya dengan provinsi maju di kawasan timur Indonesia melalui pengembangan agribisnis dan kelautan dengan menciptakan SDM yang berdaya saing.

Untuk mengimplementasikan visi itu, sektor kelautan dan perikanan mendapat perhatian penting, sehingga dalam kurun waktu 2011 sampai 2012, anggaran sektor Kelautan dan Perikanan Sulteng naik dua kali lipat dari sekitar Rp24 miliar pada 2011 menjadi Rp50 miliar tahun 2012.

"Selain nominalnya meningkat sangat signifikan, alokasinya juga sebagian besar atau sekitar 80 persen adalah untuk belanja publik yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat," ujarnya. (T.R007)


Editor : Rolex Malaha
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.