Tim hukum TKN: Ketidaknetralan Polri-Inteljen bersifat asumtif dan tendensius
Dalil pemohon mengenai ketidaknetralan aparat bersifat asumtif dan tendensius karena didasarkan pada dugaan-dugan yang keliru dan tidak berdasar
Jakarta (ANTARA) - Anggota tim hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) I Wayan Sudirta menyebut dalil pemohon yakni kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) terkait ketidaknetralan aparat polisi dan inteljen bersifat asumtif dan tendensius.
Hal tersebut disampaikan Wayan dalam pembacaan eksepsi tim hukum TKN di sidang lanjutan perkara sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (18/6).
"Dalil pemohon mengenai ketidaknetralan aparat bersifat asumtif dan tendensius karena didasarkan pada dugaan-dugan yang keliru dan tidak berdasar," ujar Wayan.
Wayan menyebut pihak pemohon tidak menguraikan secara jelas dan spesifik kejadian pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian dan inteljen hingga akibat serta hubungannya dengan perolehan suara pasangan calon.
"Terkait netralitas Polri, Kapolri di setaip kesempatan menyampaikan dan memerintahkan jajarannya agar selalu bersikap netral dan tidak memihak. Bahkan untuk memperkuat peneguhan sikap tersebut, Kapolri telah mengeluarkan perintah tertulis agar aparat Kepolisian menjaga netralitasnya," ujar dia.
Selain itu, tim hukum TKN menyebut tuduhan lainnya dari bukti-bukti yang ditunjukkan tim hukum BPN bersifat mengada-ada dan tidak mendasar.
Seperti bukti pengakuan Kapolsek Pasirwangi Kabupaten Garut AKP Sulman Aziz, yang mengaku diperintahkan untuk menggalang dukungan untuk paslon 01 adalah tidak benar. Tuduhan itu telah dibantah AKP Sulman Aziz berdasarkan video pengakuannya di media sosial, dan tidak berdampak pada perubahan jumlah suara.
Kemudian indikasi ketidaknetralan Polri karena adanya akun @AlumniShambar sebagai akun induk tim buzzer anggota berdasarkan cuitan akun Twitter pseudonim @Opposite6890 dianggap tidak jelas siapa penanggungjawabnya dan kontennya kebanyakan bersifat hoaks.
Selanjutnya, pendataan dukungan capes yang dilakukan Polri sebagaimana pengakuan Haris Azhar. Tim hukum TKN menyebut temuan fakta bahwa perisitwa tersebut tidak pernah dilaporkan tim hukum BPN kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan sudah sepatutnya dikesampingkan oleh Mahkamah Agung.
Terakhir, tuduhan ketidaknetralan inteljen berdasarkan pernyataan Presiden RI 2004-2014 Susilo Bambang Yudhoyono pada jumpa pers 23 Juni 2018 di Bogor. Tim hukum TKN membantah pernyataan tersebut tidak berhubungan dengan Pemilu 2019, melainkan Pilkada serentak 2018.
"Pemohon memenggal konteks ucapan SBY dan membuat penggiringan serta memanipulasi pernyataannya seakan terkair dengan situasi Pemilu 2019. Aras tuduhan tersebut, maka dalil pemohon 'a quo' patut dikesampingkan Mahkamah," ujar Wayan.
Hal tersebut disampaikan Wayan dalam pembacaan eksepsi tim hukum TKN di sidang lanjutan perkara sengketa Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa (18/6).
"Dalil pemohon mengenai ketidaknetralan aparat bersifat asumtif dan tendensius karena didasarkan pada dugaan-dugan yang keliru dan tidak berdasar," ujar Wayan.
Wayan menyebut pihak pemohon tidak menguraikan secara jelas dan spesifik kejadian pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian dan inteljen hingga akibat serta hubungannya dengan perolehan suara pasangan calon.
"Terkait netralitas Polri, Kapolri di setaip kesempatan menyampaikan dan memerintahkan jajarannya agar selalu bersikap netral dan tidak memihak. Bahkan untuk memperkuat peneguhan sikap tersebut, Kapolri telah mengeluarkan perintah tertulis agar aparat Kepolisian menjaga netralitasnya," ujar dia.
Selain itu, tim hukum TKN menyebut tuduhan lainnya dari bukti-bukti yang ditunjukkan tim hukum BPN bersifat mengada-ada dan tidak mendasar.
Seperti bukti pengakuan Kapolsek Pasirwangi Kabupaten Garut AKP Sulman Aziz, yang mengaku diperintahkan untuk menggalang dukungan untuk paslon 01 adalah tidak benar. Tuduhan itu telah dibantah AKP Sulman Aziz berdasarkan video pengakuannya di media sosial, dan tidak berdampak pada perubahan jumlah suara.
Kemudian indikasi ketidaknetralan Polri karena adanya akun @AlumniShambar sebagai akun induk tim buzzer anggota berdasarkan cuitan akun Twitter pseudonim @Opposite6890 dianggap tidak jelas siapa penanggungjawabnya dan kontennya kebanyakan bersifat hoaks.
Selanjutnya, pendataan dukungan capes yang dilakukan Polri sebagaimana pengakuan Haris Azhar. Tim hukum TKN menyebut temuan fakta bahwa perisitwa tersebut tidak pernah dilaporkan tim hukum BPN kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan sudah sepatutnya dikesampingkan oleh Mahkamah Agung.
Terakhir, tuduhan ketidaknetralan inteljen berdasarkan pernyataan Presiden RI 2004-2014 Susilo Bambang Yudhoyono pada jumpa pers 23 Juni 2018 di Bogor. Tim hukum TKN membantah pernyataan tersebut tidak berhubungan dengan Pemilu 2019, melainkan Pilkada serentak 2018.
"Pemohon memenggal konteks ucapan SBY dan membuat penggiringan serta memanipulasi pernyataannya seakan terkair dengan situasi Pemilu 2019. Aras tuduhan tersebut, maka dalil pemohon 'a quo' patut dikesampingkan Mahkamah," ujar Wayan.