Palu (antarasulteng.com) - "Wow....airnya lebih bening dan biru dari kolam renang," ujar Aprisal, seorang pengunjung saat menginjakkan kaki di atas dermaga kayu di lokasi wisata Pantai Ide, Sorowako, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan belum lama ini.
Sementara duduk di atas jembatan kayu yang menjorok 100-an meter ke tengah danau itu, ia terus mencedok air dengan telapak tangannya lalu berujar, "indah sekali, bersih dan jernih."
Yang dikagumi wartawan sebuah koran harian di Kota Palu, Sulawesi Tengah itu adalah air Danau Matano di Kabupaten Luwu Timur, serta panorama indah yang disajikan `kolam air tawar` berwarna biru tua seluas 130 kilometer persegi tersebut.
Kekaguman Ichal, panggilan akrab Aprisal bersama 18 wartawan lainnya dari Kota Palu itu semakin menjadi-jadi ketika sebuah kapal wisata (raft) milik PT. Vale Indonesia, Tbk meluncur ke tengah danau dan menyusuri pantai yang dibungkus hutan lebat nan hijau Pegunungan Verbeec.
"Kalau anda mengelilingi seluruh pantai ini, anda tak akan menemukan sedikitpun air danau yang keruh apalagi kuning kecoklat-coklatan," ujar Denius Alimbuto, pengemudi kapal wisata milik Vale Indonesia (dulu bernama Inco) yang menambang nikel di tepi danau tersebut.
Apa yang diucapkan Denius tersebut bisa dibuktikan kebenarannya ketika menumpang pesawat propeler berkapasitas 50 orang milik perusahaan yang menerbangi secara rutin rute Sorowako-Makassar pergi pulang sekali setiap hari.
Menjelang mendarat di Bandara Sorowako yang juga milik perusahaan penambangan nikel dalam matte terbesar di dunia ini, akan terlihat jelas ribuan hektare lahan terbuka berwarna kuning kecoklatan -- hanya sekitar satu kilometer dari tepian danau -- yang sedang ditambang untuk diambil nikelnya.
Namun sejauh mata memandang ke atas permukaan danau terdalam ke delapan di dunia itu (1.969 kaki atau 600-an meter), semuanya berwarna biru, tak sedikitpun airnya yang tampak kuning kecoklatan.
Itu sebabnya, Danau Matano yang bisa dijangkau dengan penerbangan dari Makasar selama satu jam atau bis selama 10 jam itu, hingga kini tetap menjadi tempat wisata yang kian digemari karena tidak mengalami perubahan ekosistem sekalipun kegiatan penambangan nikel di sekitarnya terlah berangsung empat dasawarsa.
Dengan panorama indah yang dikelilingi oleh pegunungan Verbec, danau ini sangat layak dijadikan tujuan wisata. Pasir pantainya yang putih bersih, dengan ombak yang ramah, merupakan tempat berolahraga air yang nikmatsemisal renang, layar, ski air, kano dan menyelam.
Kecerahan air yang masih tembus pandang sampai kedalaman 23 meter sangat menggoda untuk olahraga snorkling dan diving, apalagi ikan-ikan yang hidup di danau ini merupakan ikan yang sangat khas dan tidak dijumpai di daerah lain.
Beberapa event lokal dan nasional pernah diselenggarakan disana, antara lain lomba perahu dayung tahunan, sunday market, old and new year party, sampai kompetisi renang nasional menyeberangi Danau Matano dari Desa Nuha ke Sorowako berjarak 10 kilometer.
Best mining practice
Terpeliharanya kelestarian dan keaslian danau beserta ekosistemnya meski di sekitarnya marak pembukaan lahan untuk penambangan dan permukiman, merupakan bukti nyata dari komitmen perusahaan menerapkan cara terbaik dalam praktik penambangan (best mining practice).
Aktivitas penambangan nikel di tepi Danau Matano sudah berlangsung selama empat puluh tahun setelah Pemerintah Indonesia menandatangani kontrak karya yang memberikan konsesi sekitar 190.000 ha kepada PT. Inco asal Kanada untuk mengeksploatasi potensi nikel di Kecamatan Nuha, Kabupaten Luwu Timur pada 1968.
General Manager Communication PT. Vale Indonesia, Tbk Teuku Mufizar Mahmud menegaskan bahwa perusahaan memiliki komitmen kuat untuk menerapkan sistem manajemen lingkungan, kesehatan dan keselamatan sesuai dengan praktik-praktik terbaik (best practice).
Perusahaan yang berpusat di Brazil ini secara terus menerus melakukan pengelolaan dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan dan pengolahan bijih nikel seperti pengelolaan kualitas air, emisi udara, limbah B3 dan rehabilitasi lahan dan pengendalian sedimen.
"Khusus di bidang lingkungan, perusahaan membelanjakan rata-rata Rp80 miliar setiap tahun untuk berbagai kegiatan fisik dan non-fisik, terutama yadalam melakukan reklamasi lahan eks tambang," ujar Johan Lawang, Mine Environment Engineer PT.Vale Indonesia di Sorowako.
Dalam praktik penambangan, kata Johan, perusahaan selalu menjaga agar lahan terbuka tidak pernah lebih dari 1.000 hektare. Artinya, setiap kali usai menambang di suatu lokasi, maka reklamasi lahan sudah harus dilakukan dengan menanami kembali lahan tersebut, umumnya dengan tanaman-tanaman asli yang tumbuh di atasnya sebelum penambangan.
Untuk itu, perusahaan yang 58,7 persen sahamnya dikuasai Vale Canada Ltd dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) sejak 1990 itu membangun sebuah kebun pembibitan (nursery) yang menghasilkan 700.000 pohon setiap tahun.
Sebagian besar produksi nursery ini digunakan untuk reklamasi lahan dan selebihnya diberikan kepada pemerintah dan masyarakat yang membutuhkan untuk kegiatan penghijauan, kata Johan lagi.
Vale juga terus mengembangkan riset agar upaya rehabilitasi lahan semakin efektif dan efisien dan untuk mengetahui tanaman yang paling adaptif untuk dikembangkan serta tingkat keberhasilannya.
Perusahaan yang menghidupi 6.500 pekerja -- 3.200-an di antaranya karyawan tetap perusahaan -- jua melatih penduduk lokal membuat pupuk kompos untuk dipakai di lokasi reklamasi, dengan mengguyur dana Rp3 sampai Rp4 miliar tiap tahun.
"Sampai saat ini, luas lahan yang dibuka untuk penambangan sejak 1973 telah mencapai 4.780 hektare, namun yang sudah direklamasi seluas 3.820 hektare sehingga lahan terbuka saat ini hanya sekitar 960 ha," ujar Johan.
Pengendali pencemaran air
Pencemaran akibat air limpasan akibat penggundulan hutan untuk mengeruk potensi nikel di bawah permukaan tanah merupakan dampak yang akan segera tampak di pelupuk mata saat penambangan dimulai.
Namun dampak itu tidak terasa di sekitar Sorowako, terutama terhadap Danau Matano dan lingkungan permukiman di sekitarnya, karena perusahaan telah menerapkan upaya pengendalian yang sungguh-sungguh, berkesinambungan dan tepat teknologi sehingga hasilnya sangat efektif.
Pengendalian erosi dan sedimentasi dilakukan dengan membangun kolam-kolam pengendapan sedimen secara berjenjang di daerah tangkapan air, masing-masing dengan kapasitas 1.000 sampai 13 juta meter kubik.
"Saat ini kami telah membangun 84 fasilitas kolam pengendapan sedimen (sedimen pond) dengan kapasitas total 14,2 juta meterkubik. Dengan sedimen pond sebanyak itu, semua air yang berasal dari kawasan penambangan dijamin tiba di danau dalam keadaan sangat jernih dan bersih," kata Johan lagi.
Volume sedimen di setiap kolam dipantau secara berkala. Setiap tahun rata-rata 330.000 meterkubik sedimen dikeruk kolam pengendapan sehingga daya tampung dan fungsi ekologisnya terpelihara dengan baik.
Sedangkan di bidang pengelolaan emisi udara, Teuku Mufizar Mahmud mengemukakan bahwa untuk mengelola emisi udara dari cerobong kilang pengolahan nikel (smelter), perusahaan yang memproduksi 70.000 ton nikel dalam matte pertahun ini membangun tanur pereduksi berjumlah tiga unit dengan total biaya sekitar Rp690 miliar.
Tanur pereduksi (kiln) ini mampu menurunkan emisi di bawah 50 mg/nm3, meniadakan emisi yang kasat mata di cerobong sehingga masyarakat tidak perlu khawatir soal pencemaran udara.
Perusahaan juga membangun tanur peleburan (furnace) untuk menangkap debu `bag house` sebanyak empat unit benrilai Rp585 miliar untuk menurunkan partikel debu terbuang dan emisi carbon-oksida (CO).
Semua upaya pengendalian lingkungan tersebut, kata Mufi, panggilan akrab Teuku Mufizar Mahmud, setiap tahun diaudit kelayakannya oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bappedalda) Kabupaten Luwu Timur yang hasilnya selalu baik.
Audit kelayakan itu meliputi kelengkapan Amdal, pengelolaan kualitas air, kualitas udara, penanganan limbah B3 dan penanganan lahan bekas tambang.
"Dari hasil audit lapangan 2012, Vale Indonesia mendapatkan peringkat `Proper Biru` (sangat layak) dan peringkat tersebut telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup," ujar Mufi lagi.
Itulah rahasia mengapa tambang nikel Sorowako dan danau Matano serta lingkungan di sekitar areal operasi perusahaan tetap berdampingan secara damai dan bersimbiose-mutualis.
Tidak heran kalau berbagai pihak baik individu maupun lembaga, terus melirik PT. Vale Indonesia untuk melihat dari dekat, melakukan penelitian dan studi banding menganai cara-cara penanganan lingkungan yang diterapkan perusahaan.
"Jumlahnya sudah ratusan orang dan lembaga. Ndak bisa diingat lagi siapa-siapa saja yang datang ke sini untuk menyaksikan langsung dan belajar mengenai pengendalian dampak lingkungan yang kami terapkan," ujar Johan dengan bangga. (R007)