Anggota DPRD: RUU PKS lindungi perempuan Sulteng dari tindak kekerasan

id RUU PKS,NASDEM,DP3A

Anggota DPRD: RUU PKS lindungi perempuan Sulteng dari tindak kekerasan

Ketua Komisi A Bidang Politik, Hukum, Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat DPRD Kota Palu, Muthmainnah Korona. (ANTARA/Muhammad Hajiji)

Saya sangat mendukung upaya pemerintah pusat, utamanya DPR RI agar segera mengesahkan RUU PKS menjadi undang-undang, apalagi kasus kekerasan seksual yang terus meningkat dan fenomena kasus ini memberi multi dampak terhadap kehidupan perempuan dan keb
Palu (ANTARA) - Ketua Komisi A, Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat DPRD Kota Palu, Sulawesi Tengah, Muthmainnah Korona menilai pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) sebagai bentuk komitmen pemerintah yang berimbas pada perlindungan perempuan dari ancaman kekerasan.

"Saya sangat mendukung upaya pemerintah pusat, utamanya DPR RI agar segera mengesahkan RUU PKS menjadi undang-undang, apalagi kasus kekerasan seksual yang terus meningkat dan fenomena kasus ini memberi multi dampak terhadap kehidupan perempuan dan keberlangsungan tumbuh kembang anak-anak ke depan, apalagi anak perempuan menjadi rentan sebagai korban," kata Muthmainnah yang juga Aktivis Perempuan dari Yayasan Sikola Mombine Sulteng, di Palu, Jumat.

Muthmainnah berharap RUU PKS segera disahkan oleh DPR bersama pemerintah menjadi undang-undang, karena lewat regulasi itu pemenuhan hak perempuan di Sulteng akan semakin terjamin, dan terhindari dari praktek-praktek kekerasan fisik, emosional dan seksual.

Di Sulawesi Tengah, berdasarkan data Simfoni-PPA pada DP3A Sulteng tahun 2019 telah terjadi 263 kasus kekerasan, dan kasus kekerasan terbanyak menimpa anak usia 13-17 tahun.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan dua dari tiga anak Indonesia berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan baik secara fisik, emosional maupun kekerasan seksual.

"Seperti halnya di Sulawesi Tengah, data menunjukkan angka 263 kasus dan terbanyak dialami oleh anak perempuan remaja. Artinya bahwa kekerasan seksual harus menjadi perhatian utama bagi pemerintah daerah sebagai fungsi negara dalam memastikan pemenuhan hak masyarakat dan rasa aman terpenuhi utamanya bagi upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak sebagai kelompok rentan sebagai korban bencana," kata Muthmainnah.

Kata Neng, sapaan akrab Muthmainnah Korona, bahwa Kota Palu sebagai wilayah administrator Pemerintah Sulawesi Tengah, seharusnya menjadikan hal ini sebagai isu utama dalam program dan kebijakan Pemerintah Kota Palu.

"Saya berharap berbagai regulasi kebijakan yang bisa dimaksimalkan melalui tugas dan fungsi DPRD akan membantu menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak utamanya kasus kekerasan seksual. Hal ini akan menjadi tanggung jawab saya bersama kawan- kawan di Komisi A, Badan Anggaran dan Bapeperda di DPRD Kota Palu," ujarnya.

Namun, kata Wakil Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan DPW NasDem Sulteng itu, hal itu harus didukung dengan politicall will yang menjadi bagian penting dilakukan oleh Pemerintah Kota Palu dengan mengisyaratkan program kebijakan dalam OPD terkait harus di maksimalkan.

Keberadaan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Palu harus didukung full sebagai penyanggah utama kebijakan dengan menaikkan porsi anggaran dan menguatkan OPD lainnya sebagai mitra terkait DP3A Kota Palu, dalam program yang responsive gender sebagai upaya pencegahan dan pemberdayaan.

"Apalagi fungsi P2TP2A Kota Palu sangat penting dalam hal pelayanan pendampingan korban kekerasan dan bagaimana kerja bersama dengan pihak terkait di maksimalkan," sebutnya.

Baca juga: Legislator Palu : Sahkan RUU PKS agar perempuan di Sulteng terlindungi
Baca juga: Legislator: Ada sebagian anggota dewan yang belum pahami utuh RUU PKS
Baca juga: Pegiat: RUU PKS tidak bertentangan dengan agama