Kontroversi wacana dibukanya kembali ekspor benih lobster

id benih lobster,ekspor benih lobster,edhy prabowo,kkp

Kontroversi wacana dibukanya kembali ekspor benih lobster

Ilustrasi: Pekerja memperlihatkan lobster siap kirim di Morotai, Maluku Utara, Selasa (8/10/2019). . ANTARA FOTO/ Wahyu Putro A/nz. (ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A)

Yang paling penting menurut saya, negara mendapatkan manfaat, nelayan mendapatkan manfaat, lingkungan tidak rusak, yang paling penting itu
Jakarta (ANTARA) - Salah satu regulasi yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada era Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019 Susi Pudjiastuti adalah aturan yang melarang ekspor benih lobster.

Kontroversi terkait hal tersebut mengemuka setelah Menteri Kelautan dan Perikanan saat ini Edhy Prabowo mewacanakan kemungkinan dibukanya kembali ekspor benih lobster tersebut.

Mengenai hal itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar Edhy Prabowo memperhatikan nilai tambah yang dapat diperoleh Indonesia dari kebijakan pembukaan keran ekspor benih lobster.

"Yang paling penting menurut saya, negara mendapatkan manfaat, nelayan mendapatkan manfaat, lingkungan tidak rusak, yang paling penting itu," kata Presiden Jokowi di Kutai Kartanegara, Selasa (17/12).

Menurut Presiden, pertimbangan yang harus diperhatikan bukan ekonomi atau lingkungan semata. Dengan kata lain, tidak hanya melihat satu aspek, tetapi keseimbangan antara aspek ekonomi dengan aspek lingkungan merupakan hal yang penting.

Sementara itu Edhy Prabowo menyatakan merupakan hal yang lumrah bila berbagai kebijakan yang akan dibuat  terutama terkait benih lobster, menghadapi tantangan dari sejumlah pihak.

"Semua kebijakan pasti akan menghadapi tantangan, ini hal lumrah," kata Edhy Prabowo pada acara temu para pihak bidang pendidikan dan bisnis kelautan di Jakarta, pertengahan Desember 2019.

Menurut dia, masih pihak ada yang memojokkan dan menyangka hal yang tidak benar seputar wacana pembukaan kembali ekspor benih lobster. Namun, dirinya tetap yakin bahwa kebijakan yang akan dikeluarkannya untuk membangun kepentingan negeri.

Ia menegaskan pihaknya mendorong pembudidaya perikanan untuk melakukan pembesaran lobster.

Edhy mengakui memang masih ada hambatan untuk melakukan hal itu, tetapi dia yakin KKP akan dapat berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait guna mengatasi beragam permasalahan terkait hal itu.

"Memecahkan masalah itu tugas pemerintah. Kalau masalahnya di bidang kelautan dan perikanan, itu tugas KKP, kalau tentang infrastruktur jalan, KKP akan berkoordinasi dengan PUPR," ucapnya.

Menteri Kelautan dan Perikanan memaparkan, sambil menunggu sampai ada yang siap dalam melakukan pembudidayaan pembesaran lobster, maka bisa saja ada wacana kuota ekspor, apalagi sejumlah komoditas lain juga ada yang menggunakan kebijakan kuota ekspor.

Selain itu, ujar dia, terdapat ribuan warga yang mata pencahariannya selama ini bergantung kepada benih lobster, tidak mungkin pemerintah akan membiarkan mereka tidak lagi menghasilkan atau mati kelaparan karena tidak bekerja.

"Kita harapkan keputusan yang diambil adalah yang terbaik untuk kita semua," kata Edhy Prabowo.

Ia pun mengingatkan agar mempertimbangkan ada jumlah benih lobster yang harus dikembalikan pembudidaya ke alam, yaitu antara 2,5 persen atau 5 persen, agar populasi lobster di laut tetap terjaga secara alami.

Apalagi, ia menuturkan bahwa sejumlah pakar menyebutkan bahwa dari seluruh benih lobster di alam, kemungkinan hanya satu persen saja yang bisa hidup sampai dewasa.


Belum final

Dalam kesempatan lain Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menegaskan dirinya punya prinsip untuk sangat menjaga lingkungan.

Ia juga menegaskan hingga saat ini belum ada keputusan final mengenai rencana ekspor benih lobster tersebut. KKP sendiri, lanjut dia, juga masih mencari banyak masukan dari para ahli.

Di antara wacana-wacana yang ada, ada beberapa usulan yang masuk pertimbangan, mulai dari ketentuan kuota ekspor hingga kewajiban untuk mengembalikan ke alam dalam jumlah tertentu.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mendukung wacana dibukanya ekspor benih lobster.

Menurut Luhut, rencana untuk mengekspor benih lobster juga menjadi solusi masih tingginya penyelundupan komoditas perikanan itu.

Dari sisi legislator, Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Golkar Dedi Mulyadi manyatakan tidak setuju dengan rencana KKP yang akan mengekspor benih lobster, namun lebih menekankan kepada konservasi laut.

Dedi Mulyadi menegaskan menolak rencana pemerintah mengekspor benih lobster. KKP diminta untuk lebih memikirkan jangka panjang terkait benih lobster tersebut, seperti mempersiapkan teknologi dalam pengelolaan benih lobster menjadi lobster dewasa, yang nilai jualnya lebih tinggi.

Sementara itu, Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Rahmat Handoyo menginginkan pemerintah melalui KKP jangan sampai membuka keran ekspor benih lobster yang telah ditutup oleh Menteri Susi Pudjiastuti.

Rahmad mengingatkan bahwa saat ekspor benih lobster ditutup saja, telah terungkap sejumlah kasus penyelundupan benih lobster telah ditemukan di sejumlah tempat oleh aparat penegak hukum.

Ia berpendapat seharusnya Indonesia tidak mengekspor benih lobster untuk dibudidayakan di luar negeri, tetapi seharusnya investor dari luar yang menanamkan modalnya untuk berbudidaya lobster di sini.

Jangan terburu-buru

Sementara itu, Pengamat perikanan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengingatkan kepada KKP untuk jangan terburu-buru melakukan kajian terkait dengan regulasi untuk komoditas lobster.

"Tidak perlu terburu-buru sepanjang basis argumentasi dan peta jalan pemanfaatannya dihadirkan terlebih dahulu," kata Abdul Halim.

Menurut Halim, sejumlah pertanyaan yang perlu diajukan dalam kajian itu adalah terkait kenaikan stok lobster, di mana saja sebarannya, serta sejauh mana tingkat pemanfaatannya untuk usaha pembesaran di berbagai sentra budi daya lobster.

Ia menegaskan berbagai hal tersebut perlu dijawab oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sebelum melontarkan wacana pembolehan kembali ekspor benih lobster, terlebih apabila manfaat usaha pembesaran lobster justru lebih dinikmati oleh negara tetangga seperti Vietnam.

Dalam konteks itu, ujar dia, sebaiknya Menteri Kelautan dan Perikanan menahan diri dan melakukan kajian di internal KKP dengan melibatkan para ahli yang kredibel dalam rangka menghadirkan kepastian usaha perikanan yang berujung pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Menurut dia, yang harus dihadirkan pada saat ini adalah tata kelola perikanan berkelanjutan dan bertanggungjawab, bukan tata kelola perikanan yang serba terburu-buru serta asumtif dan eksploitatif.

Hal senada dikemukakan LSM Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia yang menyatakan bahwa belum ada urgensi untuk membuka peluang ekspor benih lobster, apalagi melihat bahwa dunia saat ini lebih mengedepankan penerapan prinsip-prinsip sumber daya secara berkelanjutan.

Koordinator Nasional DFW-Indonesia, Moh Abdi Suhufan mengingatkan bahwa dunia internasional sedang peduli kepada isu keberlanjutan, sehingga sumber daya kelautan dan perikanan juga tidak boleh pula dieksploitasi secara serampangan.

Ia berpendapat bahwa budi daya lobster di Indonesia tidak berkembang antara lain karena teknologi budi daya, pakan dan hama penyakit belum bisa diatasi. "Bukan di tata niaga lobster. Tata niaga masalah di hilir, tapi prioritas saat ini adalah hulu atau produksinya," paparnya.


Bersabar

Menanggapi berbagai hal tersebut, KKP meminta semua pihak untuk dapat bersabar menunggu kajian terkait benih lobster, karena masih belum ada regulasi terbaru yang resmi dikeluarkan terkait hal tersebut.

Siaran pers KKP menginformasikan bahwa kebijakan ini masih dalam proses pengkajian, memerlukan waktu hingga siap untuk disosialisasikan.

Untuk itu, KKP mengajak berbagai pihak bersabar menunggu hasil kajian secara komprehensif oleh KKP dan tidak membuat kesimpulan sendiri sehingga dapat menimbulkan informasi yang simpang siur.

KKP mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil benih lobster terbesar di dunia yang berasal dari hasil tangkapan di alam.

KKP juga mengemukakan bahwa di beberapa daerah, ribuan nelayan kecil menggantungkan hidup dari perdagangan benih lobster ini.

Di sisi lain, lanjutnya, penyelundupan benih lobster untuk di ekspor ke luar negeri juga marak terjadi sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu keberlanjutan ekosistem lobster di alam.

Selain itu, KKP juga meminta masukan dan saran para pelaku usaha dengan memperhatikan aspek keberlanjutan lobster di alam dan keberlangsungan ekonomi masyarakat nelayan.

Kebijakan yang tengah dikaji terutama berkaitan dengan pemanfaatan benih lobster hasil tangkapan di alam, dengan mengatur ulang perdagangan benih lobster dan rencana pengembangan teknologi pembesaran benih lobster hingga ukuran konsumsi di dalam negeri.