Palu, (antarasulteng.com) - Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia Soetanto Abdoellah menyebutkan ekspor kakao Sulawesi Tengah selama lima tahun terakhir mengalami penurunan drastis karena berbagai hal.
Soetanto saat seminar tentang kakao di Palu, Rabu, menyebutkan penurunan itu dimulai pada 2010 dan terus berlangsung hingga saat ini.
Pada 2010, ekspor biji kakao Sulawesi Tengah sebanyak 109.512 ton dengan nilai 297,4 juta dolar AS.
Pada 2011, ekspor komoditas unggulan provinsi ini turun drastis menjadi 45.218 ton dengan nilai sebesar 126,7 juta dolar AS.
Penurunan ekspor kian terjadi pada 2012. Provinsi dengan ibu kota Palu ini hanya mampu mengekspor biji kakao sebanyak 36.870 ton dengan capaian devisa 82,3 juta dolar AS.
Pada 2013, Sulawesi Tengah hanya mengekspor sebanyak 20.750 ton dengan devisa 42,2 juta dolar AS, sedangkan 2014 provinsi ini hampir tidak menjual biji kakao ke luar negeri, dan hanya meraih devisa sebanyak 1,64 juta dolar AS.
Dia mengatakan menurunnya ekspor kakao Sulawesi Tengah antara lain disebabkan banyaknya biji cokelat itu dijual di dalam negeri.
Selain itu, ada sejumlah kendala lainnya antara lain dipengaruhi oleh serangan hama dan turunnya produktivitas dan lahan tanaman kakao.
Ketua Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Sulawesi Tengah Tonny S Mangintung mengatakan luas areal perkebunan kakao di Sulawesi Tengah saat ini sekitar 281,7 ribu hektare dengan produksi 926 kilogram per hektare.
Pemerintah saat ini diminta untuk membangkitkan kembali petani untuk menanam kakao karena pasar di dalam negeri dan luar negeri menjanjikan.
"Di sejumlah daerah ada petani menebangi pohon kakao dan menggantinya dengan sawit. Ini memprihatinkan," katanya.
Perkebunan kakao di Sulawesi Tengah tersebar di Kabupaten Kabupaten Poso, Kabupaten Morowali, Kabupaten Tojo UnaUna, Kabupaten Buol, Kabupaten Tolitoli, Kabupaten Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan, Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Donggala, dan Kabupaten Sigi.
Kakao selama ini menjadi komoditas unggulan dan pendorong perekonomian masyarakat. (skd)