KPU Sulteng diminta akomodir perempuan di wilayah adat dalam DPT

id Libu Perempuan,Dewi Rana Amir,Pilkada sulteng,masyarakat hukum adat

KPU Sulteng diminta akomodir perempuan di wilayah adat dalam DPT

Direktur Libu Perempuan Provinsi Sulteng, Dewi Rana Amir. (ANTARA/HO-LIBU PEREMPUAN)

Perempuan-perempuan dan kelompok marginal di wilayah masyarakat hukum adat yang secara usia telah memenuhi syarat untuk masuk dalam DPT, namun belum dimasukkan

Palu (ANTARA) - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkar Belajar Untuk (Libu) Perempuan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Provinsi Sulteng, agar mengakomodir perempuan-perempuan dan kelompok marginal di wilayah masyarakat hukum adat dalam Daftar Pemilihan Tetap (DPT), agar bisa menyalurkan hak pilih pada 9 Desember 2020.

"Perempuan-perempuan dan kelompok marginal di wilayah masyarakat hukum adat yang secara usia telah memenuhi syarat untuk masuk dalam DPT, namun belum dimasukkan. Kiranya bisa diakomodir dalam daftar pemilih tetap tambahan (DPTB), sehingga mereka tetap bisa berpartisipasi dan menyalurkan hak pilih," ucap Direktur Libu Perempuan Provinsi Sulteng, Dewi Rana Amir, di Palu, Sabtu.

Penyelenggara pilkada khususnya KPU di wilayah Sulteng, kata Dewi, perlu mengakomodir perempuan-perempuan di wilayah masyarakat hukum adat, dengan memasukkan mereka dalam daftar pemilih tetap tambahan untuk pilkada tahun 2020.

Selain itu, menurut dia, agar memudahkan akses kepada perempuan dalam menyalurkan hak pilih, maka proses pembangunan tempat pemungutan suara (TPS) perlu juga melihat geografis dan kaum rentan, seperti perempuan, ibu hamil dan lansia.

"Karena itu pembangunan TPS juga perlu mengedepankan skema partisipatif, agar kaum-kaum rentan di wilayah masyarakat hukum adat seperti perempuan, lansia dan ibu hamil bisa menyalurkan hak pilih," ujarnya.

Pembangunan TPS di wilayah hukum adat, menurut dia, harus didekatkan kepada kaum rentan. Karena, bila penempatan TPS jauh dari kaum rentan tersebut, dan aksesnya secara geografis sangat sulit, maka hal itu bisa berdampak pada terhambatnya penyaluran hak pilih.

"Kami ketahui bersama bahwa ada banyak penduduk di wilayah Sulteng yang berada di wilayah hukum adat, yang di dalamnya juga termasuk perempuan. Maka pemenuhan aksesbilitas dalam rangka memudahkan masyarakat menyalurkan hak pilih, perlu mempertimbangkan geografis dan kondisi kaum rentan," sebutnya.

Dirinya menegaskan, perempuan-perempuan di wilayah hukum adat juga memiliki hak yang sama, seperti laki-laki yang tidak berada di wilayah terpencil atau wilayah hukum adat dalam pilkada.

Karena itu, tidak ada alasan oleh penyelenggara pilkada khususnya KPU di Provinsi Sulteng untuk tidak menjamin terpenuhinya dan tersalurnya hak suara perempuan-perempuan di wilayah terpencil.

"Terlepas dari pendidikan pemilih dan pengenalan pilkada kepada masyarakat di wilayah terpencil atau wilayah masyarakat hukum adat, satu hal yang paling penting ialah bagaimana menjamin agar mereka kaum rentan di wilayah terpencil bisa menyalurkan hak pilih," kata Dewi Rana.

Salah satu kabupaten yang terdapat wilayah terpencil ialah Kabupaten Donggala. Di Donggala terdapat empat kecamatan sebagai wilayah/daerah terpencil meliputi, Kecamatan Pinembani, Rio Pakava, Banawa Selatan, Balaesang Tanjung dengan jumlah pemilih perempuan yang berbeda-beda.

Pemilih perempuan di Kecamatan Pinembani sebanyak 1.830 orang dengan jumlah TPS sebanyak 21. Kecamatan Rio Pakava pemilih perempuan mencapai 7.524 orang dengan jumlah TPS 53, Kecamatan Banawa Selatan pemilih perempuan 8.230 orang dengan jumlah TPS 61, kemudian pemilih perempuan di Kecamatan Balaesang Tanjung berjumlah 3.972 orang dengan jumlah TPS 26.

"Agar perempuan-perempuan di wilayah terpencil bisa menyalurkan hak pilih, maka KPU Donggala berupaya membangun TPS di wilayah terpencil tersebut," ujar Ketua KPU Donggala, M Unggul.