Palu (ANTARA) - Lingkar Belajar Untuk (Libu) Perempuan Provinsi Sulawesi Tengah menyatakan hari perempuan internasional tanggal 8 Maret 2021, harus menjadi perekat untuk membangun kebersamaan dan gerak bersama mengakhiri Kekerasan Berbasis Gender (KBG).
"Kerja dan gerak bersama dari berbagai pihak dan berbagai lapisan untuk melakukan penanganan dan membangun rujukan adalah harapan baik untuk penghapusan sebagai bentuk kekerasan berbasis gender ke depan," ucap Direktur Libu Perempuan Provinsi Sulteng Dewi Rana di Palu, Minggu, berkaitan momentum hari perempuan internasional 8 Maret.
Kata Dewi Rana, salah satu bentuk kebersamaan dan gerak bersama yakni adanya pelibatan kaum adam dalam pembangunan kesejahteraan perempuan untuk akhiri kekerasan berbasis gender.
"Pelibatan laki-laki dan unsur-unsur lainnya dalam penghapusan kekerasan berbasis gender yang telah digagas oleh DP3A provinsi harus disambut baik sebagai salah satu jawaban atas persoalan ini," kata Dewi.
Namun pada sisi yang lain, Dewi menguraikan kekerasan berbasis gender masih cenderung meningkat terutama pada situasi bencana, tanggap darurat bencana dan pascabencana baik bencana alam maupun non-alam seperti COVID-19 saat ini.
Di Sulteng misalnya, kata dia, kasus kekerasan berbasis gender yang dialami perempuan masih cukup tinggi. Berdasarkan data DP3A melalui Simfoni-PPA tahun 2020, jumlah kasus kekerasan di Sulteng bulan November berjumlah 312 kasus, terdiri dari 41 kasus korbannya adalah laki-laki dan 288 korbannya adalah perempuan.
Kemudian pada bulan September terjadi 239 kasus meliputi 34 kasus laki-laki sebagai korban dan 222 perempuan sebagai korban kekerasan. Berikutnya, bulan Oktober dalam Simfoni-PPA terdapat 270 kasus kekerasan terdiri dari 34 kasus laki-laki sebagai korban dan 253 kasus perempuan sebagai korban.
"Kerentanan ini diperparah dengan adanya aksi terorisme sebagaimana yang terjadi di Desa Lembantongoa beberapa bulan yang lalu. Pelibatan desa hingga unsur-unsur paling bawah sangat penting untuk dilakukan, terus membangun sosialisasi, penguatan kesadaran adalah hal-hal yang harus terus dilakukan kedepan," ujarnya.
Maka, 8 Maret, sebut dia, diperingati untuk melihat sejauh mana pencapaian pembangunan kesejahteraan perempuan di berbagai bidang. Mulai dari bagaimana kondisi penghapusan kekerasan berbasis gender apalagi di pascabencana dan di tengah pandemi seperti saat ini, bagaimana penghargaan atas hak-hak, kesetaraan, bagaimana diskriminasi pada perempuan dihapus, sejauhmana ruang kepemimpinan perempuan dibuka, bagaimana akses atas keadilan terutama bagi korban-korban kekerasan seksual didengar dihormati dan mendapatkan hak-haknya , bagaimana situasi perkawinan usia anak dan isu-isu lainnya.