Semarang (ANTARA) - Direktur Institut Sarinah Eva Kusuma Sundari setuju pasal terkait dengan rudapaksa (perkosa) istri atau suami masuk dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
"Norma demikian (kriminalisasi perkosaan dalam rumah tangga) sudah dipraktikkan di banyak negara," kata Eva Kusuma Sundari menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Rabu pagi.
Karena KUHP itu merupakan payung atau acuan bagi undang-undang yang lex specialis (hukum khusus), menurut Eva K Sundari, sangat penting keberadaan pasal tersebut dalam RUU KUHP.
Ia berpendapat bahwa penyusunan RUU KUHP benar dan komprehensif akan membantu UU yang lex specialis agar tidak dobel dan tidak memberi ruang yang malah menyebabkan ketidakadilan terhadap korban, baik anak-anak, perempuan, maupun laki-laki.
"Jadi, KUHP itu pentingnya di situ karena dia sebagai payung untuk rujukan yang lain, misalnya Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (yang kini masih berupa RUU PKS)," kata Eva yang pernah sebagai anggota Komisi III (Bidang Hukum, HAM, dan Keamanan) DPR RI.
Eva juga mengingatkan bahwa Indonesia lebih dari 20 tahun berada pada tahun emergency (keadaan darurat) kejahatan seksual.
Menurut dia, kalau ada undang-undang yang tegas yang fair bagi korban, akan sangat membantu Indonesia keluar dari jebakan tahun-tahun kekerasan yang emergency kejahatan seksual.
Ia lantas menyebutkan data Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) terkait dengan angka pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2020 tercatat 299.911 kasus.
Ditambah lagi, lanjut Eva, kekerasan seksual merupakan bentuk kekerasan yang paling menonjol di ranah pribadi sepanjang tahun lalu dengan jumlah 1.983 kasus, atau berada di posisi kedua setelah kekerasan fisik 2.025 kasus.
"Jadi, saya mendukung pasal rudapaksa masuk dalam RUU KUHP karena ini tidak dibenarkan oleh agama maupun konstitusi demi menjunjung values kemuliaan rumah tangga," katanya.
Di dalam Pasal 479 RUU KUHP disebutkan bahwa setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
Tindak pidana perkosaan itu, antara lain perbuatan persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa orang itu merupakan suami/istrinya yang sah.
Selain itu, persetubuhan dengan anak; atau persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya.
Berita Terkait
MA bersama 11 pakar bahas living law pasca-KUHP baru
Kamis, 14 Maret 2024 10:42 Wib
Pakar: Hari Kehakiman momentum MA menengok kembali hukum lokal
Jumat, 23 Februari 2024 9:07 Wib
Hukum kemarin, masa jabatan pimpinan KPK hingga KUHP baru
Jumat, 26 Mei 2023 8:56 Wib
Mahkamah Konstitusi tolak uji materi KUHP terkait penyerangan martabat presiden
Selasa, 28 Februari 2023 13:55 Wib
Yasonna bantah isu pasal KUHP baru terkait Ferdy Sambo
Kamis, 16 Februari 2023 14:56 Wib
Menko Polhukam tegaskan KUHP baru bukan untuk melindungi Jokowi
Selasa, 31 Januari 2023 8:43 Wib
Menteri Hukum dan HAM: KUHP upaya reformasi perluasan jenis pidana
Selasa, 6 Desember 2022 16:20 Wib
Komnas HAM: Indonesia jadi sorotan dunia jika terapkan hukuman mati
Kamis, 13 Januari 2022 12:27 Wib