Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Energy Watch, Daymas Arangga Radiandra berpendapat bahwa masalah terkait polusi udara di Jakarta dan sekitarnya merupakan perkara kompleks yang tidak bisa diselesaikan apabila dalam regulasi yang mengatur juga tidak mendukung upaya tersebut.
“Solusi pengurangan emisi itu perlu perencanaan yang matang dan bersifat jangka panjang, hal ini perlu diupayakan melalui regulasi pemerintah yang tepat," ujar Daymas dalam keterangan di Jakarta, Senin.
Regulasi yang tidak tepat, menurut dia, pada akhirnya malah akan memperburuk kualitas udara dan tidak akan menyelesaikan akar permasalahannya.
"Salah satu contohnya, di dalam Permen LHK No.11 Tahun 2021 tentang Baku Mutu Emisi Pembakaran Dalam, terdapat kenaikan baku mutu kandungan nitrogen oksida (NOx) yang diperbolehkan mencapai 4,3 kali lipat lebih banyak, dan juga partikulat (PM) yang diperbolehkan mencapai 2 kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan Permen LHK No.15 Tahun 2019 untuk Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan kapasitas di bawah 3.000 KW,” kata Daymas.
Kenaikan baku mutu tersebut disebabkan oleh dinaikkannya parameter koreksi dengan oksigen (O2) dari 5 persen menjadi 15 persen. Hal ini juga bertentangan dengan komitmen pemerintah terkait target pengurangan emisi yang tertuang pada dokumen Enhanced NDC, sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri dan 43,2 persen dengan bantuan internasional hingga 2030 mendatang.
“Pemerintah perlu melihat semua sektor penyumbang polusi, selain transportasi dan PLTU, juga ada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)/genset yang turut menyumbangkan emisi berupa NOx dan PM. Ada banyak PLTD/genset di bawah 3.000 KW yang tersebar di sekitar Jakarta yang dipakai oleh kantor, pusat perbelanjaan dan juga pabrik-pabrik industri, bayangkan berapa potensi kenaikan jumlah emisi yang bertambah akibat Permen tersebut,” Daymas menambahkan.
Dengan perkiraan total kapasitas 100 MW saja, apabila dikonversikan dengan perbandingan standard Euro 4 mobil ekuivalen yang menghasilkan 0,08gr/km dan rata-rata menghasilkan 2,4gr/jam maka itu setara dengan emisi 1,2 juta unit mobil, suatu jumlah yang sangat signifikan, kata Daymas
Oleh karena itu, menurut Daymas, Permen LHK No.11 Tahun 2021 harus direvisi kembali karena bertentangan dengan cita-cita dalam mewujudkan pengurangan emisi
Berita Terkait
Jusuf Kalla resmikan Rumah Sakit Umum Sinar Kasih GKST Tentena
Kamis, 31 Oktober 2024 7:49 Wib
Poso Energy berpatisipasi dalam FGD tentang pengelolaan ikan sidat oleh BRIN
Jumat, 18 Oktober 2024 13:38 Wib
Poso Energy buka dua stand pada Festival Danau Poso
Senin, 14 Oktober 2024 17:07 Wib
Poso Energy terima kunjungan dari BPSI KLHK
Kamis, 26 September 2024 13:40 Wib
Partisipasi PT Poso Energy dalam gerakan kemitraan penyelamatan air (GN-KPA)
Jumat, 20 September 2024 10:12 Wib
Poso Energy berikan dukungan Squad Persipal dalam kompetisi Pegadaian Liga 2 Indonesia musim 2024/2025
Kamis, 19 September 2024 9:49 Wib
Indonesia-Jerman perkuat kerja sama pengembangan energi terbarukan
Kamis, 12 September 2024 8:29 Wib
Poso Energy Restocking 1000 ikan sidat di Danau Poso
Senin, 9 September 2024 15:34 Wib