Komnas HAM: Kasus Mary Jane bentuk diplomasi perlindungan warga negara
Jakarta (ANTARA) - Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah menilai pemindahan terpidana mati kasus penyeludupan narkotika Mary Jane Veloso (MJV) ke Filipina merupakan bentuk diplomasi perlindungan warga negara yang dipimpin langsung oleh kepala negara.
“Ini kan ada komunikasi antarkepala negara, Presiden kita dengan Presiden Filipina untuk menyepakati bahwa salah satu warga Filipina, MJV, untuk bisa ditransfer pulang ke Filipina,” ucap Anis Hidayah dalam acara Ruang Publik KBR bertajuk “Menanti Efek Lanjutan dari Pemulangan Mary Jane”, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Setelah Mary Jane berhasil dipulangkan ke Filipina, lanjut Anis, ia berharap akan terjadi dampak baik bagi kasus-kasus hukuman mati lainnya.
Selain itu, ia juga berharap agar pemindahan Mary Jane dapat memberi dampak baik bagi warga negara Indonesia yang ditahan di luar negeri.
“Tadi sudah disampaikan, Indonesia memiliki 165 pekerja migran yang terancam hukuman mati di luar negeri dan sebagian besar di Malaysia,” kata Anis.
WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia pun, lanjut dia, sebenarnya sedang menjalani proses perubahan hukuman atau komutasi sejak Malaysia menghapus hukuman mati.
Akan tetapi, masih ada WNI yang tertahan di negara-negara lain, terutama Arab Saudi, China, dan Qatar.
“Sehingga, mungkin pola-pola seperti ini (pemindahan Mary Jane) juga bisa dilakukan, belajar dari kasus Mary Jane,” ucap Anis.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa terpidana mati kasus penyeludupan narkotika Mary Jane Veloso dipindahkan ke Filipina dalam status masih sebagai narapidana.
Ditegaskan pula bahwa Mary Jane bukan dibebaskan dari hukuman. Pemerintah Indonesia memindahkan yang bersangkutan ke negara asalnya dalam hukum pidana.
Kebijakan pemindahan Mary Jane telah disetujui Presiden RI Prabowo Subianto.
Di sisi lain, koordinasi dengan kementerian di bawah Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan juga telah dilakukan.
"Insya Allah, pada bulan Desember yang akan datang kebijakan ini sudah dapat dilaksanakan," ucap Yusril.
“Ini kan ada komunikasi antarkepala negara, Presiden kita dengan Presiden Filipina untuk menyepakati bahwa salah satu warga Filipina, MJV, untuk bisa ditransfer pulang ke Filipina,” ucap Anis Hidayah dalam acara Ruang Publik KBR bertajuk “Menanti Efek Lanjutan dari Pemulangan Mary Jane”, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Setelah Mary Jane berhasil dipulangkan ke Filipina, lanjut Anis, ia berharap akan terjadi dampak baik bagi kasus-kasus hukuman mati lainnya.
Selain itu, ia juga berharap agar pemindahan Mary Jane dapat memberi dampak baik bagi warga negara Indonesia yang ditahan di luar negeri.
“Tadi sudah disampaikan, Indonesia memiliki 165 pekerja migran yang terancam hukuman mati di luar negeri dan sebagian besar di Malaysia,” kata Anis.
WNI yang terancam hukuman mati di Malaysia pun, lanjut dia, sebenarnya sedang menjalani proses perubahan hukuman atau komutasi sejak Malaysia menghapus hukuman mati.
Akan tetapi, masih ada WNI yang tertahan di negara-negara lain, terutama Arab Saudi, China, dan Qatar.
“Sehingga, mungkin pola-pola seperti ini (pemindahan Mary Jane) juga bisa dilakukan, belajar dari kasus Mary Jane,” ucap Anis.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa terpidana mati kasus penyeludupan narkotika Mary Jane Veloso dipindahkan ke Filipina dalam status masih sebagai narapidana.
Ditegaskan pula bahwa Mary Jane bukan dibebaskan dari hukuman. Pemerintah Indonesia memindahkan yang bersangkutan ke negara asalnya dalam hukum pidana.
Kebijakan pemindahan Mary Jane telah disetujui Presiden RI Prabowo Subianto.
Di sisi lain, koordinasi dengan kementerian di bawah Kementerian Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan juga telah dilakukan.
"Insya Allah, pada bulan Desember yang akan datang kebijakan ini sudah dapat dilaksanakan," ucap Yusril.