17 Ekor Maleo Dilepasliarkan Ke SM Bangkiriang

id maleo

17 Ekor Maleo Dilepasliarkan Ke SM Bangkiriang

Bupati Banggai Herwin Yatim memberikan sambutan pada acara pelepasliaran burung maleo di Swaka Margasatwa Bangkiriang, sekitar 60 kilometer selatan Kota Luwuk, Sulteng, Minggu (7/8) (ist)

Dengan upaya-upaya ini, burung maleo yang menjadi satwa terancam punah dan dilindungi ini tidak akan samai punah bahkan akan berkembang lebih banyak lagi di masa mendatang
Toili, Sulteng,  (antarasulteng.com) - Sebanyak 17 ekor burung maleo (macrocephalon maleo), satwa langka endemik Sulawesi Tengah, hasil penangkaran PT. Donggi Senoro LNG, dilepasliarkan ke habitatnya di lokasi Swaka Margasatwa Bangkiriang, Kabupaten Banggai, Sulteng, Minggu.

Pelepasliaran itu dipimpin Bupati Banggai Herwin Yatim, diikuti para pejabat PT. DSLNG dan tokoh masyarakat Kecamatan Moilong Kabupaten Banggai guna memperingati Hari Lingkungan Hidup se-dunia tahun 2017.

Senior Operation Manager PT.DSLNG Selvia Chalis menjelaskan pelepasliaran ini merupakan yang kedua kali setelah pada 2013 melepaskan 13 ekor di habitat yang sama.

Burung maleo berusia tiga sampai empat bulan ini adalah hasil penetasan telur menggunakan teknologi inkubator dan merupakan implementasi program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) investor pengolahan gas alam cair (LNG) satu-satunya di Sulteng itu.

"Ini adalah penangkaran pertama maleo di luar habitatmya (eks situ) dan telah mendapat penghargaan dari badan lingkungan hidup PBB," kata Rahmat, Media Communication Officer PT.DSLNG.

Sementara Supervisor External Relation DSLNG Dothy Damayanti menyebutkan bahwa telur-telur satwa yang sangat dilindungi itu diperoleh dari masyarakat yang umumnya hasil razia Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Bangkiriang.

Pelepasliaran maleo ini juga dirangkaikan dengan penanaman pohon kemiri yang merupakan asupan utama burun maleo agar bisa bertahan hidup.

Bupati Banggai Herwin Yatim mengapresiasi program DSLNG melestarikan burung maleo yang merupakan kekayaan alam endemik Sulawesi Tengah dan telah disepakati menjadi ikon provinsi tersebut.

"Namun, program ini saya minta dilaksanakan dengan serius dan terukur sehingga dalam beberapa tahun ke depan bisa dirasakan manfaatnya," ujarnya.

"Jangan hanya rame-rame sampai di acara peresmian namun setelah itu kita tidak tahu apa hasilnya," ucap Herwin pada acara yang dihadiri Wakil Bupati, Ketua DPRD, Kapolres, Dandim, dan Kajari Banggai itu.

Sedangkan I Nyoman Ardika, pejabat dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPKH) Bangkiriang menyambut gembira keterlibatan berbagai pihak dalam pelestarian maleo sehingga kesadaran masyarakat sekitarbkawasan konservasi untuk tidak mengganggu satwa liar ini.

"Dengan upaya-upaya ini, burung maleo yang menjadi satwa terancam punah dan dilindungi ini tidak akan samai punah bahkan akan berkembang lebih banyak lagi di masa mendatang," tuturnya.

Menurut Nyoman, populasi maleo di SM Bangkiriang seluas 12.500 ha itu saat ini masih ada sekitar 30 sampai 40 pasang yang aktif keluar bertelur di pantai.

Namun, kata Nyoman, ada pula habitat maleo di huku sungai Tumpu, namun belum diketahui jumlah populasinya.

Mitra-mitra KPHK Bangkiriang yang aktif dalam program pelestaroan maleo di SM Bangkiriang selain PT. DSLNG adalah PT. Pertamina E&P MGDP, JOB Pertamina-Medco Sulawesi, dan Yayasan Aliansi Konservasi Tompotika (Alto).

KPHK Bangkiriang sendiri memiliki program pengembangbiakan maleo yang dilakukan secara semi alami, di mana telur birung ini diambil dari tempat aslinya lalu dipindahkan ke tempat khusus untuk ditetaskan dalam waktu sekitar 50 hari. (skd)