Warga di zona merah bencana dipersilahkan angkat kaki

id Sulteng,Sulawesi Tengah,Bencana ,Bencana Sulteng,Zona Merah

Warga di zona merah bencana dipersilahkan angkat kaki

Baliho berisi larangan pemanfaatan lokasi bekas bencana alam terpasang di sekitar lokasi bekas gempa dan pencairan tanah atau likuifaksi di Kelurahan Petobo, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (17/12/2018). Pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak memanfaatkan lokasi terdampak tsunami, likuifaksi dan lempengan besar atau patahan aktif sesar Palu-Koro baik untuk hunian maupun usaha sambil menunggu adanya hasil kajian geologi dari Bappenas, Badan Geologi Kementerian ESDM dan BMKG.ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/ama.

Kita tidak memaksakan mereka meninggalkan tempat tinggalnya di zona merah. Kalau ditinggalkan akan kita data dan diberi huntara dan huntap dengan catatan tanah dan bangunan yang dia punya di zona merah itu kita ambil alih

Palu (Antaranews Sulteng) - Warga yang hingga saat ini masih bermukim di zona merah rawan gempa, tsunami dan likuifaksi di Kota Palu, Sigi dan Donggala dipersilahkan angkat kaki meninggalkan lokasi tersebut.

Sebagai gantinya pemerintah akan memberikan hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap) bagi warga yang ke luar meninggalkan zona merah itu.

"Kita tidak memaksakan mereka meninggalkan tempat tinggalnya di zona merah. Kalau ditinggalkan akan kita data dan diberi huntara dan huntap dengan catatan tanah dan bangunan yang dia punya di zona merah itu kita ambil alih," kata Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola di Palu, Rabu siang.

Kata Longki tanah dan bangunan di zona merah yang telah ditinggalkan pemiliknya, rencananya akan diambil alih dan menjadi aset pemerintah untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai objek wisata bencana di lokasi itu.

"Kita rencanakan dibuat memorial park di lokasi likuifaksi dan tsunami yang merupakan zona merah itu. Di situ akan kita buat semacam daftar nama-nama korban dan kita tanami pepohonan. Semacam RTH (Ruang Terbuka Hijau)," kata Longki.

Namun Longki tidak mempermasalahkan apabila warga tetap bertahan dan tinggal di rumah masing-masing yang berada di zona merah sesar aktif palu-koro itu, tetapi dengan sejumlah catatan penting.

Dia mengatakan renovasi bangunan yang rusak pasca bencana yang dimiliki di zona merah harus tahan terhadap guncangan gempa dan memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 1726 terkait tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan nongedung.

"Kita juga imbau agar makin waspada dan siap siaga selalu agar bilamana terjadi bencana dapat secepat mungkin menyelamatkan diri," pesan Longki.

Sementara itu Sekretaris Daerah Provinsi Sulteng yang juga Ketua Pusat Data dan Informasi Bencana (Pusdatina) Hidayat Lamakarate mengatakan sampai saat ini realisasi pembangunan huntara di tiga daerah terdampak bencana baru mencapai 30 persen dari target yang ditentukan sebanyak 697 unit huntara.

"Kita upayakan seluruh huntara dapat selesai dibangun hingga akhir tahun 2019," ujar Hidayat.

Dalam peta ZRB yang dipublikasikan pemerintah pusat dan daerah melalui berbagai kementerian, zona merah berada di kawasan likuifaksi di Balaroa, Petobo, Jonooge dan Langaleso.

Sebagian wilayah di Kelurahan Tipo, Kecamatan Ulujadi Kota Palu, sebagian wilayah di Desa Loli Pesua, Loli Saluran dan Loli Tasiburi Kabupaten Donggala juga masuk zona merah wilayah rawan pergerakan tanah tinggi.

Sementara zona merah di Kabupaten Sigi di antaranya berada di sebagian wilayah Desa Lolu, Desa Sibalaya Selatan, Desa Pakuli dan Desa Simoro.***