Pemprov Sulteng butuh komitmen para kepala daerah untuk wujudkan KLA

id KLA,PEMPROV SULTENG,DP3A,LAYAK ANAK,Hidayat Lamakarate

Pemprov Sulteng butuh komitmen para kepala daerah untuk wujudkan KLA

Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Dr Moh Hidayat Lamakarate. ANTARA/Muhammad Hajiji

Mewujudkan kabupaten dan kota layak anak butuh komitmen kepala daerah. Karena sulit sekali kalau dukungan itu hanya berasal dari OPD, aktivis, dan lainnya
Palu (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah membutuhkan komitmen para kepala daerah setempat untuk mewujudkan provinsi dan kabupaten serta kota layak anak (KLA).

"Mewujudkan kabupaten dan kota layak anak butuh komitmen kepala daerah. Karena sulit sekali kalau dukungan itu hanya berasal dari OPD, aktivis, dan lainnya," ucap Sekretaris Daerah Pemprov Sulteng, Hidayat Lamakarate, di Palu, Kamis.

Oleh karena itu, ia menyatakan para bupati dan wali kota di Sulteng harus memiliki komitmen yang kuat guna mewujudkan KLA.

Pernyataan Hidayat berkaitan dengan upaya Pemerintah Sulawesi Tengah menjadikan Sulteng sebagai Provinsi Layak Anak (Provila) pada 2022, yang dimulai dari tingkat RT dan RW, kecamatan, kabupaten, dan kota.

Ia menyebut mewujudkan KLA tingkat kabupaten dan kota di Sulteng, bukan hal yang mudah. Apalagi jika tidak diikutkan dengan komitmen yang tinggi dan serius dari kepala daerah di kabupaten dan kota.

Ia menjelaskan KLA dengan berbagai indikator itu sulit terwujud bila semangat merealisasikannya hanya datang dari organisasi perangkat daerah, pegiat lembaga swadaya masyarakat, dan komponen masyarakat lainnya.

Para kepala daerah, katanya, perlu menyikapi secara serius dan memberikan dukungan kepada OPD, aktivis, LSM, dan komponen masyarakat untuk mewujudkan KLA sebagai perlindungan terhadap anak lewat pemenuhan hak-hak mereka.

"Mewujudkan provinsi, kabupaten, dan kota layak anak, ini bukan hal yang mudah. Ini butuh komitmen kepala daerah," kata Hidayat.

Ia mengatakan di Sulteng banyak anak. Pertumbuhan anak meningkat drastis di daerah kepulauan dan kelautan, seperti Kabupaten Banggai, Banggai Laut, dan Banggai Kepulauan.

"Saya pernah berkunjung ke salah satu desa di Sulteng. Di desa itu banyak sekali anak-anak," ujar dia.

Berdasarkan data Pemprov Sulteng, jumlah anak usia 0-18 tahun tercatat 1.243.557 jiwa atau sekitar 42 persen dari total jumlah penduduk setempat.

Ia juga mengatakan bahwa di Sulteng angka perkawinan dini masih cukup tinggi karena faktor budaya yang menjadi penunjang selain beberapa faktor lainnya.

Di Kabupaten Parigi Moutong misalkan, katanya, ada salah budaya masyarakat di pedalaman atau kampung terpencil yang menikahkan anaknya ketika selesai haid pertama.

Salah satu dampak pernikahan dini disertai dengan kurangnya asupan gizi secara baik, katanya, tingginya angka kekerdilan.

"Nah, ini yang disentuh oleh pemerintah, karena salah satu dampak dari itu adalah 'stunting' (kekerdilan)," katanya.

Dia mengakui bahwa hal-hal tersebut masih menjadi masalah dan tantangan pemerintah daerah untuk melindungi anak, dengan memberikan haknya secara optimal dan keberlanjutan.

Hidayat Lamakarate menjadi salah satu pembicara pelatihan gugus tugas Provila dengan analisis Pemenuhan Hak Anak (Puha) yang diselenggarakan DP3A Sulawesi Tengah, di Palu, 4-5 September 2019.

Baca juga: Luwuk jadi Kota Layak Anak, Bupati Banggai janji hilangkan iklan rokok
Baca juga: Gubernur minta pemkab wujudkan kota layak anak
Baca juga: Sulteng Genjot Percepatan Kabupaten - Kota Layak Anak