13 ribu BPJS warga miskin Parimo dibiayai lewat APBD-P Sulteng

id BPJS, kis, warga miskin, dprd parimo, sayutin budianto

13 ribu BPJS warga miskin Parimo  dibiayai lewat APBD-P Sulteng

Ketua DPRD Kabupaten Parigi Moutong, Sayutin Budianto. ANTARA/Moh Ridwan

Parigi, Sulteng (ANTARA) -
Sebanyak 13.632 jiwa warga miskin di Kabupaten Parigi Moutong peserta BPJS/KIS non data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) penerima bantuan iuran jaminan kesehatan hanya dibiayai Pemerintah Sulawesi Tengah melalui APBD perubahan tahun 2020.


 


Ketua DPRD Parigi Moutong Sayutin Budianto di Parigi Minggu mengatakan jauh sebelumnya pihaknya telah meminta Pemprov Sulteng agar menanggulangi warganya yang masuk dalam tanggungan pemerintah daerah tingkat satu untuk diikutkan kembali sebagai peserta BPJS.


 


Padahal, sebanyak 23.930 jiwa warga miskin Parigi Moutong yang terdaftar sebagai BPJS/KIS merupakan tanggungan pemerintah Sulteng dan 94.583 jiwa tanggungan Pemkab Parigi Moutong dari total 118.513 jiwa ikut dalam program tersebut.


 


"Sejak 23 Januari lalu kami sudah meminta Pemprov Sulteng agar membantu kami menyelesaikan permasalahan ini, namun dalam konsultasi tersebut pemprov mengembalikan kepada kami tentang tanggung jawab itu," ujar Sayutin.


 


Dia menjelaskan, BPJS pada tanggal 1 September 2020 telah menonaktifkan pelayanan akibat dari terputusnya kontrak Pemprov Sulteng, sehingga mengakibatkan sebanyak 23.930 jiwa warga miskin Parigi Moutong kehilangan hak pelayanan dasar kesehatan.


 


Dari 23.930 jiwa yang dinonaktifkan, Pemerintah Sulteng hanya mengalokasikan tanggungan ke APBD perubahan 2020 terhitung bulan November-Desember tahun ini sebanyak 13.632 jiwa dan yang tidak tertanggulangi sebanyak 10.298 jiwa.


 


"Ini menjadi beban berat buat kami, sementara ABPD Parigi Moutong pun terbatas. Pemerintah Sulteng harusnya meringankan beban kami sebagai kabupaten penyumbang terbesar ketiga angka kemiskinan di provinsi ini,” ucap Sayutin.


 


Tanggungan hanya berjalan dua bulan ke depan, dinilainya, tidak maksimal karena belum dapat dipastikan tahun depan apakah warga miskin di daerahnya masih bisa menikmati layanan dasar kesehatan secara gratis atau tidak.


 


"Kami sudah melakukan berbagai cara mencari solusi sejak Desember 2019 hingga Januari 2020, tapi ujung-ujungnya termentahkan. Kami berharap pemerintah daerah tingkat satu lebih pekah terhadap persoalan ini," demikian Sayutin.