ORI kolaborasi layani adminduk masyarakat terpencil Donggala

id Kat, itu, ombud, komiu, dukcapildonggala, layanan kependudukan, Adminduk, Donggala, sulteng,Pelayanan publik, Sofyan Far

ORI  kolaborasi layani adminduk masyarakat terpencil Donggala

Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sulawesi Tengah, Sofyan Farid Lembah (kanan) menyerahkan dokumen kependudukan kepada salah satu warga komunitas adat terpencil di Kabupaten Donggala, Sabtu (19/2/2022). ANTARA/HO/Ombudsman

Palu (ANTARA) -
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Sulawesi Tengah, berkolaborasi dengan lembaga swadaya masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Donggala dalam melayani pengurusan administrasi kependudukan kelompok masyarakat adat di wilayah itu.
 
"Masyarakat menjadi sasaran pelayanan administrasi kependudukan yakni kelompok lanjut usia, penyandang disabilitas serta masyarakat produktif," kata Ketua ORI Perwakilan Sulteng Sofyan Farid Lembah yang dihubungi di Palu, Sabtu.
 
Ia menjelaskan, delapan desa komunitas adat terpencil di Donggala masih sebagian kecil mendapat dokumen kependudukan, baik kartu tanda penduduk (KTP), kartu keluarga dan akta kelahiran.
 
Oleh karenanya, berangkat dari program kolaborasi yang digagas LSM Yayasan Kompas Peduli Hutan (KOMIU), melibatkan Himpunan Wanita Penyandang Disabilitas Indonesia (HWDI), ORI, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta Dinas Sosial, kini masyarakat di daerah terpencil tersebut telah memiliki dokumen sebagai salah satu syarat administrasi kependudukan sekaligus pengakuan negara terhadap warga setempat.
 
"Ini juga bagian dari pengawasan kami terhadap pemerintah dalam memenuhi hak dan kebutuhan dasar masyarakat di bidang pelayanan publik," ujar Sofyan.
 
Lebih lanjut di jelaskannya, layanan kependudukan bagi masyarakat terpencil sudah berlangsung sejak November 2021.
 
Dengan sentuhan layanan dasar dari pemerintah, katanya, masyarakat di komunitas adat itu sangat senang, bahkan di temukan ada sejumlah lansia berumur 70 hingga 90 tahun belum memiliki KTP-el.
 
"Masalah dihadapi warga setempat cukup kompleks. Misalnya, ada warga memiliki KTP, namun bukan KTP-el. Ada juga warga berumur puluhan tahun hingga kini belum memiliki dokumen kependudukan. Artinya intervensi ini sangat bermanfaat bagi mereka, karena administrasi kependudukan juga berkenaan dengan bantuan sosial pemerintah," tutur Sofyan.
 
Direktur Yayasan KOMIU Sulteng Givents mengemukakan, kehadiran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan dasar sangat dibutuhkan bagi masyarakat adat.
 
Sebagai mana data yang mereka rilis, desa komunitas ada terpencil diantaranya Desa Alam kurang lebih 41 persen penyandang disabilitas dan warga lainnya tidak memiliki KTP-el dan akta lahir, begitu pun Desa Taripa sekitar 17 persen dan Desa Kumbasa sekitar 42 persen tidak memiliki dokumen kependudukan.
 
"Tiga desa ini terletak di Kecamatan Sindue. Di tiga desa itu tercatat sekitar 14 penyandang disabilitas. Pada program layanan kependudukan ini kurang lebih delapan desa sasaran yang berada di Kecamatan Sindue, Labuan, Sindue Tobata dan Kecamatan Sindue Tumusambora. Rata-rata 12 hingga 52 persen belum memiliki administrasi kependudukan," papar Givents.
 
Ia menambahkan, dari program tersebut saat ini 800 lebih penduduk di delapan desa telah memiliki dokumen kependudukan.