Balai TNKT beri akses warga kelola hutan lewat program HHBK

id HHBK, BTNKT, kawasan hutan, konservasi, Bustang, touna, sulteng

Balai TNKT  beri akses warga kelola hutan lewat program HHBK

Produk Hasil hutan bukan kayu (HHBK) di Provinsi Sulawesi Tengah. ANTARA/HO/LSM ROA Subarcha

Palu (ANTARA) -
Balai Taman Nasional Kepulauan Togean (BTNKT) memberikan akses kepada warga kepulauan di sekitar kawasan konservasi di Kabupaten Tojo Una-una, Sulawesi Tengah, untuk mengelola hutan dalam rangka peningkatan ekonomi lewat program multi usaha hasil hutan bukan kayu (HHBK).
 
"Program ini sebagai kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam memberikan porsi bagi warga sekitar hutan untuk mengelola sumber daya alam (SDA) tanpa merusak kawasan," kata Kepala Balai TNKT Bustang ketika dihubungi dari Palu, Rabu.

Ia mengemukakan, kebijakan dikeluarkan kementerian terkait sebagai bentuk pemberdayaan, dan program ini telah memberikan dampak positif pendapatan masyarakat sekitar taman nasional.
 
Program HHBK di Kepulauan Togean oleh otoritas setempat memberikan izin pengelolaan hutan kepada masyarakat seluas 950,69 hektare dari 20 ribu luas daratan di kelola BTNKT.
 
"Dalam program ini ada delapan kelompok binaan kami dengan luas hutan dikelola bervariasi, dari puluhan hingga ratusan hektare," ucap Bustang.
 
Ia memaparkan, delapan kelompok terlibat tersebar di enam desa dan tiga kecamatan, yakni Kecamatan Batudaka, Kecamatan Una-una, Kecamatan Togean dan Kecamatan Tolatako.
 
Pengelolaan sumber daya hutan terdiri dari HHBK bahan baku rotan, HHBK kelapa dengan produk minyak kelapa/VCO, HHBK bahan baku enau produk gula aren, HHBK sagu dan hasil kelapa beserta turunannya 
yang kini sejumlah produk telah masuk di segmen super market Kota Ampana.

 
"Produk minyak kelapa misalnya, sudah masuk di pasar modern di daerah itu, begitu pun anyaman dari kulit pelepah sagu laris di pasar lokal, bahkan sebagian produk lainnya di jual di objek wisata Kepulauan Togean," kata Bustang.
 
Ia menambahkan, pemberian izin pengelolaan melalui skema HHBK oleh pemerintah berlaku selama tiga tahun dan dievaluasi secara berkala.
 
"Kelompok masyarakat wajib menanam kembali komoditas diolah, jika dalam jangka tiga tahun pengelolaan dinilai baik sesuai prosedur, izin dapat diperpanjang. Bentuk pemberdayaan ini sudah membantu menambah penghasilan warga setempat sejak beberapa tahun terakhir," demikian Bustang.