Perempuan didorong keterlibatannya dalam penanggulangan bencana

id GPDRR,responsif gender ,penanggulangan bencana

Perempuan didorong keterlibatannya dalam penanggulangan bencana

Pekerja beraktivitas di area Bali Nusa Dua Convention Center yang akan digunakan untuk pelaksanaan Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) di Badung, Bali, Jumat (20/5/2022). Berbagai persiapan terus dilakukan menjelang pelaksanaan forum internasional yang diselenggarakan untuk meninjau kemajuan, berbagi pengetahuan dan mendiskusikan perkembangan dalam penanggulangan risiko bencana di Bali itu pada 23-28 Mei mendatang. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/foc. (ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF)

Jakarta (ANTARA) - Forum Perempuan dalam Penanggulangan Bencana mendorong pemerintah untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam pengurangan risiko bencana khususnya di forum GPDRR.

"Forum Perempuan menyerukan bahwa penanggulangan bencana yang responsif gender akan memperkuat kapasitas masyarakat. Semakin tinggi keterlibatan perempuan, semakin kecil kerentanan mereka," kata Koordinator Forum Perempuan dalam Penanggulangan Bencana Nuraini Rahma Hanifa melalui siaran pers di Jakarta, Jumat.

Untuk menyuarakan hal ini, Forum Perempuan dalam Penanggulangan Bencana bekerja sama dengan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) 2022 telah menyampaikan pernyataan tertulis kepada pemerintah.

"Diharapkan kelak bersama-sama perempuan dapat keluar dari kotak kerentanan dan menjadi garda depan ketangguhan bangsa," ujarnya.



Menurut dia, untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam upaya penanggulangan bencana dibutuhkan infrastruktur kebijakan seperti anggaran dan mekanisme perekrutan yang mendukung penguatan partisipasi dan kepemimpinan perempuan.

Implementasi program-program pengurangan risiko bencana (PRB) juga harus menyertakan partisipasi perempuan.

Untuk itu, kata dia, perempuan termasuk perempuan muda dan perempuan yang tinggal dalam masyarakat adat memerlukan lebih banyak kesempatan mengembangkan jejaring dan potensi kepemimpinan.

Dengan demikian, mereka diharapkan dapat bersanding dengan tokoh adat dan tokoh agama lainnya di tingkat lokal.

"Hal ini perlu didukung dengan penguatan kapasitas partisipasi publik bagi perempuan secara sistemik, termasuk dalam hal pengetahuan tentang kebencanaan, advokasi publik hingga penggunaan teknologi. Yang tak kalah penting, perempuan harus memiliki ruang dan waktu untuk menyuarakan kekhawatiran, masukan dan ide mereka di ruang publik," kata Nuraini Rahma Hanifa.

Pihaknya mengatakan salah satu pembelajaran dari kerja-kerja di tingkat lokal dalam upaya pengurangan risiko bencana adalah pentingnya peranan dan kepemimpinan perempuan.

Menurut dia, aksi-aksi yang diinisiasi dan melibatkan kelompok perempuan di tingkat lokal terbukti inovatif, termasuk dalam upaya-upaya pengurangan risiko bencana dan hal ini perlu diakui sebagai pengetahuan perempuan.

"Di sisi lain, masih banyak pekerjaan rumah dalam mendorong kepemimpinan perempuan di sektor publik, meski sejumlah perempuan di organisasi kemanusiaan telah menempati posisi strategis," paparnya.