Menteri PPPA: Minimnya wakil perempuan belum responsif gender

id Menteri PPPA ,Perwakilan perempuan ,Persoalan perempuan ,Persoalan anak,perempuan,pemerintah

Menteri PPPA: Minimnya wakil perempuan belum responsif gender

Menteri PPPA Bintang Puspayoga berswafoto dengan peserta seminar bertema "Peningkatan Keterwakilan Minimal 30 Persen Perempuan di Parlemen pada Pemilu 2024" di Jakarta, Rabu (20/9/2023). ANTARA/ Zubi Mahrofi

Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga menyampaikan rendahnya keterwakilan perempuan di pemerintahan belum membuat kebijakan responsif gender atau belum mampu merespons persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan dan anak.

"Angka keterwakilan perempuan di lembaga legislatif dan eksekutif sedikit banyak berpengaruh terhadap kebijakan yang masih kurang responsif gender, belum mampu merespons persoalan-persoalan utama yang dihadapi oleh perempuan dan anak serta kelompok rentan lainnya," ujar Menteri PPPA di Jakarta, Rabu.

Dalam seminar bertema "Peningkatan Keterwakilan Minimal 30 Persen Perempuan di Parlemen pada Pemilu 2024", ia mengatakan di bidang politik, perempuan masih mengalami peminggiran, diskriminasi, dan praktek subordinasi sehingga tidak dapat mengembangkan potensi diri secara optimal dalam proses pembangunan.

"Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi besar di dunia, sudah sepatutnya meningkatkan ruang partisipasi dan representasi politik perempuan agar terfasilitasi dengan baik," tuturnya.

Hal ini, lanjutnya, karena sistem politik demokrasi menuntut kehadiran sistem perwakilan yang inklusif, dimana lembaga perwakilan yang dipilih melalui pemilu diisi oleh wakil-wakil yang mencerminkan masyarakat yang diwakilinya, salah satunya dari segi gender.

Ia berharap dengan semakin meningkatnya keterwakilan perempuan di pemerintahan, kebijakan responsif gender akan lebih baik lagi.

Dalam kesempatan itu, Bintang Puspayoga memaparkan ketertinggalan perempuan dalam keterwakilan dalam parlemen dapat terlihat melalui indeks pemberdayaan gender (IDG) Indonesia yang menunjukkan angka 76,59.

"Angka ini pun belum menunjukkan peningkatan yang signifikan selama 10 tahun terakhir. Salah satu faktornya tentu adalah angka partisipasi perempuan di parlemen yang masih rendah, bahkan 26 provinsi berada di bawah angka rata-rata nasional," katanya.

Ia menambahkan indeks ketimpangan gender (IKG) Indonesia juga masih berada di peringkat bawah, apabila dibandingkan dengan negara-negara lain dalam forum ASEAN, G20, dan MIKTA.

"Proporsi keterwakilan perempuan di parlemen adalah salah satu penyebab rendahnya angka IKG Indonesia," katanya.