Moskow - Luas es di Kutub Utara menyusut jadi 4,21 juta
kilometer persegi sehingga tercatat sebagai yang terkecil sejak
pengamatan satelit dimulai pada 1979, demikian laporan Badan Eksplorasi
Antariksa Jepang (JAXA).
Lembaga tersebut mencatat, luas es terkecil di wilayah tersebut
adalah 4,25 juta kilometer persegi pada 24 September 2007. Luas es yang
mengapung di laut akan terus berkurang hingga pertengahan September
2012.
Deputi Kepala Institut Penelitian Kutub Utara dan Antartika di St.
Petersburg, Alexander Danilov, mengatakan kepada RIA Novosti bahwa
penyusutan tersebut terjadi akibat dari suhu yang menghangat secara
tidak normal pada 2011.
"Suhu waktu itu memang tercatat menghangat," katanya mengutip laporan pada Maret dari Organisasi Meteorologi Dunia.
Selain itu, lembaga tersebut mencatat, "Itulah mengapa pembentukan
es tidak intensif. Tidak banyak, tapi memang ada dan sebagai hasilnya
rata-rata ketebalan es hanya berkisar 10 hingga 15 centimeter."
Pusat Data Es dan Salju Nasional Amerika Serikat (NSIDC) secara
terpisah melaporkan bahwa jumlah luas es di kawasan Kutub Utara tercatat
lebih sedikit dari 2007.
Namun, dia menyatakan, luas yang ada pada saat ini masih lebih lebar
ketimbang catatan es terkecil sepanjang masa, yakni 4,17 juta kilometer
yang terjadi pada 16 September 2007.
NSIDC juga mencatat bahwa lonjakan penyusutan es dalam beberapa hari
pada awal Agustus 2012 hampir mendekati 200.000 kilometer persegi per
hari dari sebelumnya sekitar 100.000 kilometer persegi per harinya pada
beberapa bulan terakhir yang bersamaan dengan badai besar di Samudera
Kutub Utara (Arctic).
"Hal itu bisa disebabkan perpecahan es secara mekanik dan
meningkatnya pelelehan es oleh angin dan gelombang sewaktu badai
terjadi. Namun, mungkin hal itu hanya kebetulan, mengingat konsentrasi
es yang sedikit di kawasan secara cepat meleleh," kata NSIDC.
Danilov setuju bahwa pergerakan sirkulasi di atmosfer yang cepat menjadi faktor yang menyebabkan penyusutan luas es.
"Keadaan atmosfer menghangat dan badai yang terjadi di Kutub Utara lebih sering," ujarnya.
Menurut Danilov, sirkulasi yang cepat di Kutub Utara telah terjadi
sejak lama, dan menyebabkan pergerakan es dari Samudera Kutub Utara
menuju Samudera Atlantik menjadi lebih cepat ketimbang biasanya.
(Uu.B019/M016)