Palu - Ketua Komisi IV (kesejahteraan rakyat) DPRD Sulawesi Tengah Ramli Isa Kuku mengatakan apotek di rumah sakit pemerintah daerah diminta tidak menjual obat terlalu mahal dibanding apotek di luar rumah sakit.
"Tidak menutup kemungkinan ada apotek di rumah sakit yang menjual obat terlalu mahal dibanding apotik di luar rumah sakit. Ini perlu mendapat perhatian kita," kata Ramli di Palu, Senin.
Dia mengatakan, sebagai wakil rakyat di komisi kesejahteraan rakyat meminta kepada kepala rumah sakit pemerintah khususnya Rumah Sakit Undata Palu yang sudah berubah status menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) agar mengontrol penjualan obat di apotek rumah sakit.
"Buatlah harga obat yang kompetitif sehingga tidak menyulitkan pasien. Dari pada mahal, nanti pasien beli di luar," kata Ramli.
Dia mengatakan, saat dirinya dulu menjadi Kepala Rumah Sakit Undata Palu, ia selalu mengecek harga obat di apotik-apotik terdekat dari rumah sakit tersebut.
Dari hasil pengecekan harrga itulah ia meminta kepada petugas apotek agar tidak menjual obat di atas harga dari apotek terdekat.
Mantan Kepala Rumah Sakit Undata Palu itu mengatakan dengan perubahan status rumah sakit daerah Undata menjadi BLUD memungkinkan pengelolaan penjualan obat mendapat keuntungan yang banyak karena bisa saja apotek rumah sakit menjual di atas harga eceran tertinggi.
"Tetapi sebaiknya apotek rumah sakit mengambil untung lebih kecil dari apotek di luar rumah sakit," katanya.
Dia mengatakan, dengan status BLUD pembelian obat dapat dilakukan oleh rumah sakit itu sendiri sesuai kebutuhan tanpa harus melalui proses tender lagi.
Dia mengatakan, rumah sakit dapat membeli obat dengan harga yang kompetitif melalui pedagang besar farmasi.
"Obat itu juga kan ada harga eceran tertinggi. Ya, tidak apa-apa menjual sedikit di bawah harga eceran tertinggi, supaya pasien tidak lagi keluar mencari apotek lain," katanya.
Ramli mengatakan, sejak status Undata berubah menjadi BLUD, bukan berarti tanggungjawab pengelolaan dan pendapatan rumah sakit diserahkan sepenuhnya kepada rumah sakit tersebut. Pemerintah daerah tetap berkewajiban memberikan bantuan keuangan jika rumah sakit itu terkendala keuangan.
Ramli mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir dirinya mendapat informasi terjadi penunggakan pembakayarat obat oleh rumah sakit ke pedagang besar farmasi. Dirinya memahami keterlambatan tersebut, salah satunya karena klaim pembayaran jaminan kesehatan masyarakat miskin (Jamkesmas) terlambat.
Salah satu penyebab keterlambatan itu kata dia, beberapa dokter terkadang lupa mencantumkan diagnosa ke dalam berkas pasien Jamkesmas. Sementara pemerintah baru akan mencairkan klaim Jamkesmas tersebut jika ada diagnosa dari dokter.
"Saya lihat ini sudah mulai ada perbaikan," katanya.