Ini penjelasan Kemenkominfo soal perubahan pasal 27 di RUU ITE
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Semuel Abrijani Pangerapan memberikan penjelasan lebih rinci terkait perubahan yang telah dilakukan pada pasal 27 dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan kedua UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Penjelasan perubahan itu disampaikannya secara khusus untuk pasal 27 ayat 3 di UU ITE yang mengatur pencemaran nama baik dan kerap disebut sebagai pasal karet oleh masyarakat luas.
"Itu kami ubah dan kami sesuaikan bunyinya jadi sesuai dengan UU KUHP," kata Semuel di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan dalam RUU perubahan kedua UU ITE, nantinya pasal tersebut akan berubah menjadi pasal 27A.
Secara lebih rinci terkait dengan perbuatan yang dilarang di ruang digital, Semuel mengungkapkan bunyi dari perubahan pasal itu sebagai berikut,
"Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik".
Lebih lanjut, Semuel mengatakan perubahan untuk pasal itu juga dilakukan dengan menambahkan pengecualian untuk situasi-situasi tertentu.
Ia mengatakan apabila seseorang mengungkapkan sesuatu informasi elektronik yang ternyata untuk kepentingan publik dan bisa membuktikannya maka pihak yang melapor dapat terbebas dari ancaman hukuman dan justru pelapor yang melaporkannya malah mendapatkan ganjaran hukum.
Selain kepentingan publik, dalam RUU perubahan kedua UU ITE juga tertuang bahwa untuk situasi pembelaan diri bagi seorang korban maka pasal 27A tidak dapat digunakan.
Misalnya dalam kasus pelecehan seksual, korban mengunggah rekaman suara dari percakapan korban dan pelaku sebagai bukti pembelaan diri agar diketahui masyarakat maka pelaku tidak dapat menuntut korban terkait pencemaran nama baik dengan UU ITE.
"Jadi ini memang ada ruang-ruang di mana (aturan) memberikan perlindungan pada masyarakat. Dengan materi tadi, tidak bisa asal menuduhkan atau memproses tindak pidananya," kata Semuel.
Penjelasan perubahan itu disampaikannya secara khusus untuk pasal 27 ayat 3 di UU ITE yang mengatur pencemaran nama baik dan kerap disebut sebagai pasal karet oleh masyarakat luas.
"Itu kami ubah dan kami sesuaikan bunyinya jadi sesuai dengan UU KUHP," kata Semuel di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan dalam RUU perubahan kedua UU ITE, nantinya pasal tersebut akan berubah menjadi pasal 27A.
Secara lebih rinci terkait dengan perbuatan yang dilarang di ruang digital, Semuel mengungkapkan bunyi dari perubahan pasal itu sebagai berikut,
"Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik".
Lebih lanjut, Semuel mengatakan perubahan untuk pasal itu juga dilakukan dengan menambahkan pengecualian untuk situasi-situasi tertentu.
Ia mengatakan apabila seseorang mengungkapkan sesuatu informasi elektronik yang ternyata untuk kepentingan publik dan bisa membuktikannya maka pihak yang melapor dapat terbebas dari ancaman hukuman dan justru pelapor yang melaporkannya malah mendapatkan ganjaran hukum.
Selain kepentingan publik, dalam RUU perubahan kedua UU ITE juga tertuang bahwa untuk situasi pembelaan diri bagi seorang korban maka pasal 27A tidak dapat digunakan.
Misalnya dalam kasus pelecehan seksual, korban mengunggah rekaman suara dari percakapan korban dan pelaku sebagai bukti pembelaan diri agar diketahui masyarakat maka pelaku tidak dapat menuntut korban terkait pencemaran nama baik dengan UU ITE.
"Jadi ini memang ada ruang-ruang di mana (aturan) memberikan perlindungan pada masyarakat. Dengan materi tadi, tidak bisa asal menuduhkan atau memproses tindak pidananya," kata Semuel.